Jawa Pos

Akan Dijadikan Dekorasi Interior Paviliun

-

Ketika pengembang proyek Paviliun Permata hendak melakukan pengecoran terakhir, ada komunikasi antara dia dan sang pengembang. Taufik pun menyampaik­an ide itu. ’’Ternyata dia sepakat dan siap memfasilit­asi,’’ ucapnya.

Mulailah dia bekerja. Awalnya Taufik mengumpulk­an seniman yang sevisi dengan dirinya. Lalu, dibuatlah perencanaa­n bersama 50 seniman itu. Setelah yakin, Taufik bersama rekanrekan­nya tersebut mempersiap­kan semua perantinya.

Tantangan pertama yang dihadapi adalah menyiapkan kanvas raksasa. Taufik pun berburu dari toko ke toko. Hingga akhirnya menemukan salah satu toko di wilayah Surabaya Utara. ’’Saya memesan kanvas ukuran 2,5 meter persegi ratusan lembar,’’ ujarnya.

Awalnya pemilik toko sempat angkat tangan. Sebab, yang dibutuhkan Taufik sangat banyak. Dia merasa tidak mampu me- menuhinya. Namun, Taufik terus merayu dan membujuk sehingga pemilik toko mau menerima pesanannya.

’’Kami butuh dua hari hanya untuk mengumpulk­an robekan kain (kanvas, Red) itu,’’ imbuh dia.

Setelah kain terkumpul, pekerjaan lain menunggu ditangani. Puluhan lembar kain dibawa ke penjahit. Sama dengan pengalaman mencari kanvas, penjahit pun enggan menerima order tersebut.

Bujuk rayu pun dilakukan hingga akhirnya kanvas tersambung menjadi lembaran putih yang siap ditorehi cat.

Kamis (25/9) persiapan aksi melukis di kanvas raksasa dilakukan.

Namun, kendala baru kembali menghadang. Yaitu, memasang kanvas itu ke tembok. Bisa dibayangka­n, memasang kain berukuran 10 meter saja sudah cukup sulit. Apalagi, yang hendak dipasang itu mencapai 60 meter. ’’Kami harus menggunaka­n alat berat,’’ ujar Taufik.

Dia pun meminta bantuan pengembang yang terus mendukung proses dari awal hingga akhir. Dengan susah payah, kanvas mulai dipasang dengan menggunaka­n alat berat.

Setelah itu, ada persiapan lain yang harus dilakukan. Yakni, menyiapkan cat dan kuas untuk pelukis.

Taufik memerinci, cat yang dipakai berjenis akrilik dan terdari atas lebih sepuluh warna. Setiap warna membutuhka­n 25 kilogram. Sedangkan kuas lebih dari seratus biji. Asumsinya, setiap seniman membawa dua kuas.

Tuntas persiapan, mulailah acara melukis. Sebelumnya 50 seniman itu kembali memantapka­n konsep. Mereka melihat kondisi di lapangan. Maklum, selain kanvas cukup lebar, medan melukis harus menggunaka­n perangkat proyek.

Setiap seniman berkoordin­asi agar lokasi penggarapa­n mereka tepat. Selain itu, lukisan bisa selesai cepat dan sesuai yang diharapkan. ’’Yakin dengan posisi masing-masing, kami mulai gerak ke lapangan,’’ kata Taufik.

Lima puluh seniman itu langsung menuju dinding tempat kanvas terpasang. Mereka menaiki tang- ga yang biasa digunakan pekerja untuk membangun dinding gedung. Ada tiga tangga yang berimpitan dengan dinding itu.

Pelukis di tangga bagian bawah kebagian melukis dasar gedung bertingkat. Lalu, yang tengah bertugas membuat badan gedung. Sedangkan yang paling atas melukis langit, awan, serta Tugu Pahlawan. Peran masing-masing itu dijalankan dengan baik.

Tidak lebih dari sepuluh menit, acara melukis di kanvas raksasa tersebut tuntas. Taufik mengatakan, aksi itu memang belum menjadi rekor dunia. Tapi, untuk kecepatan waktu, dia yakin baru yang pertama. ’”Namun, bukan itu yang kami kejar, tapi gambar wajah Surabaya saat ini. Itu yang kami tampilkan,’’ ungkapnya.

Saat ini pengerjaan Paviliun Permata masih berlangsun­g. Ketika pengerjaan sudah tuntas, kanvas raksasa itu akan diturunkan. Taufik sudah bersepakat dengan pengembang gedung tersebut, nanti lukisan itu dipotong dan dijadikan dekorasi interior paviliun tersebut. (*/c10/ib)

’’Saat ini sudah dibahas di internal dewan. Termasuk, masalah JLS. Jadi, tinggal menunggu jadwal rapat paripurna pembahasan RAPBD,’’ ujarnya.

Dia mengungkap­kan, peningkata­n anggaran dana untuk proyek JLS oleh pemprov merupakan langkah tepat. Sebetulnya proyek JLS menjadi kewenangan pusat. Pemprov hanya mendukung untuk pembebasan lahan. ’’Namun, kalau JLS tidak diseriusi pemerintah pusat, pemprov harus cepat mengambil tindakan,’’ ungkap Irwan.

Proyek JLS yang menyambung­kan Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagun­g, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi itu dicanangka­n pusat pada 2001. Semestinya proyek tersebut ditargetka­n selesai pada tahun ini. Faktanya, akses alternatif wilayah selatan Jatim itu baru selesai sekitar 30 persen. ’’Sekarang pusat sepertinya sudah stop mengalirka­n dana. Program JLS pun terbengkal­ai,’’ tambahnya.

Total anggaran proyek JLS semula diperkirak­an Rp 3,6 triliun. Lalu, pada 2009 ada revisi dan melonjak menjadi Rp 7,6 triliun untuk seluruh kebutuhan pembanguna­n JLS. Salah satu alasannya adalah penyesuaia­n inflasi. Karena itu, pada 2015 anggaran diproyeksi­kan bertambah lagi.

Jika pemprov setiap tahun menyalurka­n dana Rp 500 miliar untuk pembanguna­n JLS, mungkin proyek tersebut selesai dalam 10 tahun. Kecuali

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia