Pemerintahan Jokowi-JK Makin Berat Titiek Soeharto Kandidat Pimpinan MPR
JAKARTA – Tantangan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ke depan makin berat. Setelah kepala daerah terancam dikuasai kubu Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai akibat pilkada via DPRD, kemarin (29/9) PDIP gigit jari lagi. Pengajuan uji materi Undang-Undang (UU) MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) ditolak.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 membuat PDIP meradang. Sebab, secara resmi ketua DPR akan dipilih seluruh anggota, tak lagi menjadi hak PDIP selaku pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. PDIP pun kini mempertimbangkan untuk melaporkan para hakim MK ke komite etik.
MK mengeluarkan tiga putusan dalam perkara tersebut. Dua putusan berkaitan dengan eksepsi pihak terkait, yakni Didik Mukrianto, Fahri Hamzah, Nasir Jamil, Sa’dudin, Hadi Mulyadi, dan Joko Purwanto. Putusan pertama, MK mengabulkan sebagian eksepsi pihak terkait. Terutama dalam hal kedudukan hukum tiga pemohon, yakni PDIP dan dua warga partisipan pileg.
MK menyatakan, ketiga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam perkara tersebut. Sedangkan dua pemohon lainnya, yakni Dwi Ria Latifa dan Junimart Girsang, dinyatakan memiliki kedudukan hukum karena mereka merupakan anggota DPR terpilih yang baru.
Putusan kedua, MK menolak eksepsi lain dari pihak terkait, yakni mengenai permohonan para pemohon yang prematur. Putusan terakhir barulah terkait dengan pokok permohonan. ”Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Hamdan Zoelva, kemudian mengetuk palu.
Dalam putusan setebal 230 halaman itu, MK memberikan banyak pertimbangan. Di antaranya terkait dalil pemohon tentang uji formil jika pembahasan pasal 84, 97, 104, 109, 115, 121, dan 152 UU MD3 melanggar prosedur pembuatan UU. Prosedur tersebut diatur dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk menanggapi dalil tersebut, MK merujuk putusan yang dibuat pada 2010. Dalam putusan itu, MK menyatakan bahwa sebuah UU tidak dapat diuji dengan UU lainnya karena posisinya setara. UU yang dijadikan dasar pengujian bisa berbalik menjadi objek pengujian.
Kemudian, dalam pengajuan uji materiil UU MD3, MK juga mengeluarkan sejumlah pendapat. ”Pembentukan UU setelah diketahui hasil pemilihan umum tidak bertentangan dengan UUD 1945. Lagi pula, perubahan UU MD3 sudah masuk Prolegnas 2010–2014 yang artinya memang sudah diagendakan,” ujar hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Putusan MK menolak gugatan PDIP tidak bulat. Dua hakim MK Maria Far- ida dan Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda ( dissenting opinion). Arief berpendapat, mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang selalu berubah akan menimbulkan ketidakpastian hukum pada masyarakat. Apalagi jika didasarkan pada selera politik yang sarat muatan transaksional semata.
Seusai sidang, Ketua Bidang Hukum DPP PDIP Trimedya Panjaitan mengkritik putusan itu. Menurut dia, seharusnya yang disampaikan hakim kemarin adalah putusan sela, bukan putusan keseluruhan. Dia mengingatkan, dalam UU MK, semua keterangan pihak-pihak harus didengarkan sampai tuntas. Sementara pihaknya tidak mendapat kesempatan mengajukan tambahan ahli untuk memperkuat gugatan. ”Dalam konteks ini kami lihat ada hukum acara yang dilanggar,” tukasnya.
Trimedya sepakat dengan dissenting opinion yang disampaikan dua hakim konstitusi. Menurut Trimedya, Maria dan Arief murni berlatar belakang profesional. ”Kami mempertimbangkan untuk melaporkan hakim konstitusi, kecuali yang dissenting, ke komite etik,” tegasnya. (byu/c9/tom)
PUTRI Presiden Kedua RI Soeharto, Siti Hediati Hariyadi, masuk dalam bursa pimpinan MPR periode mendatang. Anggota DPR terpilih dari Partai Golkar yang lebih akrab disapa Titiek Soeharto itu termasuk yang kini sedang dipertimbangkan partainya untuk diajukan.
Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto mengungkapkan, nama Titiek masih bersanding dengan sejumlah nama lain. Mereka adalah Azis Syamsuddin, Agun Gunandjar, Mahyudin, dan Rambe Kamaruzzaman.
”Nanti kita lihat. Kami kan harus bertemu juga dengan para ketua koalisi untuk menentukan langkah,” kata Setya di kompleks parlemen di Jakarta kemarin (29/9).
Pasca ditolaknya uji materi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang diajukan PDIP oleh MK, peluang Golkar untuk menempatkan kaderkadernya di posisi pimpinan DPR maupun MPR sangat besar. Pasalnya, partai berlambang pohon beringin itu tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dengan kepemilikan kursi terbesar.
Nama yang akan diajukan Golkar sebagai pimpinan DPR maupun MPR nanti dibahas lewat rapat pleno DPP. Jika musyawarah mufakat tidak tercapai, keputusan akhir diserahkan kepada Ketua Umum Aburizal Bakrie. ”Nanti Pak Ical (sapaan Aburizal Bakrie, Red) meminta masukan dari berbagai pihak, termasuk kepada ketua-ketua fraksi partai koalisi. Saling mengadakan tukar pikiran lah,” terang Setya.
Soal kandidat pimpinan DPR, Golkar juga telah memunculkan tiga nama. Mereka adalah Fadel Muhammad, Ade Komaruddin, dan Setya Novanto. ”Ya, kami semua serahkan pada kebijakan partai,” jelas bendum Golkar itu. (dyn/c9/tom)