Separo Baja Ringan Masih Barang Impor
JAKARTA – Harga baja ringan di dalam negeri diperkirakan melonjak 10–15 persen hingga tiga bulan ke depan. Kondisi itu terdorong aktivitas konstruksi properti pada kuartal terakhir yang trennya selalu meningkat sampai 30 persen jika dibandingkan dengan periode awal tahun.
’’Kebutuhan baja ringan memang meningkat pada September sampai November. Tetapi, harga naik juga dipengaruhi kondisi kurs rupiah yang melemah karena sekitar 50 persen baja ringan masih impor,’’ ujar Ketua Komite Daya Saing dan Dukungan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Darmatyanto di Jakarta akhir pekan lalu.
Kebutuhan baja ringan di dalam negeri berkisar 626.163 ton per tahun. Namun, produsen lokal baru bisa memenuhi separo kebutuhan. Sebanyak 305.000 ton dipasok dari beberapa perusahaan baja di dalam negeri. ’’Karena itu, kurs berpengaruh sekali terhadap harga. Kalau rupiah melemah, harga baja pasti berubah,’’ sebutnya.
Pihaknya berharap lebih banyak baja ringan yang diproduksi dengan menggunakan bahan baku domestik. Sebab, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dengan mengurangi impor, otomatis hal itu berguna untuk menjaga kesta- bilan harga di tengah kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang fluktuatif. ’’Kita harus bisa olah biji besi di dalam negeri,’’ tandasnya.
Hingga kini, setidaknya ada tiga produsen besar di dalam negeri. Yakni, PT Blue Scope Lysaght Indonesia, PT Saranacentral Bajatama Tbk, dan PT Sunrise Steel. Perusahaan-perusahaan itu menguasai sekitar 50 persen pasar baja ringan nasional. ’’Kita berharap lebih banyak investor yang masuk ke sektor ini karena permintaannya besar,’’ ungkapnya.
Pada 2012 dan 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, peningkatan kebutuhan baja ringan sekitar 22 persen setiap tahun. Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbas terhadap geliat sektor konstruksi, baik properti maupun infrastruktur. ’’Pengerjaan konstruksi menggunakan baja atap ringan memang lebih mudah dan cepat,’’ tukasnya.
Direktur Industri Logam Dasar Besi Baja Budi Irmawan mengakui lemahnya kemampuan industri nasional dalam memenuhi kebutuhan besi baja. Khusus untuk baja ringan, misalnya baja lapis seng, produksi domestik baru menutup separo kebutuhan. ’’Sayang sekali, sebenarnya pasarnya masih terbuka untuk ekspansi maupun investasi baru,’’ jelasnya. (wir/c19/oki)