Jawa Pos

IDI Tolak UU Nakes

-

JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak Undang-Undang Tenaga Kesehatan (UU Nakes) yang baru saja disahkan DPR. IDI merasa banyak tumpang tindih antara peraturan tersebut dan UU Praktik Kedokteran yang telah ada. Salah satunya adalah masalah pengawasan mutu dokter.

Sekjen PB IDI Daeng Mohammad Faqih mengatakan, adanya UU Nakes itu membuka peluang pengawasan kembali diurus pemerintah melalui Kementeria­n Kesehatan (Kemenkes). Padahal, selama ini, dengan UU Praktik Kedokteran, hal tersebut diawasi dengan baik oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

” Yang sudah diatur baik di UU Praktik Kedokteran bisa jadi teranulir oleh UU Nakes. Jadi kembali lagi seperti sebelum adanya UU Praktik Kedokteran,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (28/9).

Kondisi itu pun memunculka­n kekhawatir­an pada mutu nakes selanjutny­a. Sebab, banyak tugas Kemenkes yang hingga kini tak juga rampung. Misalnya masalah sistem pelayanan kesehatan, distribusi tenaga kesehatan secara merata, hingga perbaikan sarana-prasarana. ”Itu saja tidak selesai-selesai. Apalagi ditambah dengan menjaga mutu tenaga kesehatan,” cetusnya. Menurut dia, kondisi seperti saat ini sebaiknya tidak diubah. Pembagian tugas penjagaan mutu nakes sebaiknya masih berada dalam kewenangan KKI.

UU tersebut juga dianggap akan menyulitka­n nakes lain di luar tenaga medis. Sebab, sebagian besar pasal yang tercantum terkesan menyalin UU Praktik Kedokteran sehingga tidak sinkron jika semua nakes itu harus dikenai aturan yang sama alias disamarata­kan dengan dokter. Padahal, aturan untuk nakes lain tak serumit untuk dokter.

Daeng mengungkap­kan, pihaknya pernah menyampaik­an penolakan tersebut kepada Kemenkes dan DPR sebelum UU Nakes itu disahkan, namun tidak mendapat respons baik. ”IDI pun tidak pernah diajak berunding untuk UU yang justru akan mengatur masalah tenaga kesehatan, termasuk dokter, ini sendiri,” katanya.

IDI akan mendalami secara menyeluruh UU Nakes tersebut. Pembahasan lebih lanjut juga akan dilakukan dalam rapat pleno pengurus dan musyawarah kerja nasional IDI untuk menentukan langkah selanjutny­a. Bila menemukan poin yang dirasa merugikan dokter atau profesi dokter, IDI tidak akan segan-segan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). ”Kami akan baca dulu yang telah disahkan. Bila merugikan dokter atau profesi dokter, tentu diperbaiki melalui MK,” tutur Ketua PB IDI Zaenal Abidin. (mia/c9/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia