Kartu Tersebar Masif, Chuljang Massaji Laris
Menyingkap Prostitusi di Incheon yang Liar selama Asian Games
PEMANDANGAN di jalanan Ongnyeondong, Yeonsu-gu, Incheon, setiap hari selalu sama. Kartu-kartu yang menjajakan jasa gadis panggilan tersebar setiap hari.
Dini hari, ada orang-orang yang menyebarkan ratusan kartu bergambar cewek-cewek seksi beserta nomor teleponnya di trotoar. Mereka juga menyelipkannya di mobil-mobil yang diparkir di pinggir jalan. Setiap hari petugas membersihkannya. Namun, kartu-kartu tersebut terus kembali, seolah tidak mau berhenti.
Memang, di kawasan Ongnyeon-dong didirikan banyak motel esek-esek dengan tarif per jam. Walhasil, penyebaran kartu-kartu tersebut memang masif. Itu sama dengan beberapa daerah lain di Incheon. Misalnya, Gyeongwon-daero, dekat Asiad Main Stadium yang menjadi opening ceremony Asian Games 2014 sekaligus venue atletik.
Jika Seoul memiliki tiga ’’kawasan merah’’ populer, yakni Cheongnyangni 588, Yongsan Station, dan Mia-ri, Incheon sama sekali tidak memiliki lokalisasi. Incheon adalah kota terbesar ketiga di Korsel setelah Seoul dan Busan.
Ketegasan pemerintah Kota Incheon tidak mengizinkan transaksi seksual di wilayahnya memang bagus. Tetapi, akal manusia memang panjang. Dipilihlah model usaha baru. Istilahnya chuljang massaji. Jadi, cewek-cewek sengaja dipanggil ke motel atau hotel untuk memijat konsumen. Tentu dengan Prostitusi di Korsel adalah
barang haram, ilegal. Namun, praktik jual beli jasa seks berumur ribuan tahun itu tetap marak dengan berbagai cara. Termasuk di Incheon. plus-plus layanan ranjang.
’’ Chuljang massaji adalah praktik prostitusi yang memang marak di momen saat ini, saat ada event besar seperti Asian Games,’’ kata Kim Myong-on, seorang polisi yang biasa berpatroli di kawasan Yeonsu-gu.
Menurut penjelasan Myong-on, banyak pengusaha ’’lendir’’ yang mengeruk keuntungan berlipat saat Asian Games. Itu dikarenakan tarif jasa seksual mengalami kenaikan. Sebut saja tarif termurah pijat bukan plus-plus yang bisa menembus KRW 100 ribu (Rp 1,4 juta). Berbeda dengan sebelumnya yang berkisar KRW 80 ribu (Rp 913 ribu).
’’Tetapi, ya beda antara gambar kartu dengan aslinya. PSK-nya bukan hanya dari Korsel, melainkan dari Tiongkok, bahkan Mongolia sampai Rusia,’’ jelasnya.
Bukti keseriusan pemerintah Incheon memberantas pornografi bisa dilihat di internet. Situs porno tidak bisa diakses karena diblokir Korea Securities Computer Corp (KSCC). Jasa keamanan tersebut dioperasikan National Police Agency.
’’Susah sekali kalau mau menjebol blokir itu. Pemerintah kayaknya memang serius,’’ ucap Kang Bae-hyun, salah seorang volunter Asian Games di Gyeyang Gymnasium.
Meski internet diblokir, ironisnya televisitelevisi di Korsel bebas menayangkan film-film mesum. Khususnya di hotel. Ada yang gratis, ada juga yang berbayar. Rata-rata harganya KRW 60 ribu (Rp 684 ribu). ’’Tapi, gambar filmnya hanya area dada. Di bawah itu, di area kelamin, disensor,’’ jelas Bae-hyun. (*/ c19/dns)