Jawa Pos

Orang Malaysia dan Afrika pun Tertarik

- ”Di vbbego.net. Sayangnya, Vakumnya rent-acoder.com. Sejak itu, perhatian

Dari ketertarik­an itulah, Zai kemudian mencari bahan seputar VB untuk dipelajari dan dipraktikk­an sendiri. Sebagian besar bahan tutorial tersebut dikumpulka­n dari internet. Ketika itu, dua hari sekali, dia ke warnet (warung internet) terdekat yang berjarak sekitar 5 km dari rumahnya. Maklum, kala itu kota tempat tinggalnya belum semaju kota-kota di Jawa sehingga warnet masih jarang dan mahal. warnet saya mengambil materimate­ri atau contoh-contoh program yang lebih bagus saja. Waktu itu belum sampai ke antivirus,” ungkapnya.

Dari aktivitasn­ya di dunia maya itu pula Zai kemudian ikut masuk di komunitas online

Komunitas tersebut berisi orangorang yang memiliki ketertarik­an yang sama dengan bahasa pemrograma­n lewat VB. Seiring maraknya virus komputer yang bertebaran pada kurun 2006–2007, arah diskusi di forum tersebut banyak membicarak­an topik cara menciptaka­n virus.

”Namanya sih bego, tapi orang-orangnya pinter-pinter. Bagi mereka, membikin virus seperti jadi ajang pembuktian,” katanya.

Sulung empat bersaudara putra pasangan Rojiannoor dan Marhamah itu termasuk yang tertantang untuk menciptaka­n virus komputer. Meski masih terhitung pemula, Zai sempat menciptaka­n virus yang diberi nama ”Paray”, kependekan Palangkara­ya. Melalui warnet tempat dia berkunjung, virus Paray sempat pula menyebar di seputar kota tempat tinggalnya. ”Tapi, dari situ saya justru mulai kepikiran karena aktivitas saya itu telah merugikan banyak orang. Saya lalu ganti tertantang untuk membuat antivirusn­ya yang lebih sulit,” lanjut dia.

Ide pembuatan antivirus pertama muncul ketika komputer teman sekolah Zai terkena virus. Dia lalu mengutak-atik program, lantas jadilah antivirus sederhana. ”Yang mengejutka­n, antivirus itu langsung bisa membersihk­an komputer teman saya itu. Tentu saja saya senang bukan main.”

Sejak itu, teman-teman Zai yang komputerny­a terkena virus meminta tolong kepada Zai untuk membersihk­annya. Namun, ternyata virus yang ditemukan Zai berbeda-beda di setiap komputer sehingga program antivirusn­ya terus bertambah. ”Akhirnya, saya mikir bagaimana membuat antivirus yang bisa digunakan untuk membersihk­an banyak virus sekaligus. Tidak satu per satu virus,” paparnya.

Akhir 2006, Zai berhasil melahirkan program antivirus Smadav. Nama itu berasal dari nama sekolah Zai, SMAN 2 yang kerap disingkat Smada. Sementara itu, huruf ”A” dan ”V” paling belakang merujuk pada kata ”antivirus”.

pengembang­an Smadav sempat berjalan di tempat. Maklum, saat itu Zai sedang dibutuhkan sekolah dan daerahnya untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional. Perhatian serta konsentras­inya tersedot untuk melakukan persiapan-persiapan menghadapi event bergengsi tersebut. ”Masih upgrade sih, tapi sedikit-sedikit. Sebulan paling kepegang sekali,” ujarnya.

pengembang­an Smadav berlanjut saat Zai diterima di Fakultas MIPA Jurusan Matematika UGM Jogjakarta. Tahun pertama, dia berkonsent­rasi kuliah. Tahun berikutnya, dia mulai sibuk mencari side job untuk mendapatka­n uang saku. Maklum, kiriman uang dari orang tuanya yang PNS Kemenag dan guru TK hanya bisa untuk bayar kuliah dan makan. Padahal, dia ingin lebih dari itu.

Karena itu, dia memutuskan untuk nyambi menjadi programer. Zai bergabung dengan

Situs internasio­nal tersebut menyediaka­n arena transaksi antara pemesan yang membutuhka­n jasa program dan para programer yang membutuhka­n proyek. Hasil yang diperoleh Zai konkret. ”Bulan pertama saja saya langsung dapat sekitar Rp 4 juta. Senang banget rasanya,” ungkapnya.

Namun, ada konsekuens­i yang harus ditanggung Zai. Kuliahnya menjadi keteteran. Sebab, ketika berburu proyek, dia harus terjaga saat malam. Sebab, rata-rata pemesan program berasal dari Amerika Serikat yang memiliki perbedaan waktu dengan Indonesia sekitar 12 jam. ”Saat itu kuliah saya benar-benar hancur. Saya lalu terpikir untuk pindah jurusan.”

Diam-diam, tanpa memberi tahu orang tua, Zai ikut ujian masuk perguruan tinggi lagi pada tahun keduanya di Jogja. Kali ini dia diterima di jurusan ilmu komputer di universita­s yang sama. Di jurusan baru tersebut, pekerjaann­ya sebagai programmer freelance bisa sejalan. Kuliah bisa berjalan dengan baik, pekerjaan juga lancar. ”Saya baru bilang ke Bapak (kalau pindah kuliah) saat beliau berkunjung ke Jogja. Saya tahu beliau kaget. Tapi, saya berhasil meyakinkan,” ungkapnya.

Zai pada program antivirus Smadav-nya kembali intensif. Sebab, aktivitas sehari-harinya bersentuha­n dengan dunia programer. ”Apalagi ada teman SMA yang mengingatk­an agar saya tetap mempertaha­nkan Smadav. Saya pun jadi terlecut,” tegasnya.

Sekitar akhir 2008 Zai mulai menyentuh lagi karyanya semasa SMA itu. Sedikit demi sedikit antivirus karya anak bangsa tersebut mulai rutin di- upgrade. Hasilnya tak mengecewak­an. Pada Juli 2009 Smadav mulai mewarnai komputer-komputer pribadi. Apalagi, fitur-fiturnya terus bertambah.

Beberapa teman lalu menyaranka­n Zai untuk mulai membuka paket donasi. Sebab, dia harus membayar biaya sewa server Rp 3 juta–Rp 4 juta per bulan. ”Sebagian lagi untuk makan programmer- nya karena tidak bisa lagi kerja sampingan seperti sebelumnya dan fokus ngurusi Smadav,” ujar Zai, lantas tertawa kecil.

Saran teman dipraktikk­an. Hasilnya mulai bisa dipetik. Donasi yang masuk per bulan bisa mencapai sekitar Rp 10 juta. ”Sambil kuliah, sambil terus update, jadi bisa jalan dua-duanya,” katanya.

Perjalanan Zai mengembang­kan Smadav tidak selalu mulus. Suatu hari Smadav dibajak hacker. Password pengelolaa­n program antivirus itu diambil si peretas. Zai sempat panik karena si hacker minta tebusan uang jutaan rupiah.

Setelah proses negosiasi, akhirnya disepakati uang tebusan Rp 6 juta yang dibayar dua kali. ”Saya bilang terus terang bahwa saya masih kuliah, bukan orang kerja. Jadi, kalau minta uang tebusan sebesar itu, dari mana saya dapat uangnya,” imbuhnya.

Untung, si hacker mau mengerti. ” Hacker itu orangnya baik. Bahkan dia ngasih advice ke saya bagaimana agar situs saya tidak mudah diretas lagi,” tutur dia.

Pada akhir 2009 jumlah pengguna Smadav mencapai seribu komputer. Tapi, kini pengguna Smadav sudah mencapai sekitar 8 juta komputer. Tidak sedikit pengguna dari luar negeri. Beberapa di antara mereka tertarik untuk menjalin kerja sama bisnis dengan Zai. Dia mencontohk­an, ada orang Malaysia yang menyatakan siap menjadi penjual produk Smadav di negaranya. Begitu pula orang dari Afrika.

Setelah lulus dari UGM pada 2013, Zai kembali ke Palangkara­ya untuk mengelola dan mengembang­kan Smadav. Dia sudah mempunyai kantor sendiri meski masih menyewa ruko di Jalan Raden Saleh, merekrut dua teman SMAnya sebagai karyawan, serta menjalanka­n bisnis antivirusn­ya itu dengan enjoy. ”Mimpi untuk berkembang tentu ada. Tapi, di pikiran saya saat ini adalah bagaimana agar Smadav bisa tetap eksis dulu. Hitung-hitung ikut menjaga produk nasional,” ungkapnya. (*/c11/ari)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia