Warga Ancam Terus Blokade
SIDOARJO – Pemerintah pusat sudah menetapkan untuk mengambil alih pembayaran ganti rugi sebesar Rp 786 miliar melalui APBN. Namun, hal itu tidak membuat warga luluh. Sebelum masalah ganti rugi klir, mereka tetap memblokade semua aktivitas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
’’Kami sudah terlalu sering mendengar janji. Kalau ganti rugi cair, mereka (BPLS, Red) baru boleh bekerja,’’ kata Wahjutini, warga Desa Siring RT 09, RW 02, Kecamatan Porong, kemarin (28/9).
Dia menyampaikan itu di hadapan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah saat istighotsah dan syukuran atas keputusan pemerintah yang akan membeli 20 persen lahan warga yang masuk peta area terdampak (PAT). Ratusan warga menghadiri acara di titik 42, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, tersebut.
Wiwik, sapaan Wahjutini, membenarkan bahwa beberapa titik tanggul sudah mulai kritis. Namun, menurut dia, aksi blokade menjadi satu-satunya upaya warga untuk menekan pemerintah agar segera melunasi ganti rugi lahan. ’’Kalau hanya diam, sampai kapan nasib kami digantung?’’ ujarnya.
Saiful kembali menegaskan, hasil rapat internal BPLS beberapa waktu lalu telah menyepakati bahwa pemerintah akan membeli 20 persen lahan warga yang belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya. Proses pencairannya, menurut Saiful, ditangani langsung oleh BPLS.
’’Cairnya kapan, saya belum tahu. Tapi, diharapkan bisa secepatnya,’’ ujar Saiful. Notula rapat internal BPLS, lanjut dia, memang baru diserahkan kepada presiden besok (30/9). Meski begitu, Saiful yakin bahwa SBY setuju atas pembelian lahan warga yang masuk dalam PAT.
Saiful menyatakan sudah mengusulkan agar ganti rugi cair sebelum 20 Oktober. Tepatnya, sebelum SBY lengser dari jabatannya. ’’Kalau menunggu presiden baru, DPR baru, kelamaan nanti,’’ tegasnya.
Dengan rencana pembelian tanah PAT oleh pemerintah, Saiful berharap warga tidak lagi menghalanghalangi aktivitas BPLS. Sebab, kondisi permukaan lumpur yang rata-rata berjarak 30 sentimeter dari bibir tanggul berpotensi meluber saat musim hujan. ’’Korbannya akan semakin banyak lagi. Dana yang dikeluarkan juga bertambah,’’ jelas Saiful.
Saiful Ilah juga angkat suara soal tidak masuknya puluhan perusahaan di PAT dalam daftar penerima ganti rugi dari pemerintah. Menurut Saiful, rapat internal BPLS memang khusus membahas ganti rugi lahan warga. Perusahaan yang lahannya masuk PAT tidak ikut diperjuangkan dalam rapat Rabu (24/9) tersebut.
Saiful beralasan perusahaan yang lahannya tenggelam oleh lumpur memiliki perjanjian khusus dengan PT Lapindo. ’’Mereka tidak masuk di perpres. Urusan mereka langsung dengan Lapindo,’’ tegas Saiful.
Sebagaimana diberitakan, terdapat 26 perusahaan yang masuk PAT dan belum mendapatkan pelunasan ganti rugi. Rata-rata perusahaan itu baru diganti rugi 20 persen. Artinya, saat ini masih ada sekitar Rp 529 miliar yang harus dibayarkan ke 26 perusahaan tersebut. Kuasa hukum korban Lapindo Mursid Murdiantoro menilai pemerintah tidak adil dalam membuat kebijakan penyelesaian ganti rugi lahan PAT. (rst/may/c7/c6/pri)