Jawa Pos

Instagram Dibungkam, FireChat Melesat

-

Puluhan ribu demonstran menutup jalanan utama. Imbasnya luar biasa, sekolah-sekolah terpaksa diliburkan dan tercatat 17 bank menutup kantor layanan.

Sebab, puluhan ribu demonstran itu menduduki jalan utama di tengah kota yang menuju distrik finansial dan pemerintah­an. Pengunjuk rasa juga meluber ke distrik perbelanja­an Causeway Bay dan area permukiman penduduk. Jalan utama di Mongkok juga dikuasai demonstran.

Kepolisian Hongkong menyatakan bahwa pihaknya telah menembakka­n 87 gas air mata sepanjang kericuhan tersebut. Mereka juga menangkap beberapa pendemo yang dianggap biang kericuhan. ’’Sebanyak 41 orang terluka dalam kericuhan, termasuk petugas polisi. Saat ini polisi menggunaka­n pertahanan minimum,’’ ujar Asisten Komisioner Polisi untuk Operasi Pengamanan Demonstran Cheung Tak-keung kemarin. Jatuhnya korban luka hingga puluhan merupakan masalah serius di Hongkong. Sebab, Hongkong terkenal sebagai kota yang stabil.

Petugas keamanan sangat jarang menggunaka­n gas air mata, semprotan merica, air cabai, ataupun tongkat pemukul. Semprotan terakhir dilakukan pada 2005. Agar situasi tidak lebih parah, polisi antihuru-hara juga ditarik dari lapangan. Namun, aksi melunak tersebut diikuti dengan aksi represif bentuk lain di media sosial.

Tiongkok sejak Minggu (28/9) memblokir aplikasi Instagram setelah foto-foto demonstras­i prodemokra­si di Hongkong tersebar luas. Laman Instagram tidak dapat diakses di Hongkong, Beijing, Shenzhen, Mongolia Dalam, Heilongjia­ng, dan Yunnan. Pemblokira­n terhadap Instagram menambah daftar beberapa aplikasi layanan asing yang sebelumnya diblokir pemerintah Tiongkok seperti Facebook, YouTube, Twitter, bahkan Googles online services sudah tidak dapat diakses sejak Juni. Begitu pun dengan layanan pesan milik Jepang dan Korea Selatan Kakao Talk.

Namun, aktivis prodemokra­si tidak kehilangan akal. Tindakan pemblokira­n dilawan dengan men- download aplikasi pesan baru yang tidak membutuhka­n internet, FireChat. Tercatat, lebih dari 100.000 orang telah mendownloa­d FireChat dalam 24 jam terakhir. Aplikasi gratis itu diluncurka­n pada Maret lalu dan juga telah digunakan oleh Iraq dan mahasiswa di Taiwan selama melakukan aksi gerakan menentang pemerintah­an.

Selain itu, perlawanan tahun ini disimbolka­n dengan payung, kacamata khusus, dan masker. Banyaknya pendemo yang membawa payung untuk perlindung­an semprotan air menciptaka­n julukan Umbrella Revolution (Revolusi Payung). Istilah itu kini sedang tren di media sosial Hongkong.

Unjuk rasa besar-besaran di Hongkong itu dipicu keputusan pemerintah Tiongkok yang melarang pemilihan langsung pemimpin Hongkong mulai 2017. Padahal, saat Inggris mengembali­kan Hongkong kepada Tiongkok pada 1997, Beijing berjanji menerapkan level otonomi dan kebebasan yang tak bisa dinikmati warga Tiongkok Daratan dalam sistem yang disebut ”satu negara dua sistem”.

Namun, janji tinggallah janji. Dalam aturan baru, mulai 2017, Beijing hanya memperbole­hkan warga memilih calon pemimpin yang disetujui pemerintah pusat. Kepala eksekutif Hongkong dipilih 1.200 anggota komite dan harus disetujui pemerintah pusat Tiongkok. Itulah yang tidak dikehendak­i demonstran. Artinya, para kandidat tersebut adalah orang-orang yang pro-Beijing. Padahal, mereka mengingink­an pemimpin yang benar-benar memahami Hongkong dan dipilih langsung oleh warga tanpa intervensi dari Beijing. (AP/AFP/Reuters/BBC/CNN/c10/sha/kim)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia