Aceh Berterima Kasih kepada Dunia
Bangkit berkat Kesetiakawanan dari Dalam dan Luar Negeri
BANDA ACEH – Suasana penuh haru tampak dalam peringatan sepuluh tahun tsunami Aceh di makam masal korban tsunami di Ulee Lheue, Banda Aceh, kemarin. Sekitar 150 keluarga korban datang dari berbagai daerah di Indonesia untuk berziarah ke makam yang ditempati lebih dari 14.800 jenazah tersebut.
Berdasar pantauan wartawan koran ini, mereka berzikir dan membaca kitab suci Alquran di kawasan makam. Karena sebagian jenazah berasal dari kawasan Peunayong, ratusan hio menyala di sepanjang selasar makam yang ditumbuhi rumput.
Salah seorang peziarah adalah Abu Bakar, 56. Anggota yang bertugas di Pusdik Setukpa Polri, Sukabumi, itu sengaja datang ke Banda Aceh untuk berziarah bersama istri dan anaknya
”Saya kehilangan ratusan keluarga dan kerabat,” ujar pria asli Ulee Lheue tersebut dengan wajah sedih.
Abu Bakar mengaku bahwa kampung halamannya lenyap ditelan gelombang tsunami. Dia kehilangan seluruh kerabat dan orang-orang yang dikenalnya. Bahkan, rumah masa kecilnya di Ulee Lheue pun rata dengan tanah dan hingga kini dibiarkan ditumbuhi belukar.
Suasana berbeda terasa di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Pusat peringatan sepuluh tahun tsunami tersebut justru penuh kegembiraan karena tausiah Syekh Ali Jaber mengundang tawa. Selain itu, ratusan stan dari lembaga-lembaga donor yang membantu pada masa rehabilitasi menyajikan lebih banyak hal yang terkait dengan perkembangan pembangunan Aceh terkini.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengakui, tema peringatan sepuluh tahun tsunami dibuat lebih proyektif agar rakyat Aceh lebih melihat ke depan. Karena itu, peringatan lebih digelar dalam bentuk event wisata seperti pameran foto, expo kerajinan, dan lomba lari rute tsunami.
Jasa Relawan Lokal
Dalam sambutan tanpa teks di depan ratusan pejabat dan warga, Wakil Presiden Jusuf Kalla ( JK) mengingatkan bahwa jasa relawan dari berbagai pelosok Indonesia pada masa tanggap darurat tak kalah besar jika dibandingkan dengan perhatian dunia internasional.
Dalam kondisi warga Aceh kebingungan dan terguncang, ribuan anggota TNI, Polri, dan masyarakat dari berbagai daerah bekerja keras menembus isolasi, membersihkan kota, mengevakuasi mayat, serta memberikan bantuan sandang-pangan kepada pengungsi.
”Jangan lupakan kesetiakawanan nasional. Ketika ratusan ribu mayat bergelimpangan, siapa yang turun tangan membantu? Bukankah relawan dari Jawa, Sumatera, Sulawesi?” katanya dalam peringatan sepuluh tahun tsunami di Lapangan Blang Padang kemarin (26/12).
Kalla mengingatkan, saat tsunami tersebut, pemerintahan daerah lumpuh karena seluruh PNS Aceh berpikir tentang keselamatan keluarga masing-masing. Berkat bantuan TNI, Polri, dan relawan, puluhan ribu korban selamat mendapat pertolongan pertama. ”Jadi, kita harus berterima kasih kepada seluruh pihak yang membantu. Aceh bangkit karena kesetiakawanan dari dalam dan luar negeri,” tutur dia.
Wapres mengingatkan hal tersebut karena peringatan sepuluh tahun tsunami kemarin mengambil tema Thanks to the World. Dalam peringatan itu, Wali Nanggroe Malik Mahmud untuk kali pertama memberikan penghargaan tertinggi pemerintah NAD. Yakni, gelar Sri Paduka Tuan Seberang kepada 35 duta besar negara sahabat yang dulu membantu Aceh. Namun, tidak ada satu pun lembaga kemanusiaan lokal yang mendapat penghargaan.
Duta besar sejumlah negara Eropa menghadiri peringatan tersebut. Antara lain, Jerman, Slovakia, Belgia, Denmark, Inggris, Swedia, Irlandia, Belgia, Turki, dan Norwegia. Dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascatsunami, Uni Eropa mengucurkan bantuan senilai 2 miliar euro, terdiri atas bantuan kemanusiaan 566 juta euro dan bantuan rekonstruksi jangka panjang 1 miliar euro.
Video yang diputar dalam peringatan kemarin juga hanya berisi kiprah militer dan lembaga-lembaga kemanusiaan internasional. Tak ada gambar tentang kiprah relawan dan prajurit TNIPolri yang berjuang mengangkat mayat, membangun tenda pengungsi, membawa dan membagikan bantuan, serta menyiapkan infrastruktur dasar seperti sarana air bersih dan listrik.
Tak ada gambar dokter-dokter dari berbagai daerah yang diterjunkan Menkes kala itu, Siti Fadilah Supari, untuk mengisi seluruh rumah sakit dan klinik di Aceh. ”Tujuh puluh dua jam pertama setelah bencana adalah tahap paling krusial dalam manajemen bencana. Bila tanggap darurat gagal dikelola dalam 72 jam pertama, akan timbul penyakit akibat tumpukan mayat, kelaparan, dan kerusuhan,” terangnya.
Kalla juga mengingatkan, bantuan kemanusiaan dari berbagai negara baru hadir seminggu setelah tsunami. Tepatnya setelah dia memerintahkan Menkum HAM Hamid Awaluddin untuk membebaskan seluruh relawan internasional masuk ke Aceh tanpa visa.
Tak tampak pula peran Menko Kesra Alwi Shihab yang memimpin langsung tanggap darurat selama berbulan-bulan di Aceh. Juga Badan Rekonstruksi Aceh-Nias yang membantu mengoordinasi bantuan senilai USD 5 miliar dari 35 negara sahabat.
Dalam peringatan tersebut, wakil presiden mengajak masyarakat Aceh percaya bahwa pemerintah pusat ke depan ingin menjadikan Aceh tidak tertinggal dengan daerah lain. ”Peraturan pemerintah tentang bagi hasil migas dan keuangan daerah sudah siap ditandatangani presiden sepulang dari Papua,” kata dia. Kalla juga menyambut keinginan rakyat Aceh untuk membangun waduk agar bisa swasembada pada 2017 serta membangun tol trans-Sumatera dan jaringan kereta Banda Aceh– Lhokseumawe–Medan.
Di balik musibah yang memilukan, Wapres Jusuf Kalla meminta rakyat Aceh bersyukur karena musibah tersebut mempercepat proses perdamaian di Aceh. Dia menegaskan, perdamaian juga bisa terwujud karena peran Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto yang menyatakan bahwa TNI mendukung perdamaian di Aceh.
Sebelum menghadiri peringatan tersebut, Kalla berziarah ke makam masal korban tsunami di Lambaro, Aceh Besar. Dia juga sempat menengok Museum Tsunami Aceh di seberang Lapangan Blang Padang.
Tagih UU PA
Sementara itu, Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat memberikan sambutan kembali menagih janji pemerintah pusat untuk mengesahkan sejumlah turunan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU PA) yang sampai saat ini belum memiliki kejelasan. ”Kami membutuhkan pengesahan RPP pengelolaan bersama minyak, kewenangan Aceh, dan pertanahan,” kata Zaini.
Munurut Zaini, hingga saat ini ada tiga PP dan dua perpres yang disahkan oleh pemerintah pusat. Namun, ada sembilan RPP dan tiga rancangan perpres yang belum disahkan. ”Kalau ini disahkan, sangat membantu kami dalam mengentaskan kemiskinan di Aceh yang masih 17 persen. Minimal hingga akhir jabatan saya, kemiskinan di Aceh bisa turun hingga 10 persen,” ungkap Zaini. (noe/JPNN/c11/kim)