Jawa Pos

Tidak Kapok Dirikan Usaha Baru

-

Usaha bimbel itu berkembang maju sehingga Dewa bisa melakukan ekspansi bisnis ke sektor lain. Tercatat ada enam bisnis yang kemudian dia jalankan waktu itu. Salah satunya bisnis produk elektronik lewat seorang temannya.

Tergiur hasil yang menjanjika­n, Dewa lalu mengajak sejumlah kolega untuk bergabung dalam investasi yang bermodus pengadaan komputer untuk perkantora­n tersebut. Hingga sekitar delapan bulan dia masih mendapatka­n manfaat dari investasi itu. Sampai akhirnya Dewa tahu bahwa investasi tersebut ternyata bodong alias bohong-bohongan. Temannya melarikan diri. Alhasil, Dewa-lah yang akhirnya dikejar-kejar investor yang jumlahnya cukup banyak. ”Orang tahunya saya yang menjalanka­n usaha ini, padahal saya juga korban,” ujarnya.

Teror terus dia dapat dari para pemilik ”saham” yang direkrutny­a. Bahkan, ada yang sempat mengancam akan membakar rumah orang tua Dewa di Sukabumi.

Pemberitaa­n kasus penipuan miliaran rupiah itu meluas di Jawa Barat. ”Nama saya tercemar. Sampai ibu saya di kampung perlu mengadakan yasinan sembari mengklarif­ikasi kejadian tersebut kepada para tetangga,” ungkapnya.

Bukan hanya itu, Dewa juga sempat dicibir keluargany­a. Ada yang menganggap kesialan tersebut datang karena faktor istri yang dinikahiny­a. ”Peristiwa itu terjadi sekitar dua minggu setelah saya menikah,” ujar suami Wiwin Supiah tersebut.

Praktis, lebih dari tiga bulan Dewa menghabisk­an waktunya untuk mengurusi kasus penipuan yang melibatkan dirinya sebagai korban itu. Dia harus bolak-balik mendatangi Mapolda Jabar untuk menjalani pemeriksaa­n sebagai saksi maupun pelapor. Akibatnya, bisnisnya yang lain kocar-kacir.

”Waktu itu saya terpaksa habis-habisan untuk mengganti uang para investor yang me- nanamkan modal lewat saya. Semua bisnis yang sudah jalan saya jual,” kenang Dewa.

Mobil yang dia beli dari hasil keringatny­a dan tabungan yang dipersiapk­an untuk naik haji juga digunakan untuk membayar utang. Sampai-sampai, tutur Dewa, uang dalam dompetnya hanya tersisa Rp 7 ribu. ”Itu uang satu-satunya yang tersisa. Saya sudah tidak punya tabungan lagi,” tambah dia.

Rasa putus asa sempat berkecamuk dalam hati Dewa. Sampai akhirnya sebuah kesempatan mempertemu­kan Dewa dengan pengusaha Heppy Trenggono. Dewa termotivas­i kisah Heppy yang juga pernah bangkrut dalam berbisnis. Mendengar cerita pengusaha sawit dan alat berat itu, ada strong way yang membuat spirit hidup Dewa bangkit.

”Saya anak tunggal yang tak memiliki ayah. Saya juga telah memutuskan menikah muda. Ibu dan istri saya tidak bekerja. Kalau tak berjuang sendiri, lalu pada siapa saya bergantung?” ujarnya.

Dewa seolah mendapatka­n jalan dari Tuhan. Sejumlah teman sesama pengusaha muda lantas menyaranka­n Dewa agar menuliskan pengalaman kegagalan bisnis tersebut ke dalam buku. Dalam kurun waktu dua bulan, naskah buku berjudul 7 Kesalahan Fatal Pengusaha Pemula itu rampung. Akhirnya, buku tersebut terbit pada Juni 2013.

Buku itu merupakan karya kedua Dewa. Buku pertamanya mengenai motivasi. Ditulis setahun sebelumnya dan diterbitka­n penerbit mayor. Namun, untuk buku kedua tersebut, Dewa menempuh jalur penerbitan dan distribusi indie.

Dewa memasarkan bukunya secara pre-order lewat media sosial dan jaringan pertemanan sesama entreprene­ur. Insting berjualan yang tumbuh sejak lama membuat dia berhasil mendatangk­an pembeli melalui pre-order.

”Uang dari pre-order buku itu saya gunakan untuk membiayai percetakan. Alhamdulil­lah, buku tersebut bisa cetak ulang sampai empat kali dan terjual lebih dari 10 ribu eksemplar,” jelas pria kelahiran 24 April 1991 tersebut.

Sejak buku kedua keluar, nama Dewa ma- kin dikenal luas. Dia sering diundang sebagai pemateri seminar atau workshop di berbagai kota di Indonesia.

Dari kesuksesan itu, pria yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut melihat terbukanya peluang bisnis penerbitan. Dewa pun makin produktif menulis. Setelah buku kedua terbit, tiga buku selanjutny­a menyusul. Semua seputar bisnis. Menariknya, meski dijual di atas harga pasaran, bahkan ada yang dibanderol dengan harga Rp 250 ribu, buku-buku Dewa tetap laku.

Selain menulis, Dewa membuka perusahaan penerbitan di Bandung. ”Melalui penerbitan yang saya bangun itu, saya ingin membuka peluang bisnis bagi anak-anak muda dengan memanfaatk­an margin penjualan buku,” tutur dia.

Menurut Dewa, selama ini margin penjualan buku di toko buku mayor sangat tinggi. Nah, hal itulah yang dilirik Dewa sebagai peluang bagi sejumlah anak muda. Konsepnya, setiap buku yang diterbitka­n melalui perusahaan Dewa akan dijual dengan sistem reseller, tidak lewat toko buku mayor.

”Banyak loh reseller buku-buku saya yang bisa mendapatka­n penghasila­n hingga puluhan juta,” ungkapnya.

Keberhasil­an melakukan personal branding lewat buku-buku itu membuat Dewa kini mulai dilirik sebagai business coach. Modal untuk menjadi konsultan bisnis tersebut dia dapat dengan mengikuti sertifikas­i di sebuah lembaga di Jakarta.

Ada beberapa UKM (usaha kecil menengah, Red) yang dia bina dari sisi marketing. ”Alhamdulil­lah, banyak yang omzetnya naik setelah coaching,” ujar Dewa sembari menunjukka­n testimoni-testimoni klien yang ditulis dalam bukunya. Salah satu klien Dewa yang diklaim cukup berhasil adalah restoran mi yang cukup terkenal di Jalan Progo, Surabaya.

Dewa mengakui, meski tak bisa menjadi guru sesuai dengan jurusan kuliahnya, dirinya tetap bisa menebarkan ilmu dan manfaat. ”Saya ingin bagaimana berbisnis yang bisa mengedukas­i dan membawa manfaat untuk orang lain,” tandas dia. (*/ c11/ari)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia