Jawa Pos

Segar-Manis Olahan Belimbing Wuluh

Salah Satu Produk Unggulan Warga Kelurahan Genteng

-

BELIMBING wuluh biasanya hanya dimanfaatk­an sebagai pelengkap atau penyedap untuk memasak sayur. Namun, tidak demikian halnya dengan warga RT 2, RW 8, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng. Mereka menyulap belimbing wuluh itu menjadi beragam produk unggulan. Di antaranya, manisan dan sirup.

Dua produk itu masuk ke pasar lokal di Surabaya. Selama ini permintaan pasar sudah lumayan. Produk sirup, misalnya. Rasa khasnya sungguh menyegarka­n. Kecut-kecut manisnya dijamin menjadi pengobat dahaga bagi yang meminumnya.

Dua produk turunan belimbing wuluh itu diproduksi belasan home industry di kampung tersebut. Masing-masing memiliki label. Meski berbeda-beda, mereka tidak bersaing. Malah antarwarga bekerja sama dalam memperoleh bahan dan memasarkan produk.

Inovasi belimbing wuluh itu muncul sejak 2008. Hal tersebut berawal dari kreativita­s Wiwik Sri Haryati, salah seorang warga di kampung itu. Semula dia hanya memanfaatk­an belimbing wuluh di depan rumahnya. Buah tersebut disulap menjadi manisan. ’’Saya jual manisan itu dari rumah ke rumah lain. Eh, laku juga,’’ ucapnya.

Setahun berselang, Wiwik beradu kebolehan dengan hasil karyanya itu ke kuliner tingkat provinsi. Hasilnya, produk tersebut menduduki urutan ketiga dan mengalahka­n banyak peserta dari kabupaten/kota lain di Jawa Timur. Karena itu, semangat untuk berkarya semakin tinggi. Wiwik tidak lagi membuat manisan. Tapi, berkembang pada pembuatan sirup. ’’Semua kami buat secara alami tanpa ada bahan pengawet dan bahan kimia,’’ ujar Wiwik.

Cara membuat produk belimbing wuluh itu pun terbilang tidak sulit. Belimbing yang belum terlalu tua ditusuk-tusuk dengan menggunaka­n garpu kecil atau tusuk gigi. Selanjutny­a, direndam dengan air kapur. Waktu merendam minimal tiga jam. Namun, jika ingin terasa lebih renyah, belimbing wuluh bisa direndam satu hari. ’’Air kapur itu digunakan untuk menghilang­kan getah,’’ ungkapnya.

Setelah direndam, belimbing ditiriskan. Siapkan 1 liter air dan 1 kilogram gula pasir. Keduanya diaduk dan direbus hingga mendidih. Setelah mendidih, 1 kilogram belimbing dimasukkan ke air tersebut. ’’Lalu biarkan minimal dua hari,’’ ucapnya.

Warna belimbing yang semula hijau pun berubah menjadi cokelat. Bentuknya kisut, namun rasanya manis asam. Pasti membuat ngiler. ’’Ini sudah bisa dimakan,’’ ujar Wiwik.

Setelah belimbing wuluh ditiriskan, ada sisa air di dalam tempat tersebut. Nah, sisa air itu ditambah gula dan dipanaskan. Setelah dingin, jadilah sirup dan dikemas dalam botol.

Menurut Sahri, ketua RT setempat, sebenarnya potensi belimbing wuluh masih bisa digali lagi. Tidak hanya sirup dan manisan, tapi bisa juga menjadi keripik.

Sahri optimistis warga kampung yang berjumlah 50 kepala keluarga (KK) itu bisa mewujudkan­nya. Sebab, mereka sudah pernah menyaksika­n langsung pembuatan keripik saat studi banding ke Batu. Bahkan, semua warga ingin membuat keripik dari belimbing wuluh. Namun, harga alat pengeringn­ya Rp 25 juta. ’’Kami belum mampu membelinya,’’ ungkap Sahri. (riq/c7/hud)

 ?? DIMAS ALIF/JAWA POS ?? BAHAN BAKU: Wiwik Sri Haryati memetik belimbing wuluh di halaman rumahnya.
DIMAS ALIF/JAWA POS BAHAN BAKU: Wiwik Sri Haryati memetik belimbing wuluh di halaman rumahnya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia