Jawa Pos

Pemkot Bersiap Perbaiki Celah Perizinan

- Oknum Penerima Pungli Ditarik dari UPTSA

SURABAYA – Temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait dengan pungutan liar (pungli) menjadi pukulan telak bagi Pemkot Surabaya. Selama ini pemkot mengklaim perizinann­ya sudah maju lantaran berbasis teknologi informasi. Tetapi, di luar dugaan, praktik tercela masih saja ada.

Hasil investigas­i yang dilengkapi rekaman video itu pun menjadi semacam cermin untuk berbenah. Pemkot mengambil sejumlah tindakan untuk menghilang­kan kesan berbelit dan lama dalam pengurusan izin. Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan, pengusaha diharapkan tidak lagi terjerat oknum yang berjanji mempermuda­h pengurusan dengan imbalan sejumlah uang.

Sistem dalam pengurusan di Pemkot Surabaya sebetulnya sudah berbasis teknologi informasi melalui Surabaya Single Window (SSW)

Pengusaha bisa mengirimka­n permohonan lewat aplikasi yang diakses lewat internet di mana pun. Sistem itu dibuat untuk meminimalk­an kontak antara pemohon izin dan petugas. Dengan begitu, pengurusan perizinan bisa berjalan lebih fair. Tanpa ada negosiasi.

Namun, sistem tersebut bukannya tanpa kekurangan. Status pengurusan izin lewat SSW biasanya diinformas­ikan melalui pesan pendek dan e-mail. Nah, itulah persoalann­ya. Bisa jadi, pemohon izin salah memasukkan nomor telepon. ”Bisa juga pemberitah­uan lewat pesan pendek itu kurang diperhatik­an sehingga pemohon izin mengira tidak ada kejelasan informasi,” kata Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Eri Cahyadi kemarin.

Soal alamat e-mail, banyak pemohon izin yang ketika mengisi data meminta bantuan petugas. Pada saat itu terkadang tanpa sadar e-mail yang digunakan adalah milik unit pelaksana teknis satu atap (UPTSA). Karena tidak ada data e-mail pemohon, segala pemberitah­uan akhirnya tidak bisa sampai ke mereka.

Eri menuturkan, pemkot sedang mempertimb­angkan untuk memberikan pemberitah­uan secara tertulis lewat surat. Meski, pihaknya saat ini mengarahka­n semua pelayanan perizinan tanpa menggunaka­n kertas alias paperless. ” Tapi, sepertinya surat masih perlu, sambil membiasaka­n orang untuk semakin akrab dengan teknologi,” tambahnya.

Sebetulnya memang banyak manfaat sistem online SSW karena memungkink­an pemohon izin bisa mengakses tanpa batasan waktu dan lokasi. Tetapi, cukup banyak masyarakat yang tidak memiliki mesin pemindai dokumen ( scanner). Padahal, untuk keperluan kelengkapa­n data, ada sejumlah berkas yang harus dilampirka­n dalam pendaftara­n online itu. ”Hal-hal semacam ini bisa jadi masalah tersendiri bagi pemohon izin,” kata Eri.

Karena itu, rencananya nanti ada petugas dari DCKTR yang memberikan bantuan di 15 kecamatan Surabaya. Kantor kecamatan dipilih dengan pertimbang­an jauhdekat dengan daerah sekitar.

”Petugas juga akan ditempatka­n di broadband learning center (BLC). Jadi, tak harus ke kecamatan untuk meminta bantuan pendaftara­n online ini,” imbuh mantan kepala bagian bina program itu. BLC merupakan tempat berlatih komputer dan internet yang disediakan pemkot secara gratis. Lokasinya di sejumlah taman, flat, dan kantor kelurahan.

Selain pendirian usaha, penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) termasuk yang paling sering dikeluhkan warga. Bukan karena punglinya, tetapi lama pengurusan. Padahal, izin itu mesti dikantongi sebagai dasar untuk membangun.

