Bisnis Perlu Improvisasi
SURABAYA – Iklim bisnis Indonesia yang dinilai membaik jika dibandingkan dengan tahun lalu disambut baik semua pihak, termasuk investor asing. Salah satu pemicunya adalah menurunnya harga minyak dunia yang berdampak kepada perekonomian nasional.
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri mengatakan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dipangkas menjadi Rp 20 triliun dari sebelumnya Rp 200 triliun tidak akan mengacaukan inflasi. Dia memprediksi inflasi bakal di bawah 4 persen dan secara jangka panjang hanya di kisaran 4 persen.
’’Kondisi itu didukung dengan perkiraan Bank Dunia yang memastikan harga minyak dunia akan di angka USD 50–USD 60 per barel. Bahkan, pada 2020, hanya sekitar USD 70 per barel dan memasuki 2030 tidak akan lebih dari USD 100 per barel. Minyak murah ini membuat ekspor kita lebih besar bila dibandingkan dengan impor dan tidak defisit lagi,’’ katanya di sela acara diskusi bisnis kemarin (26/2).
Dia juga optimistis pengalihan subsidi itu akan menarik banyak investor seiring dengan perkembangan infrastruktur yang akan dikebut. Menyimak pergerakan itu, dia optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini menyentuh angka 6 persen.
Lebih lanjut, pengamat ekonomi itu menerangkan, saat ini komoditas impor seperti kedelai dan gandum mulai turun. Sementara itu, produksi mobil tahun lalu naik 7,5 persen meski konsumsi dalam negeri stagnan. ’’Data ini menunjukkan bahwa ekspor mobil kita mulai merangkak naik dan impor terus ditekan. Harapannya, kita tidak lagi bergantung kepada produk luar,’’ tuturnya. (ias/c4/agm)