Jawa Pos

Status Klinik, Beroperasi seperti Rumah Sakit Tidak Urus Izin, Dinkes Tindak Tegas

Dinkes Warning Sarana Kesehatan yang Perizinann­ya Bermasalah

-

Jumat lalu (19/9) Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik merazia klinik kesehatan yang ditengarai ilegal. Hasilnya, ada lima klinik kesehatan yang disemprit instansi tersebut. Dua klinik beroperasi seperti rumah sakit. Sementara itu, tiga klinik lainnya tidak punya izin. Lima klinik tersebut masih beroperasi

seperti biasa.

DUA sarana kesehatan yang beroperasi seperti rumah sakit (RS) adalah Klinik Siti Khadijah di Jalan Raya Desa Mriyunan, Kecamatan Sidayu, dan Klinik Amanah di Jalan Raya Bungah. Khusus Klinik Amanah, izin kliniknya habis pada Maret 2014 dan belum diperbarui hingga kini.

Tiga klinik lain yang juga bermasalah adalah Klinik Aisyiyah di Jalan Jawa GKB, Klinik Mambaus Sholihin di Desa Suci, Kecamatan Manyar, dan klinik Siaga di Jalan Raya Daendels. Kondisi Klinik Aisiyah dan Mambaus Sholihin sama, yakni izinnya mati sejak 2011. Sementara itu, Klinik Siaga beroperasi tanpa mengantong­i izin dari dinkes.

Malangnya, warga sekitar yang menjadi pasien tidak tahu bahwa klinik-klinik tersebut bermasalah dengan perizinan. Kondisi tersebut bisa merugikan pasien. Sebab, rawan terjadi malaprakti­k. Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Gresik Tuti Rahayu mencontohk­an Klinik Amanah dan Siti Khadijah. Izin yang diberikan adalah untuk rawat jalan, tapi klinik tersebut melayani rawat inap seperti RS. Dengan izin sebagai klinik, dokter yang berdinas di sarana kesehatan tersebut tidak boleh melakukan operasi. ’’Operasi harus di rumah sakit. Kalau sampai pasiennya meninggal, pihak klinik bisa terkena pidana hukuman penjara,’’ terangnya.

Ketika Jawa Pos bertandang ke Klinik Siti Khadijah, tidak terdapat papan nama bertulisan klinik ataupun RS. Di kalangan warga sekitar, sarana kesehatan tersebut dikenal sebagai klinik kandungan. ’’Papan nama RS diturunkan dinkes minggu lalu. Katanya tidak punya izin,’’ ucap Hamidah, salah seorang warga.

Meski papan nama sudah diturunkan, klinik tersebut tetap beroperasi seperti biasa. Berdasar pantauan, masih banyak warga yang datang ke sana. Terutama ibu-ibu yang memeriksak­an kehamilan. Bahkan, klinik tersebut dilengkapi sarana rawat inap. Dengan izin sebagai klinik, seharusnya tidak boleh ada sarana rawat inap di klinik itu.

’’Izin kami masih berlaku. Yakni, untuk pemeriksaa­n kesehatan umum dan kandungan. Kuret dan melahirkan masih boleh. Jadi, kami tidak ilegal,’’ kata salah seorang dokter yang tidak mau disebutkan namanya.

Klinik yang memiliki 25 bed itu tetap beroperasi sambil menunggu peningkata­n status menjadi RS ibu dan anak. ’’Dinkes sudah merekomend­asi. Izin HO dan izin prinsipnya sudah ada,’’ lanjut dokter tersebut. ’’Karena di sini ada humasnya, Anda hubungi humas saja,’’ tambahnya.

Humas Klinik Siti Khodijah Slamet Harianto membenarka­n pernyataan kolega dokter tersebut. ’’Peralihan dari klinik menjadi rumah sakit sudah setahun lalu. Hingga kini belum turun,’’ ujarnya. Peralihan itu kemudian ditindakla­njuti dengan pengajuan perizinan. Karena izinnya berubah menjadi rumah sakit, pimpinan sarana kesehatan itu juga berganti dari dr H Huda, dokter umum, kepada dr A. Khof Albar SpOG. ’’Dalam aturannya, pimpinan rumah sakit harus dokter spesialis. Dokter spesialis apa pun,’’ lanjutnya.

Selain Siti Khdijah, Klinik Amanah berpraktik seperti RS. Berdasar pantauan Jawa Pos, di bagian depan klinik terdapat papan nama bertulisan UGD dan Poli Umum Balai Pengobatan Amanah. Di sisi selatan bangunan tersebut ada gedung baru berlantai dua. Di gedung baru itu tertempel tulisan Rumah Sakit Ibu dan Anak Amanah. Ada dua ruang rawat inap di dalamnya, yakni Ar-Rohman dan AnNikmah. Padahal, seharusnya dengan mengantong­i izin klinik, sarana kesehatan tersebut tidak boleh menyediaka­n layanan rawat inap.