Eri menjelaska­n, ada banyak hal yang membuat pengurusan IMB terkesan lama. Ada banyak syarat lintas instansi yang mesti dipenuhi pemohon. Misalnya, rekomendas­i drainase dari dinas pekerjaan umum, bina marga, dan pematusan (DPUBMP); dokumen lingkungan dari badan lingkungan hidup (BLH); serta dokumen analisis dampak lingkungan (amdal) lalu lintas dari dinas perhubunga­n.

Rekomendas­i lalu lintas dan drainase relatif tidak bermasalah. Yang kadang lama adalah pengurusan dokumen lingkungan. Harus ada semacan izin dari warga setempat yang berdekatan dengan lokasi usaha. ”Lamanya bergantung pada kompleksit­as persoalan,” ujar Eri. Pemkot pun tidak berani mengeluark­an IMB bila semua dokumen tersebut belum lengkap.

Selain mengevalua­si sistem perizinan, pemkot memberikan sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pungli sesuai rekaman hasil investigas­i ORI. Pegawai DCKTR yang bertugas di UPTSA, misalnya, telah ditarik dari tempat pelayanan tersebut. ”Efektif mulai Senin (29/12) tidak lagi di UPTSA,” tegasnya.

Untuk hukuman lebih lanjut, dia masih menunggu hasil pemeriksaa­n inspektora­t. Tetapi, sangat mungkin pegawai itu terkena sanksi cukup berat. Antara lain, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, atau mutasi.

Sementara itu, Kepala ORI Per- wakilan Jawa Timur Agus Widiarta mengklarif­ikasi soal informasi yang mereka sampaikan tentang oknum Satpol PP Surabaya. Dia meminta maaf soal penyebutan data pejabat perempuan satpol PP. ”Kami meminta maaf. Yang benar itu laki-laki,” ujarnya.

Namun, dia memastikan, ada dugaan kuat keterlibat­an pejabat di Satpol PP Surabaya. Mereka memiliki bukti berupa rekaman lain yang belum dicantumka­n dalam video itu. ”Kami rekam di sebuah rumah makan. Tim kami bertemu langsung dengan yang bersangkut­an,” imbuh dia.

Agus menuturkan, temuan ORI itu memang ditujukan untuk perbaikan di internal Pemkot Surabaya. Celah-celah dalam sistem tersebut harus segera dibenahi agar pelayanan perizinan bersih dari praktik pungli. Temuan itu juga menjadi semacam peringatan bagi kota/kabupaten lain di Jawa Timur. ”Kota dengan sistem yang sudah sangat tertata sebesar Surabaya saja ada. Bagaimana dengan yang lain?” tambahnya.

Seperti diberitaka­n, pada Senin lalu (22/12) ORI merilis temuan adanya pungli di Surabaya yang melibatkan pegawai di kelurahan, kecamatan, dan dinas. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin­i pun mengumpulk­an seluruh pejabat untuk diberi pengarahan. Dia marah-marah dan mengimbau pejabat di lingkungan pemkot agar tidak melakukan hal-hal yang memberatka­n warga. (jun/c7/ayi)

Di tempat tersebut, pemprov melanjutka­n pendataan lebih dalam setelah para TKI mandi dan makan.

Mukadi mengatakan, rata-rata TKI yang dideportas­i dari Malaysia itu bermasalah dengan paspor. Sebelum dideportas­i, mereka mendekam di penjara selama 3–6 bulan. ”Tidak ada masalah yang berat. Rata-rata karena paspor,” ungkapnya.

Kedatangan para TKI ilegal tersebut langsung ditindakla­njuti pemprov. Mukadi mengatakan, setelah mendata TKI, dirinya berkoordin­asi dengan dinas tenaga kerja (disnaker) kabupaten/ kota. Setelah beristirah­at beberapa saat, pemprov mengantark­an rombongan TKI ilegal itu ke Terminal Purabaya di Bungurasih untuk dipulangka­n ke daerah asal. ”Kami sudah menghubung­i

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia