Sudah Dapat Sosialisasi, Warga Siap Berembuk
SIDOARJO – Sosialisasi dari pemkab terkait dengan proyek frontage road (FR) Waru–Buduran sampai di telinga warga. Sejauh ini belum tampak adanya penolakan atau resistensi. Misalnya, di kawasan Buduran.
’’Sudah ada sosialisasi dari pihak PU bina marga dan pemda,’’ ungkap Lurah Buduran Muhammad Arifin. Hasilnya, menurut Arifin, warga menyetujui sebagian lahannya digunakan untuk pembangunan FR.
Dia menjelaskan, di wilayahnya setidaknya terdapat 25 lahan yang terkena imbas pembangunan frontage road. Lahan tersebut meliputi perumahan warga dan tempat usaha. ’’Sampai saat ini masih sebatas sosialisasi. Belum ada penentuan harga,’’ katanya.
Adanya sosialisasi itu juga dibenarkan Bunali, warga Banjar Kemantren. Rumahnya kebetulan berada di pinggir jalan kereta api yang terkena proyek FR. Dia menyebut sosialisasi mengenai frontage road dilakukan pemkab sejak delapan bulan lalu. ’’Sudah dua kali,’’ ujarnya.
Sosialisasi pertama berlangsung di tingkat RT, sedangkan yang kedua dilakukan di kantor kecamatan. ’’Materi yang disampaikan sama,’’ kata Bunali. Dia menyebut pemerintah hanya menjabarkan rencana proyek dan meminta persetujuan warga.
Berbulan-bulan setelah sosialisasi, kabar mengenai pembangunan frontage road justru meredup. Hal itu membuat Bunali dan beberapa warga lainnya mempertanyakan kelangsungan proyek tersebut. ’’Kalau jadi (pembangunan FR, Red), warga akan berembuk tentang harga tanah,’’ tegasnya.
Secara garis besar, frontage road akan dibangun di sisi timur jalur kereta api yang memanjang mulai Waru sampai Buduran. Di sepanjang jalan tersebut, saat ini banyak berdiri bangunan. Mulai perumahan warga, sekolah, hingga pabrik dan perusahaan.
Frontage road rencananya membentang sepanjang 9,2 kilometer dengan lebar jalan 10–15 meter. ’’Perinciannya, 7 meter untuk jalan, sedangkan sisanya untuk trotoar dan pipa saluran air,’’ kata Kabid Pembangunan dan Peningkatan Jalan PU Bina Marga Sidoarjo Sulaiman saat mengukur lahan FR Kamis lalu (25/9).
Pengukuran lebar 10 meter hanya berlaku untuk permukiman padat penduduk. Sementara itu, untuk permukiman yang tidak dihuni warga, lebar FR mencapai 15 meter. ’’Yang 5 meter untuk daerah penghijauan,’’ lanjutnya.
PU Bina Marga Sidoarjo menghitung berdasar peraturan sempadan jalan. Yaitu, pembangunan FR dilakukan dengan jarak 12 meter dari sisi rel kereta api. Ditambah dengan lebar FR yang mencapai 10 meter, lahan yang dibutuhkan untuk membangun FR berjarak hingga 22 meter dari rel kereta.
Nah, standar pengukuran yang diterapkan PU bina marga itu ternyata belakangan memicu persoalan baru. TNI-AL yang lahannya bakal terkena proyek ternyata memiliki asumsi yang berbeda. Persoalan tersebut terkuak saat PU bina marga mengukur di lapangan.
Versi TNI-AL, lahan yang akan dibebaskan selebar 10 meter dari batas tanah TNI-AL. Batas tanah milik TNI-AL adalah 6 meter dari rel kereta api. Dengan demikian, tanah TNI-AL yang di- gunakan untuk FR hanya 16 meter dari rel, bukan 22 meter.
Pengukuran berbeda versi itu tentu memiliki konsekuensi yang serius. Perbedaan 6 meter tersebut tidak bisa dianggap enteng. Sebab, dengan pengukuran versi TNI-AL, lahan Balurjaltim di Sawotratap yang terkena proyek FR sebatas jalan depan kantor. Namun, jika menggunakan pengukuran versi bina marga, lahan yang digunakan bakal sampai bagian Kantor Balurjaltim TNI-AL. Apabila hal itu dilakukan, bakal ada perombakan gedung.
Bukan hanya lahan di Balurjaltim yang terkena dampaknya. Lahan milik Puspenerbal TNI-AL juga mendapat permasalahan yang sama. Dengan pengukuran versi PU bina marga, monumen pesawat Puspenerbal masuk dalam jalur frontage road. ’’Namun, ruas FR di Puspenerbal bisa dimajukan,’’ kata Sulaiman. Sebab, lahan Puspenerbal termasuk dalam lahan yang tidak padat penduduk.
Ke depan, TNI-AL dan bina marga akan berunding terkait dengan pengukuran lahan frontage road. Mereka juga akan mengundang PT KAI untuk menjernihkan permasalahan tersebut. ’’Sempadan 12 meter itu untuk berjaga-jaga terhadap pembangunan double track,’’ kata Sulaiman.
Kepala Dinas PU Bina Marga Sigit Setyawan menambahkan bahwa FR diharapkan dapat mengurai kemacetan. Di sisi lain, pengerjaannya tidak boleh sampai mengganggu rencana pembangunan double track yang dipersiapkan PT KAI. Karena itu, pihaknya akan duduk bersama dengan PT KAI untuk membahasnya. ’’Kami sudah berkoordinasi dengan kementerian perhubungan terkait hal ini. Nanti kami bicarakan lagi,’’ imbuhnya.
Pembebasan lahan, lanjut dia, tetap berpedoman pada UU No 12 Tahun 2012. Dalam konsultasi publik pihaknya bersama BPN, mereka akan menggandeng kejaksaan. Tujuannya, dalam pembebasan lahan tidak ada unsur manipulasi. ’’Supaya dapat saling mengoreksi,’’ katanya. (laz/may/c6/pri)