Peningkatan Tiga Puskesmas Tertahan
SIDOARJO – Sejak tahun lalu Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo mengajukan peningkatan status tiga puskesmas dari rawat jalan menjadi rawat inap. Ketiganya adalah Puskesmas Medaeng, Tulangan, dan Tanggulangin. Namun, hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasi.
Selain izin pusat yang belum turun, fasilitas penunjangnya masih sangat kurang. Tengok saja Puskesmas Tanggulangin. Hingga kemarin (29/9) puskesmas tersebut belum bisa melayani rawat inap. Ruang untuk pasien yang harus dirawat inap belum difungsikan. Fasilitas listrik dan air pun belum tersedia.
Sebenarnya bangunan baru puskesmas yang akan difungsikan sebagai rawat inap tersebut sudah rampung sekitar pertengahan tahun ini. Ada dua ruang inap yang disediakan. Ukurannya cukup luas. Selain itu, terdapat ruang unit gawat darurat (UGD) yang siap menampung pasien. Tetapi, sampai saat ini ruangan tersebut belum bisa digunakan.
’’ UGD- nya masih di luar,’’ ujar salah seorang petugas puskesmas. UGD di puskesmas tersebut memang benar-benar darurat. Posisinya berada di depan pintu masuk utama puskesmas. Berdekatan dengan ruang tunggu pasien dan hanya disekat kain. Maklum, ’’ruang’’ UGD itu sejatinya adalah lorong puskesmas.
’’Puskesmas Tanggulangin masih menunggu sarana dan prasarana untuk penunjang rawat inap,’’ kata Kepala Dinkes Sidoarjo dr Ika kemarin. Meskipun belum penuh melayani rawat inap, menurut Ika, puskesmas tersebut beroperasi hingga malam. Khusus UGD buka sampai pukul 21.00.
Sementara itu, Puskesmas Medaeng sudah melayani rawat inap meski masih terbatas. Yakni, maksimal dua pasien rawat inap. Puskesmas Tulangan, lanjut Ika, baru mulai pembangunan fisik.
Di Sidoarjo, saat ini terdapat 26 puskesmas. Sebanyak 13 puskesmas telah aktif melayani rawat inap, sedangkan 13 puskesmas lain hanya untuk warga yang menjalani rawat jalan. Dengan ditingkatkannya status Puskesmas Medaeng, Tulangan, dan Tanggulangin, nanti ada 16 puskesmas yang melayani rawat inap.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Sidoarjo dr Idong Djuanda berharap pemerintah pusat segera merealisasikan usul tersebut. Menurut dia, peningkatan status puskesmas itu bakal memaksimalkan pelayanan kepada warga. ’’Setidaknya ini akan membantu warga yang sakit dan ingin dirawat di puskesmas yang dekat dengan kediamannya,’’ kata Idong.
Selain itu, warga tidak perlu khawatir lagi bila sewaktu- waktu membutuhkan pertolongan kesehatan. Sebab, puskesmas rawat inap akan buka nonstop selama 24 jam. Tidak lagi sekadar melayani pasien mulai pagi sampai sore.
Di lain sisi, lanjut Idong, perubahan status juga membawa konsekuensi bagi puskesmas itu sendiri. Misalnya, jumlah tenaga medis seperti dokter dan perawat pasti juga meningkat. Hal itu merupakan problem tersendiri jika pemerintah daerah tidak sanggup menyediakan gajinya.
Belum lagi masalah bangunan dan ruang rawat inap yang harus dipenuhi puskesmas. Untuk menjadi puskesmas berstandar rawat inap, setidaknya terdapat minimal sepuluh tempat tidur untuk pasien. ’’Dengan asumsi, lima tempat tidur untuk pasien laki-laki dan lima bagi perempuan,’’ katanya.
Meski begitu, Idong memastikan bahwa ruang rawat inap baru bisa direalisasikan setelah mendapat persetujuan pusat tahun depan. Dengan begitu, mulai tahun depan jumlah puskesmas dengan status rawat inap akan bertambah menjadi 16 unit. Sepuluh puskesmas lain masih melayani rawat jalan.
’’Untuk puskesmas pembantu (pustu) saat ini ada 63 unit,’’ ujar Idong. Pustu berfungsi untuk membantu puskesmas induk melayani warga. Karena itu, lokasi pustu lebih dekat dengan warga. Biasanya pustu didirikan untuk melayani warga di wilayah yang luas. Contohnya, Kecamatan Tarik. Di wilayah itu terdapat tiga pustu. (may/c7/pri)