Jawa Pos

PDAM Gresik Dililit Persoalan Dana

- Utang Kemenkeu Rp 13 M, Tunggakan Pajak Rp 523 Juta

GRESIK – PDAM Gresik dibelit persoalan ganda. Selain mendapat banyak keluhan pelanggan karena pasokan air yang kerap mampet, perusahaan daerah itu dilanda persoalan keuangan yang cukup serius. PDAM Gresik masih memiliki tunggakan pajak dan utang.

Hingga kini, PDAM Gresik memiliki tunggakan pajak ke dinas pendapatan pengelolaa­n keuangan dan aset daerah (DPPKAD) Rp 523 juta. Jumlah itu merupakan akumulasi sejak 2011. Selain itu, PDAM masih memiliki utang Rp 13 miliar di Kementeria­n Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Utama (Dirut) PDAM Gresik Muhammad mengakui bahwa pihaknya memiliki tunggakan pajak dan utang. Untuk pajak, pihaknya masih meminta keringanan ke DPPKAD Gresik agar PDAM dikenai tarif pajak kategori nonniaga. Alasannya, pelayanan PDAM lebih banyak bersifat sosial ketimbang unsur bisnis. ’’Selama ini, kami lebih banyak melayani sambungan rumah tangga ketimbang industri,’’ katanya kemarin (26/12).

Selama ini, PDAM dikenai tarif pajak niaga oleh DPPKAD. Sebab, aktivitas BUMD itu dinilai lebih bersifat komersial untuk kepentinga­n bisnis. PDAM dikenai tarif pajak yang sama dengan pelaku industri lainnya karena mengeksplo­rasi air bawah tanah. ’’Pajak niaga yang dikenakan ke PDAM cukup berat. Selain membayar pajak, kami harus menanggung beban utang yang besar,’’ ujar Muhammad.

MUHAMMAD Direktur Utama PDAM Gresik

Mulanya, PDAM memiliki utang ke Kemenkeu Rp 48 miliar. Jumlah tersebut hingga kini tinggal Rp 13 miliar. Awalnya, pada 2015, kata Muhammad, pihaknya akan membayar Rp 2,5 miliar. ’’Itu merupakan sisa utang lama yang harus disele- saikan direksi saat ini,’’ tandasnya.

Di tempat terpisah, Kabid Penagihan Dinas Pendapatan Pengelolaa­n Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Gresik Adriana M. Tucunan menyampaik­an, direksi PDAM Gresik harus membayar tunggakan tersebut. Sebab, PDAM juga termasuk salah satu instansi yang wajib pajak. Sejak 2011, PDAM hanya membayar pajak selama dua bulan. ’’Setelah itu, BUMD tersebut tetap menunggak pajak setiap tahun. Padahal, aktivitas yang dilakukan bersifat komersial,’’ ujarnya.

Adriana menanggapi permintaan PDAM yang meminta keringanan pajak dari niaga menjadi nonniaga. Dia menyatakan, pihaknya memang telah mendengar permintaan tersebut. Namun, permintaan PDAM itu dianggap tidak berdasar. Sebab, PDAM lebih banyak mengedepan­kan unsur bisnis dalam menjalanka­n organisasi­nya. Apalagi, kewajiban PDAM untuk membayar pajak sesuai dengan kategori niaga telah diatur dalam peraturan bupati (perbup). ’’Masak perbup harus diubah hanya untuk mengakomod­asi PDAM menjadi nonniaga. Itu kan tidak masuk akal,’’ ucapnya.

Menurut Adriana, pihaknya pesimistis Bupati Sambari Halim Radianto akan mengabulka­n permintaan direksi PDAM itu. Sebab, bupati telah mengabulka­n sebagian permohonan PDAM. Salah satunya berkaitan dengan pembayaran tunggakan pajak.

Mulai tahun depan, PDAM diwajibkan membayar tunggakan dengan cara mengangsur. Pembayaran dilakukan secara mengangsur per bulan berturut-turut. Karena itu, pada Oktober 2015, tunggakan pajak Rp 523 juta bisa terlunasi. ’’Itu sesuai dengan permintaan bupati ke direksi PDAM,’’ terang Adriana. (mar/c23/ai)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia