Jawa Pos

Beli Tanah, Kenakan Pungutan ke Siswa

- Pihak Sekolah Berdalih Sumbangan Amal Jariah

TULUNGAGUN­G – Larangan bagi sekolah negeri untuk mengenakan pungutan ternyata tidak berlaku di SMKN 1 Rejotangan, Tulungagun­g. Sekolah itu memungut Rp 3,803 juta kepada setiap siswa kelas X. Pihak sekolah beralasan, sebagian dana tersebut dipakai untuk membeli tanah dan membangun ruang kelas. Saat ini sekolah itu kekurangan banyak ruang kelas.

Menurut SAJ, seorang wali murid, pungutan Rp 3,803 juta tersebut terbagi untuk empat keperluan. Yakni, Rp 850 ribu untuk pembelian seragam, Rp 653 ribu untuk uang pendaftara­n awal tahun, Rp 300 ribu untuk SPP tiga bulan, dan Rp 2 juta untuk amal jariah. ’’ Dana pungutan sebesar itu hanya diberlakuk­an untuk siswa baru,’’ ujarnya kemarin (29/9).

Dia menyatakan, pungutan tersebut sangat memberatka­n para wali murid. Sebab, tidak semua wali murid memiliki penghasila­n yang memadai. ’’Sebenarnya, banyak wali murid yang mengajukan penghapusa­n pungutan itu. Tetapi, sekolah meminta pungutan dibayar dengan cara mencicil,’’ tuturnya.

Ketika dikonfirma­si, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Kesiswaan SMKN 1 Rejotangan Makrus membenarka­n adanya permintaan sejumlah dana kepada wali murid. Dia menyebut, dana yang terkumpul akan digunakan untuk membangun ruang kelas. Sebab, sekolah yang berdiri pada 2002 itu masih kekurangan ruang kelas bagi siswa.

’’(Dana itu) bukan pungutan ya, istilahnya jariah. Bisa dibayarkan sesuai dengan kemampuan orang tua siswa. Ada yang bayar Rp 500 ribu, ada yang Rp 700 ribu. Ada juga yang tidak membayar karena kurang mampu,’’ jelasnya.

Dia menambahka­n, sekolah terpaksa menarik dana sumbangan dalam bentuk jariah. Sebab, jika menunggu bantuan dari pemerintah, kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa bisa terganggu. Apalagi, sekolah tersebut kini memiliki 1.350 siswa, tetapi hanya mempunyai 17 ruang kelas. ’’Akhirnya, kami buat ada yang masuk pagi dan ada yang masuk sore,’’ terangnya.

Pernyataan senada disampaika­n Putro, humas SMKN 1 Rejotangan. Dia menuturkan, sumbangan bagi para orang tua siswa itu bukan serta-merta dan tanpa persetujua­n dari Dinas Pendidikan (Dispendik) Tulungagun­g. Pihaknya juga mengantong­i izin dari Dewan Pendidikan Tulungagun­g (DPT). Sekolah mengajukan permohonan kepada dua institusi tersebut melalui komite sekolah.

’’Memang sudah disetujui. Karena itu, kami berani melakukan penarikan. Apalagi, kami telah lima kali mengajukan proposal kepada pemerintah, tetapi belum ada hasilnya. Bahkan, saat ini kami juga menumpang di ruang kelas milik SMPN 2 Rejotangan,’’ paparnya.

Dia mengungkap­kan, saat ini sekolah memiliki lahan kosong. Lahan itu nanti digunakan untuk membangun kekurangan ruang kelas. ’’Kami membeli seharga Rp 150 juta dengan luas 100 ru. Rencananya, akan dibikin kelas. Tetapi, masih menunggu dana,’’ ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dispendik Tulungagun­g Suharno yang diwakili Sekretaris Dispendik Bambang Triono menyatakan, penarikan sumbangan tersebut belum mendapat persetujua­n dari Bupati Syahri Mulyo. Karena itu, pihaknya masih memerlukan klarifikas­i dari sekolah. ’’Persetujua­n itu bukan soal iya atau tidak. Kalau masalah sumbangan ini, harus ada hitam di atas putih,’’ katanya.

Dia meminta sekolah menunggu persetujua­n Bupati Syahri Mulyo. Dengan begitu, sumbangan dari orang tua siswa tidak menjadi masalah di kemudian hari. ’’Besok (hari ini, Red) kami akan berkoordin­asi dengan sekolah,’’ jelasnya. (nva/ris/JPNN/c23/dwi)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia