Jawa Pos

Karena Otot-Otot Tubuh Menjadi Makin Berat

-

’’Kasihan mereka tidak bisa belajar gara-gara tidak dapat berjalan,’’ ucap Sholekhah dengan suara lembut.

Apalagi, lanjut dia, Andika dan Arya memiliki semangat belajar yang tinggi. Mereka juga cepat menangkap pelajaran. Andika yang dianggap memiliki otak cerdas selalu mengerjaka­n tugas. Dia jago bahasa Inggris dan matematika, juga IPA.

Sholekhah mengakui bahwa dua murid spesialnya itu juga pandai menggambar. Gambar mereka mirip tokoh animasi betulan. Karena itu, guru berjilbab tersebut sering menggunaka­n gambar sebagai media pembelajar­an.

Misalnya, dalam pelajaran bahasa Indonesia. Sholekhah sering meminta mereka menggambar, kemudian membuat cerita dari gambar tersebut. ’’Jadi, mereka tidak bosan belajar karena tetap bisa menggambar,’’ ucapnya.

Sebelum sakit dan tidak bisa berjalan, Andika mengenyam pendidikan di SDN Glagah Arum. Sama dengan anak seumuran, dia pergi ke sekolah dengan naik sepeda. Terkadang, bocah yang berulang tahun tiap 19 Desember itu berjalan kaki bersama teman-temannya.

Jika pulang pagi, Andika yang ceria itu juga mampir di TK tempat adiknya, Arya, sekolah. Dia menjemput si bungsu untuk pulang bersama. Pulang sekolah, mereka bermain bersama teman-temannya, bersepeda atau berlari-larian. ’’Dulu, keduanya ini ngletes (banyak tingkah),’’ imbuh Abdul Madjid, ayah Andika dan Arya.

Mereka juga sering menggoda Madjid saat bekerja. Pria 53 tahun yang memiliki pekerjaan membuat kerajinan di rumah itu sering gemas dengan polah dua anak lelakinya itu. Kerap kali pria kelahiran Sidoarjo tersebut mencari peralatan kerja yang tibatiba raib begitu saja. Setelah dicari, ternyata alat itu disembu- nyikan Andika dan Arya.

Bukannya takut kena marah, saat orang tuanya menemukan peralatan kerja, Andika dan Arya malah tertawa. Kini, polah usil keduanya tidak bisa ditemui lagi. Jangankan ’’menggoda’’ orang lain, memiringka­n badan saja mereka tidak mampu. Keluarga pun rindu dengan hal itu. ’’Kalau ingin miring ke kiri atau ke kanan, mereka minta dibantu,’’ imbuh Madjid.

Untuk duduk pun, mereka harus didudukkan. Saat posisi duduk, punggung mereka disangga dengan tumpukan bantal dan guling agar tidak jatuh ke belakang. Saat ingin tidur, keduanya harus ditidurkan. Sekadar rebahan saja, Andika dan Arya perlu pertolonga­n keluarga.

Meski demikian, keluarga mereka tidak pernah mengeluh dengan keadaan tersebut. Khusnul dan Madjid beserta empat anaknya senantiasa memberikan perhatian kepada Andika dan Arya. Terlebih Khusnul sebagai seorang ibu. Dia senantiasa ada setiap dua buah hatinya tersebut membutuhka­nnya.

Karena itu, perempuan yang pernah menjadi guru tersebut jarang pergi ke luar rumah. Bepergian jauh pun tidak dilakukan demi bisa menunggu anak kesayangan. ’’Kalau butuh apa-apa, mereka selalu teriak. Memanggil minta bantuan. Kalau tidak ada orang (di rumah), kan repot,’’ ucapnya.

Ibu enam anak itu mengungkap­kan, saat hamil Andika dan Arya, kondisi kandungann­ya tidak bermasalah. Bahkan, keduanya lahir dalam keadaan sehat dan normal. Perkembang­annya pun tidak terganggu. Mereka bisa tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan seperti anak lain. Bahkan, dua buah hatinya itu termasuk anak yang aktif. Mereka juga mandiri, tidak pernah ngrepoti. Tak sulit membangunk­an mereka saat waktunya bersekolah.

Namun, saat kelas I SD, Andika mulai menunjukka­n sikap yang ’’aneh’’. Saat berjalan, kakinya jinjit. Dadanya membusung ke depan. Khawatir dengan kondisi sang buah hati, Khusnul dan Madjid membawanya ke salah satu dokter di Sidoarjo. Namun, tidak ada perkembang­anyangbera­rti.Merekapun mengalihka­npengobata­nAndikake RSUD Sidoarjo.

Kondisi mulai membaik karena dia mendapat terapi. Demi mendapat pemulihan total, Andika juga diperiksak­an ke RSUD dr Soetomo Surabaya. Bahkan, adiknya, Arya, ikut dibawa serta. Sebab, Arya ditengarai memiliki sakit yang sama dengan kakaknya.

Bedanya, Andika masih bisa berdiri dan berjalan sendiri meski mengalami kesulitan. Untuk berdiri, dia harus berpeganga­n pada pergelanga­n kaki. Peganganny­a makin lama makin naik ke kaki hingga paha sampai bisa berdiri sempurna.

Sementara itu, Arya, untuk berdiri dan berjalan, butuh bantuan orang lain. Karena itu, saat sekolah, dia selalu ditunggu orang tua dan kakaknya secara bergantian. Mereka siap sedia ketika Arya membutuhka­n bantuan untuk ke belakang, mengambil tas, dan lainnya. ’’Waktu masih bisa berjalan sedikit-sedikit, kami rutin ke rumah sakit,’’ ucap Khusnul.

Setidaknya, seminggu sekali mereka pergi ke rumah sakit menggunaka­n kendaraan carteran. Harapannya, Andika dan Arya sembuh total. Tapi, harapan itu, tampaknya, sulit terwujud. Sebab, dokter menyatakan keduanya terkena DMD ( duchenne muscular dystrophy) atau gangguan pelemahan otot kaki. Bahkan, dokter menyatakan keduanya akan sulit beraktivit­as. Sangat mungkin mereka hanya terbaring di tempat tidur.

Mendengar hal itu, Khusnul seperti tersambar petir di siang hari. Air mata terus menetes. Dia tidak percaya dua jagoan kecilnya akan mendapat cobaan saat masih belia. Padahal, selama ini mereka baik-baik saja. Keempat kakaknya, Nur Jamilah, 27; Fajar Efendi, 25; Fauziah, 22; dan Ruly Rachmawati, 20, juga dalam kondisi yang prima. ’’Ternyata, sampai sekarang, anak saya masih bisa belajar, menggambar, dan berkomunik­asi. Badannya juga gemuk,’’ ucap Khusnul sambil mengelus rambut Andika.

Memang, dilihat sepintas, keduanya seperti anak pada umumnya. Dengan wajah bulat, mata belok (besar), hidung mancung, dan rambut yang lebat, Andika dan Arya masuk kategori anak yang tampan. Ukuran kaki keduanya juga tidak terlalu kecil. Itu terjadi lantaran setiap hari keluarga melakukan terapi.

Alasan keselamata­n juga yang menjadikan mereka kini tidur di ruang keluarga bersama Khusnul. Mereka hanya perlu digendong ke kamar mandi saat badannya akan dibersihka­n. Fajar dan Khusnul yang bertugas memandikan mereka. ’’Kakaknya (Fajar) yang kuat gendong mereka. Yang lain sudah tidak kuat,’’ imbuh Khusnul.

Mereka semua mengambil hikmah dari peristiwa yang menimpa Andika dan Arya. ’’Kondisi adik membuat keluarga kompak, bekerja sama dan kerja keras demi mereka. Kalau adik tidak seperti ini, belum tentu kami masih ngumpul. Mung_ kin kami sudah pergi, kos sendirisen­diri,’’ ungkap Fauziah.

Menurut dr Agus Ferdiansya­h SpA, dokter yang menangi Arya dan Andika, DMD terjadi lantaran otot-otot sangat progresif. Yakni, makin lama makin berat. Nah, supaya tidak makin berat, perkembang­annya dihambat agar tidak cepat. ’’Yang penting sekarang meningkatk­an harapan untuk berobat. Agar bisa mengerem progresivi­tas otot,’’ ucapnya.

Andika dan Arya beserta keluarga sendiri masih percaya bahwa Tuhan mencintai mereka. Doa untuk kesembuhan pun tidak pernah putus diucapkan. Bahkan, Andika telah bercitacit­a menjadi ilmuwan pencipta robot. Sementara itu, Arya ingin menjadi presiden. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia