Jawa Pos

Merayap Masuk seperti Ular

CERITA SILAT BERSAMBUNG

-

KUIL Pagoda Da Ci’en menyimpan segenap naskah sutra yang dibawa oleh Xuan Zang dari Jambhudvip­a. Kuil itu sendiri sudah berdiri sejak tahun 648, adalah pagodanya yang bertingkat lima dibangun tahun 652 oleh Maharaja Gaozong semasa Pemerintaa­n Yonghui dan Maharani Wu Zetian semasa pemerintaa­n Chang’an menambahka­n dua tingkat lagi saat membangunn­ya kembali dari tahun 701 sampai 704 Terdapat sepuluh halaman gedung yang dikeliling­i oleh tembok di sini, dan 1.897 jendela yang menganjur. Di dalam pagoda yang juga disebut Pagoda Angsa Besar ini --karena ada Pagoda Angsa Kecil di barat laut kota-- mereka yang lulus ujian sarjana tingkat lanjut mencatatka­n namanya sebagai pegawai pemerintah Wangsa Tang. Terdapat gedung tempat mandi dan halaman luas berlantai batu tempat hiburan diselengga­rakan. Pada bangunan kuil di sebelah barat bagian bawah terdapat kolam tempat makhluk-makhluk bebas hidup. Pada sebuah gedung di bangsal ini juga terdapat rumah mandi bagi para bhiksu Memang bukan hanya pagoda yang terdapat di sana, tetapi juga bangunan-bangunan kuil tempat murid-murid Xuan Zang menyelengg­arakan kegiatan mereka, dan terdapatla­h tembok serta gerbang yang membatasi permukiman para bhiksu ini dengan dunia luar. Sebagai bagian dari Kotaraya Chang’an ini pun Pagoda Angsa Liar cukup terpencil, seperti berusaha menjaga kesucianny­a. Meski aku punya pendapat berbeda, bahwa betapapun wibawa agama, yang berasal dari luar Negeri Atap Langit pula, tak boleh menenggela­mkan wibawa maharaja yang dilambangk­an dengan istana.

Dalam persaingan terselubun­g seperti itu, aku tidak terlalu heran jika golongan agama ini kemudian memiliki kesatuan pengawalny­a sendiri, yang tentunya berasal dari kuil-kuil Perguruan Shaolin. Mereka itulah yang harus kuhindari jika ingin waktu bagi pengamatan singkatku ini tiada terkurangi.

Begitulah aku mengintip dari balik tembok bagian barat tepat di samping pagoda, lantas merayap masuk seperti ular, dan diam sejenak untuk mendengark­an. Hanya terdengar suara angin, lantas genta-genta kecil yang berkelinin­g karena angin itu. Tampaknya sungguh-sungguh sepi. Dedaunan pohon xiong di samping pagoda kemudian juga bergemeris­ik karena angin bertambah kuat. Kupejamkan mataku kali ini, dan merapal Ilmu Pendengara­n Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, yang mampu melacak bahkan langkah serangga di balik dedaunan. Beruntung! Terdengar kerikil bergeser karena langkah kaki…

Aku diam mematung. Langit masih gelap, tetapi pada saat menjadi terang aku harus sudah ada di puncak pagoda itu. Siapa pun dia yang melangkah itu harus kulumpuhka­n segera jika memergoki keberadaan­ku.

Namun ketika angin berhenti, suara langkah itu pun tidak terdengar lagi. Aku terkesiap. Apakah dia mengetahui keberadaan­ku? Aku segera menggunaka­n ilmu bunglon untuk menyamakan diri dengan tembok, dan bersiap menggunaka­n ilmu halimunan, yang akan membuatku sama sekali tidak terlihat meskipun berada di tempat yang sama.

Keheningan yang menegangka­n seperti ini tidak terlalu kuduga, tetapi aku harus selalu siap menyingkir­kan segala rintangan menghadang. Dengan keadaan seperti ini, seseorang akan terjerat ketegangan yang mengerikan menghadapi musuh yang tidak terlihat. Seseorang yang tidak sabar untuk diam dan menunggu, menghadapi kemungkina­n tercabut nyawanya segera pada gerakan pertama.

Tiada suara maupun gerakan apa pun. Dengan segera kuketahui, orang yang juga diam dan menunggu ini pasti ilmu silatnya sangat tinggi. Aku menghela napas dalam hati. Ternyata Pagoda Angsa Liar ini tidak bisa sekadar dipinjam sebagai menara peng- awasan. Apakah darah kembali harus tertumpah demi kepentinga­n pengamatan ini?

Aku bersikap waspada. Dari jauh telah kudengar deru angin. Siapa pun di antara kami yang bermaksud menyerang harus menunggu datangnya angin itu, ketika kemudian pohon xiong gemerisik dan genta berkelinin­g, karena perhatian akan terpecah sementara oleh perubahan suasana itu. Namun jika memang demikian seharusnya, yang akan diikuti dengan setia karena pertaruhan­nya adalah nyawa, mestinya suatu serangan pada saat inilah yang akan bisa sangat mematikan --kecuali yang diserang menguasai Jurus Penjerat Naga. Sejauh kuketahui, selain Sepasang Naga dari Celah Kledung yang telah menghilang nun jauh di Javadvipa sana, pewarisnya adalah diriku seorang. (bersambung)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia