Guru Malas Conversation, Semua Acara Televisi Dubbing
Usaha Keras Pemerintah Korsel Memasyarakatkan Bahasa Inggris
Orang Korsel lumayan buruk dalam berbahasa Inggris bahkan untuk kata-kata yang sangat sederhana sekalipun. Itu tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi juga anakanak muda perkotaan besar seperti Incheon. GAYANYA memang ala rapper Amerika Serikat (AS). Yakni, memakai topi baseball, kalung panjang, dan pakaian gombroh. Namun, Park Jong-hwa yang menjadi kasir sebuah toko franchise serba guna asal AS di wilayah Ganghwa-gun, Incheon, sama sekali tidak nyambung saat diajak bicara berbahasa Inggris.
Ketika wartawan Jawa Pos bertanya apakah burger di rak makanan mengandung daging babi ( pork) atau sapi ( beef), Jong-hwa terus menggeleng. ’’ Slowly, please,’’ ujarnya.
Wartawan Jawa Pos lalu melambankan kata-kata. Tetapi, dia tetap tidak nyambung. Saat ditanya letak microwave, Jong-hwa juga tidak paham.
Jika anak muda berpenampilan ala Amrik saja tidak mengerti kata-kata mudah dalam bahasa Inggris, bisa dibayangkan tidak ngeh- nya orangorang paro baya di Korsel.
Di arena Asian Games 2014 sekalipun, buruknya orang Korsel dalam berbahasa Inggris juga terasa. Petugas keamanan, penjaga pintu, dan petugas bagian pemeriksaan orangorang yang masuk arena, bahkan panitia yang memakai baju resmi sama sekali tidak mengerti bahasa Inggris. Mungkin hanya volunter di bagian-bagian khusus seperti transportasi atau di Main Press Center (MPC) yang cukup fasih berbahasa Inggris. Sisanya mendekati nihil.
’’Orang Korsel tidak percaya diri untuk berbicara bahasa Inggris. Padahal, mereka juga mendapatkan pelajaran bahasa Inggris sejak sekolah menengah,’’ cetus Kim Pyung-hwa, press manager di Gyeyang Gymnasium.
Pyung-hwa bisa cas cis cus berbahasa Inggris karena pernah berada di New York selama sepuluh tahun. Menurut dia, sejak sepuluh tahun terakhir, bahasa Inggris diajarkan mulai kelas tiga sekolah dasar di Korsel. Itu berbeda dengan sebelumnya yang baru diperkenalkan di sekolah menengah pertama.
’’ Tetapi, mereka hanya belajar soal grammar dan kata, tidak berbicara dan mendengar. Jadi, mereka memang sulit berkomunikasi. Namun, daripada Jepang, kami lebih baik lah,’’ ucap Pyung-hwa yakin.
Baek Seung-jae, jurnalis dari koran Joongboo Il Bo menuturkan, pemerintah Korsel gencar memasyarakatkan bahasa Inggris sejak 2008. Guru-guru asing didatangkan. Sebab, dengan banyaknya orang yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik, sektor pariwisata diyakini bisa meningkat. ’’Tetapi, lama-kelamaan, jumlah guru asing mulai berkurang karena sistem kerja mereka dikontrak dan kontrak mereka mulai habis,’’ jelas pria 31 tahun tersebut.
’’Apalagi bahasa Korea memakai huruf hangul. Jadi, guru asing dibuat pusing sendiri. Mereka malas mempraktikkan conversation kepada siswanya. Kalau belajar, yang penting lulus,’’ imbuh wartawan yang pernah tiga bulan berada di Filipina untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya itu.
Faktor lain penyebab warga Korsel tidak mau meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya adalah acaraacara televisi. Setiap acara-acara yang berbahasa Inggris hampir selalu didubbing ke bahasa Korea. (* c20/dns)