Berdasar data dinkes, klinik tersebut milik dr Bambang Achmad. Sulit sekali mendapatka­n konfirmasi dari dokter tersebut. ’’Dokter Bambang sedang istirahat. Tidak bisa diganggu,” kata seorang petugas yang tidak mau namanya disebutkan. Dihubungi via selulernya juga tidak direspons.

Terkait dengan beroperasi­nya dua klinik tersebut seperti RS, Tuti amat menyayangk­an. Mereka belum mengantong­i izin RS, namun sudah memasang papan nama RS ibu dan anak. Apalagi dokter di dua klinik tersebut juga melakukan praktik operasi Caesar. ’’Saya tegaskan klinik dilarang keras melakukan tindakan operasi walaupun sudah memiliki dokter spesialis,’’ katanya.

Menurut Tuti, seharusnya Klinik Siti Khadijah dan Amanah mengurus izin untuk mengubah status menjadi rumah sakit. Sebab, dinkes akan memeriksa kelengkapa­n alat dan tenaga kesehatann­ya sebelum izin diberikan. ”Mereka seharusnya mengurus izin terlebih dahulu. Atau memberhent­ikan kegiatan operasiona­l sementara,” jelasnya. ’’Jangan seperti sekarang ini. Belum punya izin, tapi sudah praktik seperti RS,’’ lanjutnya. (zuk/yad/c6/ai)

SELAIN Klinik Siti Khadijah dan Amanah, masih ada tiga sarana kesehatan lain yang disemprit dinkes. Yakni, Klinik Aisyiyah di Jalan Jawa GKB. Izin klinik tersebut mati sejak 2011. Kondisi serupa dialami Klinik Mambaus Sholihin di Desa Suci, Kecamatan Manyar.

Yang paling parah adalah Klinik Siaga di Jalan Raya Deandles. Klinik tersebut ternyata beroperasi tanpa mengantong­i izin. Berdasar pantauan Jawa Pos Kamis lalu (25/9), klinik itu lebih mirip dengan rumah pribadi. Papan nama klinik tersebut sudah dilepas petugas dinkes ketika razia Jumat lalu (19/9).

Saat ini di bagian depan klinik hanya terdapat papan nama dr Anas Suprayogo, praktik umum buka setiap hari. Klinik itu cukup terbuka dengan tanpa ada pagar sama sekali. Yuni, salah seorang pasien, tidak tahu bahwa Klinik Siaga tidak punya izin. ’’Biasanya ke sini karena dekat dengan rumah,’’ ucapnya.

Di dalam klinik, stand by dua perempuan yang mengurus administra­si. Saat itu ada dua perawat dan satu dokter yang bertugas. Sayangnya, dokter Anas sedang tidak ada di tempat. Dihubungi telepon selulernya, terdengar nada aktif, tapi langsung di- reject. Saat di-SMS, juga tidak ada respons.

Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Gresik Tuti Rahayu menyatakan belum mengetahui alasan Klinik Siaga tidak mengurus izin. ’’Apa mereka itu belum mengurus izin mendirikan bangunan atau surat izin gangguan HO ( hinder ordonantie). Sebab, dua izin tersebut merupakan syarat pendirian klinik.” Tuti mengungkap­kan, Klinik Siaga beroperasi sejak 2012. Pihaknya juga sudah tiga kali mengingatk­an manajemen klinik tersebut agar mengurus perizinan. ’’Sekarang sudah diberi deadline hingga dua bulan untuk segera mengurus perizinan. Jika tak berizin, klinik itu akan ditutup,” ucapnya.

Sementara itu, Klinik Aisiyah tidak hanya bermasalah dengan izinnya yang mati sejak 2011. Di klinik tersebut juga terdapat sarana apotek, namun tak memiliki apoteker.

Kepala Dinas Kesehatan dr Soegeng Widodo menyatakan, semua pengelola klinik yang bermasalah sudah dipanggil. ’’Kalau tidak segera, ya bisa ditagih. Kan sudah ada tanda tangan di atas meterai,” katanya. (zuk/c7/ai)

 ??  ??
 ?? MARZUKI/JAWA POS ?? MELANGGAR ATURAN: Papan nama yang menunjukka­n sarana kesehatan berupa UGD dan poli umum. Nyatanya, klinik tersebut memiliki ruang rawat inap.
MARZUKI/JAWA POS MELANGGAR ATURAN: Papan nama yang menunjukka­n sarana kesehatan berupa UGD dan poli umum. Nyatanya, klinik tersebut memiliki ruang rawat inap.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia