Ahok Pilih Lengser daripada Dana Siluman Masuk APBD
Siap Hadapi Tim Angket DPRD
Saya rela berhenti, asal Rp 12,1 triliun tidak masuk ke APBD. Bagi saya, itu pencurian tidak pantas. Masih banyak orang susah.’’
BASUKI TJAHAJA PURNAMA Gubernur DKI Jakarta
JAKARTA – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menghadapi ujian berikutnya sebagai gubernur DKI Jakarta. Setelah dibuat pontang-panting mengatasi banjir di ibu kota sebulan lalu, dia kini harus menghadapi ancaman yang tidak kalah serius. Yakni, hak angket DPRD DKI Jakarta yang bisa berujung pada terdongkelnya dirinya dari kursi gubernur.
Hak angket untuk Ahok itu resmi disahkan dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta kemarin sore (26/2). Hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki DPR dan DPRD. Berdasar tata tertib DPRD DKI, panitia hak angket berhak menyelidiki kebijakan eksekutif yang diduga melanggar sejumlah peraturan. Keputusan akhir dalam penyelidikan bisa berujung pada pelaporan kepada aparat hukum jika ditemukan unsur pidana.
Sembilan di antara 10 fraksi di DPRD menyetujui. Hanya Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tidak turut menandatangani hak angket tersebut. Paripurna pengesahan pun berjalan singkat. Sidang yang dipimpin Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi itu hanya berlangsung 40 menit
Tepat pukul 15.15, Prasetio mengetuk palu tiga kali tanda pengesahan.
Mohammad Ongen Sangaji, ketua panitia hak angket, menegaskan, selama bergulirnya hak penyelidikan itu, 106 anggota DPRD DKI tidak boleh berkomunikasi dengan seluruh jajaran satuan perangkat kerja daerah (SKPD) untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. ”Jika ada anggota dewan yang nekat, saya selaku ketua badan kehormatan akan memberikan sanksi,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Hak Angket Inggard Joshus menjelaskan, panitia hak angket dengan 33 anggotanya akan langsung bekerja menginvestigasi perbedaan APBD tersebut. ”Saya kira tidak perlu sampai 60 hari sudah kelar,” katanya.
Wacana hak angket menyeruak ketika Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif Rp 8,8 triliun dalam APBD Jakarta. DPRD membantah hal tersebut. RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disah- kan dalam rapat paripurna DPRD pada 27 Januari lalu.
Namun, perseteruan antara keduanya berlanjut setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengirimkan draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui. Dalam draf itu, tidak dicantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena pemprov tidak memasukkan mata anggaran sesuai dengan pembahasan bersama.
Semakin diprotes, niat Ahok untuk memakai draf versi e-budgeting semakin bulat. Sebab, menurut dia, DPRD kembali hendak memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun. Dia tidak mau kasus dana siluman dalam APBD Jakarta terulang seperti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akhir 2014, BPKP mengungkapkan adanya dana siluman di Dinas Kesehatan serta Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta pada 2013 dan 2014.
Ahok Cuek Bagaimana tanggapan Ahok atas keputusan DPRD itu? Mantan bupati Belitung Timur tersebut tampak cuek. Sebab, kata dia, hak angket memang merupakan hak anggota dewan. ”Itu hak DPRD, saya nggak mau berpolemik. Saya mau bangun transparansi. Saya pikir, tidak usah pusingin lah. Saya konsentrasi kerja saja supaya bisa beres. Nanti orang Jakarta bisa tahu kok mana yang benar dan mana yang tidak,” ujar Ahok di balai kota kemarin.
Dia bersikukuh semua pemakaian anggaran dalam APBD DKI harus bisa dibaca semua orang. Dia memilih dilengserkan daripada harus menyetujui anggaran siluman ulah oknum DPRD tersebut. ”Kalau soal pembelian barang yang nggak sesuai, ya sampai kiamat saya nggak ketemu sama mereka. Saya rela berhenti, asal Rp 12,1 triliun tidak masuk ke APBD. Bagi saya, itu pencurian tidak pantas. Masih banyak orang susah,” tegas Ahok.
Menurut dia, kekisruhan APBD antara pemprov dan DPRD tidak akan terjadi jika dirinya mau menerima dana Rp 12,1 triliun itu dimasukkan dalam APBD. Namun, Ahok memilih menolak. Dia menegaskan, lebih baik dirinya kehilangan jabatan daripada harus mengakomodasi dana yang tidak sesuai dengan penggunaannya.
”Sebetulnya saya dan DPRD nggak ada masalah kok selama saya mau terima Rp 12,1 triliun dimasukkan ke APBD. Nggak ada yang mau ribut sama saya, pasti. Cuma, hati nurani saya nggak enak. Ini Rp 12,1 triliun banyak. Kalau kita bangun rusun satu unit pakai Rp 200 juta, sudah mewah nih,” ujarnya.
Ahok juga membantah tudingan Sekretaris DPD Partai Hanura DKI Veri Younevil bahwa dirinya melakukan lobi politik dengan ketua umum parpol. Dia menegaskan, dirinya saat ini tidak ingin terjun ke politik. Sebab, saat ini dirinya menjabat gubernur dan banyak permasalahan di ibu kota yang harus segera diselesaikan.
”Saya tidak mau main politik lah. Kita profesional saja kerja bagaimana membereskan Jakarta. Mumpung belum dipecat, kan? DPRD masih penyelidikan dua bulan kan?” ungkap mantan anggota DPR itu. (del/riz/c5/kim)