PDIP Siap Kawal Perppu SBY
SBY mengakui, sebagai presiden, dirinya tidak bisa menolak UU Pilkada tersebut. Sebab, saat sidang paripurna, kubu pemerintah telah diwakili Mendagri Gamawan Fauzi.
’’Karena Presiden menunjuk menteri untuk mewakili membahas UU tersebut, meskipun menteri tidak eksplisit memberi persetujuan, namun sama saja (tetap memberikan persetujuan). Jadi, kesimpulannya, tidak ada jalan bagi Presiden untuk tidak bersetuju atas apa yang dihasilkan dari sidang paripurna DPR yang lalu,’’ papar SBY dalam konferensi pers di Ban- dara Halim Perdanakusuma kemarin dini hari (30/9).
Meski begitu, dia menekankan bahwa pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi aspirasi rakyat yang menginginkan sistem pilkada langsung. Karena itu, pihaknya telah mempersiapkan opsi cadangan atau plan B.
Awalnya, SBY masih menyimpan rapat opsi cadangan tersebut. Namun, setelah rapat konsolidasi dengan anggota terpilih DPR dari Partai Demokrat selepas siang kemarin, presiden keenam RI itu akhirnya mengungkapkan opsi plan B yang dimaksud. Yakni, menerbitkan perppu.
’’Sayang sekali, sekali lagi apa yang diperjuangkan Fraksi PD kemarin tidak tembus menjadi opsi tersendiri atau paling tidak opsi gabungan, langsung dengan perbaikan. Berkaitan dengan itu, saya sedang mempersiapkan perppu. Intinya, perppu ini saya ajukan ke DPR setelah saya, katakanlah hari ini atau besok, menerima draf RUU sidang paripurna kemarin,’’ ungkapnya dalam konferensi pers di Hotel Sultan kemarin sore.
Dia mengungkapkan, sesuai dengan prosedur, dirinya harus menandatangani UU Pilkada tersebut sebelum mengajukan perppu. SBY pun berjanji segera menandatangani UU itu sehingga bisa langsung mengajukan perppu ke DPR. Dia juga memastikan perppu tersebut memuat pasal-pasal yang mengatur pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan mendasar.
’’Maka sambungan utama perppu ini juga sistem pilkada langsung dengan perbaikan. Saya tanda tangani yang ada karena itu pintu masuk dan pada saat yang sama saya ajukan perppu-nya,’’ katanya.
Menurut SBY, dirinya mengambil risiko menerbitkan perppu dengan memanfaatkan kewenangannya sebagai presiden. Dia menguraikan, subjektivitas perppu ada pada presiden. Meski begitu, perppu tersebut tetap harus diajukan ke DPR. Sebab, objektivitas perppu berada di dewan. Karena itu, upaya SBY tersebut juga bakal sia-sia jika perppu itu ditolak DPR.
’’Ini politik. Saya mengambil risiko dan saya sudah mengambil keputusan untuk mengajukan perppu. Kalau DPR juga mendengarkan aspirasi dan kehendak rakyat, mestinya sistem pilkada langsung dengan perbaikan inilah yang kita anut lima tahun mendatang,’’ tegasnya.
Syarat Genting
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menilai rencana untuk mengeluarkan perppu tersebut tidak tepat. Sebab, syarat situasi ’’kegentingan yang memaksa’’ sebagaimana pasal 22 ayat 1 UUD 1945 tidak terpenuhi.
Dia juga menilai bahwa Presiden SBY tidak wajar menyatakan telah terjadi kegentingan yang memaksa bagi kondisi yang diusulkan dan disetujui presiden sendiri. ’’Upaya-upaya oleh Presiden SBY terkait dengan UU Pilkada hanyalah usaha untuk menyelamatkan citranya pada akhir masa jabatan. Karena itu, harus ditolak,’’ ujar Ronald.
Di tempat terpisah, rencana SBY menerbitkan perppu tentang pilkada memancing reaksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Martin Hutabarat menilai langkah SBY tersebut menurunkan derajat dirinya sebagai negarawan. ’’SBY sekarang memainkan perannya sebagai politikus,’’ ujarnya di Jakarta kemarin.
Menurut dia, tidak ada alasan kuat bagi SBY untuk membuat perppu. Sebuah perppu harus dibuat dalam keadaan genting dan memaksa. Sementara itu, saat ini posisi genting dan memaksa tersebut, tampaknya, lebih terjadi pada posisi SBY yang terpojok pasca penetapan UU Pilkada.
’’Perppu itu dikeluarkan harus dengan alasan yang kuat. Misalkan, ada kekosongan hukum dan DPR tidak dalam keadaan bersidang,’’ jelasnya.
Sementara itu, dalam rapat terbatas tadi malam, Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan, pemerintah menilai perppu tentang UU Pilkada tersebut telah memenuhi syarat untuk dikeluarkan. ’’Rapat pematangan subuh tadi sekaligus pematangan penerbitan perppu itu. Jadi, segera diterbitkan,’’ kata Gamawan setelah rapat terbatas di Kantor Presiden tadi malam.
Soal syarat keadaan genting yang dinilai tidak memenuhi syarat penerbitan perppu, Gamawan menegaskan bahwa hal tersebut telah dipertimbangkan dengan matang. Dia menguraikan, penerbitan perppu tidak hanya berdasar kondisi genting atau memaksa, namun telah memenuhi persyaratan-persyaratan lain dalam putusan MK Nomor 138.
’’Ada kriterianya. Kalau hanya lihat genting atau memaksa, menurut saya, itu terlalu umum. Harus ada ukuran-ukuran. Itu bisa kita rujuk dalam Putusan MK Nomor 138. Di situ jelas ada kriteria-kriteria. Di situ kita terjemahkan menurut subjektivitas presiden itu sudah memenuhi syarat,’’ jelasnya.
Pernyataan Gamawan tersebut diperkuat Wamenkum dan HAM Denny Indrayana. Denny mengungkapkan, presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk menerbitkan perppu. Karena itu, jika presiden menilai penerbitan perppu disebabkan adanya kegentingan yang memaksa, hal tersebut tidak menjadi masalah.
PDIP Mendukung
Di lain pihak, presiden terpilih Joko Widodo mengapresiasi sikap SBY yang akhirnya menyiapkan perppu untuk mengganti UU Pilkada yang menggunakan sistem pilkada melalui DPRD dengan sistem pilkada langsung. ’’Kami sudah tahu semuanya. Rakyat menghendaki pilih langsung karena hak politik rakyat dihargai, didengar,’’ ujar Jokowi di depan rumah dinas gubernur DKI Jakarta kemarin.
Senada dengan Jokowi, PDIP mendukung penuh langkah SBY yang menerbitkan perppu. Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari menegaskan bahwa partainya akan mengawal pengesahan perppu tersebut di Senayan. ’’Dengan asas kemanfaatan, pasti kami dukung persetujuan di DPR,’’ ujarnya. (ken/bay/c5/kim)