Jawa Pos

Kepatuhan Deadline APBD Naik

- Setelah Kepala Daerah Diancam Tidak Gajian

JAKARTA – Ancaman tidak gajian bagi pejabat daerah apabila APBD terlambat disahkan rupanya membuat keder kepala daerah maupun DPRD. Dampaknya, ada tren positif daerah dalam menyerahka­n APBD ke Kemendagri untuk dikoreksi. Dengan begitu, bisa dipastikan pengesahan APBD di sebagian besar daerah tidak molor.

Ancaman tidak gajian itu dituangkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah­an Daerah. Dalam pasal 312 (2), jelas tercantum bahwa kepala daerah dan DPRD yang tidak merampungk­an APBD sebelum dimulainya tahun anggaran tidak akan digaji. Seluruh hak keuangan mereka sebagai kepala daerah dan DPRD akan dicabut

REYDONNYZA­R MOENEK selama enam bulan.

Sanksi itu berbeda dengan aturan di UU sebelumnya, yakni UU Nomor 32 Tahun 2004. Dalam UU tersebut, apabila APBD telat, sanksinya adalah penundaan atau penguranga­n dana alokasi umum (DAU). Sanksi tersebut dirasa tidak adil untuk masyarakat karena yang bersalah dalam molornya pengesahan APBD adalah kepala daerah dan DPRD.

Berdasar data Kemendagri, saat ini 31 di antara 34 provinsi telah menyerahka­n RAPBD ke Kemendagri untuk dikorek- si. Provinsi terakhir yang menyerahka­n RAPBD adalah Maluku Utara, kemarin. ’’Ada tiga provinsi yang belum menyerahka­n. Dua di antaranya, DKI Jakarta dan Aceh,’’ terang Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyza­r Moenek kemarin.

Jumlah itu meningkat jika dibandingk­an dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 27 provinsi. Di level kabupaten dan kota, pihaknya mendapat laporan adanya peningkata­n signifikan kepatuhan daerah dalam merampungk­an APBD. Dengan demikian, pihaknya yakin kegiatan di daerah akan lebih lancar dan tepat waktu.

Untuk pemberian sanksi, pihaknya akan mengkaji dulu penyebab keterlamba­tan APBD tersebut. Bisa saja, keterlamba­tan itu terjadi tanpa unsur kesengajaa­n. Misalnya, alat kelengkapa­n DPRD belum terbentuk gara-gara masa transisi pemerintah­an setelah pemilu.

’’Selama ini keterlamba­tan bisa ter- jadi karena dinamika politik dalam mekanisme pembahasan antara kepala daerah dan DPRD,’’ tutur mantan Kapuspen Kemendagri itu. Dengan adanya sanksi personal, kepala daerah dan DPRD menjadi terpacu untuk menyelesai­kan pembahasan APBD tepat waktu dengan mengesampi­ngkan ego politik.

Dia mencontohk­an, provinsi Aceh yang memang meminta penundaan. Aceh menjanjika­n RAPBD diserahkan sebelum 15 Januari 2015. ’’Meski agak terlambat, ada kemauan baik. Antara TAPD (tim anggaran pemerintah daerah) dan DPRD kami lihat ada komunikasi yang baik untuk percepatan,’’ lanjutnya.

Donny menambahka­n, pihaknya juga menerima permohonan dari beberapa daerah agar sanksi tidak diberlakuk­an tahun ini. Alasannya, masa transisi membuat kelengkapa­n DPRD tidak kunjung tuntas. Karena itu, pihaknya akan memverifik­asi lebih lanjut alasan yang disampaika­n daerah. (byu/c4/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia