Pembinaan Jatim Ketinggalan Zaman
SURABAYA – Inovasi terus dilakukan KONI Jatim demi program pemenangan menuju PON 2016 di Jabar. Setelah terpuruk pada PON 2012 di Riau, kali ini KONI meminta masukan dari Departemen Olahraga dan Rekreasi Australia Barat.
’’Sistem pembinaan dan prestasi olahraga di Jatim seperti di Australia 40 tahun lalu, sangat ketinggalan zaman. Pengetahuan mengenai sport science tidak begitu diterapkan di sini. Karena itulah, prestasi di Jatim cenderung menurun,’’ tegas Tim Ackland, salah seorang staf ahli Departemen Olahraga dan Rekreasi Australia Barat, kemarin (30/9).
Dia melihat pembibitan atlet di Indonesia kurang diperhatikan, khususnya di Jatim. Minimnya kejuaraan di usia dini menjadi penghambat perkembangan prestasi olahraga di Jatim.
Pria yang juga pimpinan School of Sport Science, Exercise, and Health The University of Western Australia itu kemudian menceritakan bagaimana Australia pernah terpuruk ketika tidak mendapat satu medali emas pun di Olimpiade Montreal, Kanada, pada 1976. Pemerintah Negeri Kanguru tersebut lantas benarbenar menyeriusi sistem pembinaan atlet dengan merancang program sport plan.
Program peningkatan prestasi atlet itu merupakan kolaborasi antara staf tenaga profesional dengan latar belakang minimal doktor sport science dan para pelatih berpengalaman yang bersertifikat. ’’Kami benar-benar memperhatikan setiap detail pembinaan atlet dengan memanfaatkan sport science. Tidak hanya fokus untuk event terdekat, tetapi juga pembinaan jangka panjang,’’ papar Ackland.
Terutama cabor-cabor unggulan yang kaya medali seperti renang, atletik, menembak, dan senam. Juga, beberapa cabor populer seperti sepak bola, voli, dan basket.
Bukan hanya itu, nutrisi atlet juga harus diperhatikan. Ackland kemudian menjelaskan, kebutuhan nutrisi, baik makanan maupun suplemen, tiap cabor sangatlah berbeda. Hal itu tidak boleh disamakan.
’’ Misalnya, cabor angkat besi. Kebutuhan nutrisinya jelas le b ih banyak daripada atlet re nang atau atletik. Sebab, mereka lebih mem butuhkan banyak protein untuk membentuk otot,’’ urainya.
Di sisi lain, pelatih juga ditekankan melakukan pembinaan sesuai spesifikasi setiap atlet. Tujuannya, meminimalkan cedera.
Direktur Proyek Internasional Departemen Olahraga dan Rekreasi Australia Barat Hallam Pereira mencontohkan, perlakuan atlet renang dalam nomor sprint harus dibedakan dengan atlet renang long distance. ’’Sprinter hanya boleh difokuskan pada speed. Berbeda dengan perenang long distance yang membutuhkan penguatan endurance,’’ ucap pria yang pernah menjadi pemandu tim DetEksi Basketball League (DBL) saat melawat ke Australia Barat pada 2009 itu.
Dia kemudian menjelaskan, di Indonesia menu latihan renang cenderung disamakan. Dan, kebanyakan menekankan kemampuan upper body. Padahal, kekuatan otot kaki dan otot perut juga perlu diperkuat dengan cara berlari atau fitness rutin. Sebab, lanjut dia, jika terlalu memforsir upper body, perenang rawan cedera.
Secara terpisah, Dudi Priharyadi, salah seorang pelatih puslatda renang Jatim, mengaku senang dengan lawatan staf ahli dari Australia Barat itu. (okt/c17/ham)