Penjara 5 Tahun hingga Denda Rp 50 M
Sanksi Mendag bagi Penimbun Beras
JAKARTA – Pemerintah tidak ingin asal tuding dalam dugaan pelanggaran distribusi yang mengakibatkan harga beras melambung tinggi akhir-akhir ini. Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah meminta lembaga survei Sucofindo untuk mengaudit 14 ribu gudang di seluruh Indonesia.
Hal itu dilakukan guna mencegah penggunaan gudang untuk menimbun komoditas pokok seperti beras. Jika ditemukan pelanggaran, Kementerian Perdagangan akan me- nerapkan sanksi, mulai pencabutan izin usaha, pidana lima tahun penjara, hingga denda sampai Rp 50 miliar.
’’Sucofindo mulai bekerja. Mulai isi gudang hingga jalur distribusi,” ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina kemarin (26/2)
”Yang tercatat di kami (Kemendag), seluruh Indonesia itu ada 14 ribu gudang. Tapi, itu bisa bertambah. Mungkin banyak gudang yang belum melapor. Tapi, itu juga akan diaudit,” lanjut Srie Agustina.
Dia menyatakan, selama ini pengawasan terhadap pengoperasian gudang-gudang tersebut tidak maksimal karena mayoritas merupakan milik swasta. Di antara total 14 ribu gudang yang diaudit, hanya sekitar 1.500 gudang yang menjadi milik Perum Bulog.
”Kami tidak ingin asal tuding. Harus ada bukti konkret. Untuk itu, perlu audit secara menyeluruh sekaligus untuk mengetahui stok yang mereka miliki,” katanya.
Sudah ada permendag yang mewajibkan seluruh pemilik gudang mendaftarkan gudang mereka ke Kemendag. Bukan hanya gudang milik Bulog, tetapi juga milik swasta. ”Kami ingin tahu apa saja yang disimpan di gudang tersebut. Berapa lama menyimpan. Ada aturan, tidak boleh (menyimpan) lebih dari tiga bulan untuk menghindari penimbunan,” tegasnya.
Srie mengungkapkan, dalam inspeksi mendadak (sidak) oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel pada Januari lalu, sebenarnya sempat ditemukan gudang yang diduga menimbun beras. Namun, Mendag tidak langsung menindak karena masih memberikan peringatan. ”Tapi, akan kami lihat sekarang, menimbun lagi atau nggak. Kalau iya, sanksinya tegas supaya menjadi efek jera,” katanya.
Dia melanjutkan, UU No 7/2014 tentang Perdagangan menyebutkan sanksi bagi pelaku usaha yang menimbun bahan kebutuhan pokok. Terdapat 18 jenis barang yang dikategorikan bahan pokok. Salah satunya adalah beras. ”Sanksinya pencabutan izin usaha serta pidana kurungan lima tahun penjara dan denda hingga Rp 50 miliar,” ungkapnya.
Menurut dia, sanksi berat itu pantas diberikan kepada penimbun beras. Sebab, berkurangnya pasokan di pasaran telah membuat harga beras melambung sehingga meresahkan masyarakat. ”Kami mendapat dukungan dari Polri-TNI untuk memberantas penimbunan. Jadi, jangan mainmain lagi. Sanksi berat bagi penimbun,” ujarnya.
Kapolri Usut Dari Malang, perang terhadap mafia beras juga dilontarkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kemarin. Dia menyatakan sudah berkoordinasi dengan Kapolri dan meminta pengusutan mafia beras tersebut. ”Ada indikasi permainan mafia dalam kenaikan harga beras di pasaran. Kami sudah meminta Kapolri menelusurinya,” ujarnya di sela seremoni tanam serentak di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Amran meminta masyarakat bersabar. Sebab, siapa pun yang mengkhianati petani harus ditindak secara hukum.
”Tolong beri waktu kepada kami untuk menelusuri. Belum terungkap karena kami baru bekerja tiga hari ini.”
Pada kesempatan tersebut, dia kembali menjelaskan soal kenaikan harga beras yang tidak masuk akal. Menurut Amran, selisih harga antara gabah kering panen (GKP) dan harga beras di tingkat pedagang besar normalnya adalah 30 persen. Jadi, jika harga beras di tingkat pedagang besar mencapai Rp 12.000 per kg, seharusnya harga GKP petani berkisar Rp 9.000 per kg. ”Namun, kenyataan di lapangan saat ini, harga GKP Rp 4.500 per kg, sedangkan harga beras di tingkat pedagang besar menembus Rp 12.000 per kg,” ungkapnya.
Kadin Terkait dengan tuduhan adanya permainan mafia sehingga harga beras naik, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto meminta pemerintah tidak lagi memikirkan hal itu. ”Sudahlah, ulah pedagang di mana-mana juga begitu. Tidak perlu mengambinghitamkan pihak lain sebagai penyebab naiknya harga beras ini. Yang penting sekarang adalah memikirkan ketersediaan pangan bagi masyarakat,” tegasnya.
Dia menilai, harga beras saat ini naik karena tidak seimbangnya demand (permintaan) dengan supply (pasokan). Yang terjadi di pasaran, permintaan beras sangat tinggi, tetapi pasokan belum memadai karena kondisi cuaca yang tidak mendukung. Hal itu diperparah banyaknya jalan yang rusak saat hujan sehingga pengiriman dari daerah terhambat. ”Ini lebih karena distribusi dan pasokan yang kurang,” ungkapnya.
Sebaiknya, kata Suryo, harga beras tidak dijadikan komoditas politik oleh pihak tertentu. Jika hal itu terjadi, persoalan mahalnya harga beras akan semakin runyam. Akibatnya, kondisi politik di dalam negeri pun tidak kondusif.
”Ujung-ujungnya, nanti investor malas masuk ke sini. Kita dicap sebagai negara yang banyak intrik politik. Pengusaha itu ingin kondisi aman, stabil, dan elite politik saling mendukung,” tegasnya.
Sebagai solusi atas masalah tersebut, dia meminta pemerintah mengaktifkan kembali peran Bulog. Hal itu, menurut Suryo, penting dilakukan untuk menstabilkan kembali harga beras yang saat ini melonjak. ”Peran dan fungsi Bulog perlu dikembalikan pada posisinya agar lebih efektif sebagai penyangga (pengendali harga kebutuhan pokok), bukan bisnis. Dulu kan seperti itu. Ketika harga naik, sebar (beras) ke pasar. Jadi, Bulog harus punya stok besar.” (wir/c5/kim)