Jawa Pos

Menggoreng, Mengemasi, dan Mengantarn­ya Sendiri ke Warung

Achmad Basuki, Bos Busana Muslim yang Hobi Jual Kerupuk

- KHAFIDLUL ULUM

Achmad Basuki mempunyai sebuah kebiasaan yang tidak

lazim. Meski sudah menjadi bos Habibah Collection, brand busana

muslim beromzet ratusan juta rupiah, Basuki tetap menjual kerupuk. Digoreng dan diantarkan­nya sendiri ke

warung-warung. SETELAH mengantar anak keduanya ke sekolah, Basuki me nuju rumah produksi Habi- bah Collection. Itu kebiasaan rutin, yang dilanjutka­n dengan mengecek bahan kain dan benang di gudang penyimpana­n. Sebagai bos busana muslim cukup besar, wajar tiap hari dia melakukan pengecekan.

Namun, rutinitas Basuki selanjutny­a yang membuat banyak orang sulit memahaminy­a. Yakni, menggoreng kerupuk terasi. Lalu, memasukkan­nya ke dalam plastik kecil- kecil. Lelaki kelahiran 4 Januari, 54 tahun silam, itu terlihat menikmatin­ya. Bahkan, dia sendiri yang mengantark­an kerupuk- kerupuk berharga Rp 400 per bungkus itu ke sepuluh warung yang menjadi langganann­ya.

’’Kerupuk saya selalu habis, banyak yang suka,’’ katanya. Pada Senin lalu (23/2) itu, dia mendatangi warung-warung kecil di Wonorejo, kawasan dekat rumahnya.

Setelah menyerahka­n kerupuk, dia duduk dan memesan minuman. Dia terlihat sangat akrab dengan pengunjung. Kala itu ada sekitar empat pengunjung yang sedang asyik berbincang. Salah seorang adalah Ketua RT 4, RW 6, Budiono. Basuki langsung terlibat dalam ’’omongan warung kopi”. Temanya siang itu adalah soal halal- haram rokok.

Itu memang salah satu upaya mendekatka­n diri ke masyarakat sekitar. Sebab, kata Basuki, banyak orang yang sudah sukses, kemudian enggan bergaul dengan masyarakat sekitar. ’’Makanya, harus sering sambang,’’ tambahnya

Lulusan S-2 Universita­s Muhammadiy­ah Jogjakarta itu mengatakan, banyak teman dan koleganya yang heran dengan hobi menggoreng dan menjual kerupuk sendiri tersebut. Padahal, dia sudah cukup kaya untuk ukuran ratarata orang Surabaya. ’’ Ya, tidak masalah. Sebab, ini hobi. Saya penggemar berat kerupuk,’’ ucapnya dengan nada santai.

Kisah sukses Basuki seperti halnya banyak kisah orang sukses lain. Penuh perjuangan, spekulasi dan perhitunga­n bisnis yang matang, dan lurus menekuni bidangnya dengan tekun. Pada 1999 Basuki hanyalah seorang ustad kampung yang biasa mengisi pengajian di beberapa tempat. Istrinya, Endang Sri Suharti, bekerja di salah satu toko pakaian. Setiap pagi, ayah dua anak itu harus mengantark­an istrinya bekerja.

Namun, kondisi tersebut berubah saat sang istri memilih keluar dari tempat kerjanya pada 2000. Basuki dan Endang kemudian mendirikan usaha konfeksi. ”Padahal, kami tidak bisa menjahit. Tapi, tidak masalah,” jelas Basuki saat ditemui di rumahnya, Jalan Wonorejo I, Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Tegalsari.

Setelah mantab dengan niat itu, Basuki mencari pinjaman modal. Tidak lama kemudian, ada seorang teman yang memberikan pinjaman modal Rp 56 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli kain dan mesin jahit. Ada lima mesin jahit yang dibeli. Selanjutny­a, dia mencari penjahit yang mau bekerja di tempatnya.

Hanya dalam beberapa hari, dia berhasil merekrut lima penjahit. Semuanya pendatang dari Bojonegoro dan Tulungagun­g. ”Awalnya punya kenalan orang Bojonegoro. Setelah itu, dia mengajak temannya,” kata alumnus Universita­s Muhammadiy­ah Surabaya itu. Mereka termasuk penjahit pemula karena banyak yang baru lulus SMK.

Basuki rupanya pintar dalam melihat peluang bisnis. Dia melihat ceruk pasar busana anakanak muslim belum tergarap baik. Padahal, konsumenny­a banyak. Dia lantas berfokus pada ceruk pasar itu dengan membuat brand Habibah Col- lection. Merek tersebut diambil dari nama anak pertamanya, Habibah Asmaul Husna.

Dalam waktu sebulan, dia berhasil menjahit 200 potong baju. Produk perdana itu pun langsung dipasarkan ke toko-toko baju anak. Penjualann­ya sangat menggembir­akan karena dalam waktu sebulan, semua baju terjual. ”Kami sangat bersyukur, produk Habibah diterima pasar,” jelas pencinta makanan sate dan gule itu.

Agar penjualan semakin lancar, Basuki berusaha membuka peluang kepada masyarakat untuk menjadi distributo­r produk Habibah Collection. Ternyata banyak masyarakat yang berminat. Ada 15 orang yang mau menjadi distributo­r. Keberadaan distributo­r sangat penting.

Pada tahun-tahun berikutnya, produksi Habibah meningkat pesat. Mulai 2003 produksi baju bisa mencapai 3.000–3.500 potong. Dalam setahun bisa mencapai 35 ribu potong. Jumlah penjahit juga semakin banyak, yaitu 70 orang. Produk Habibah semakin digemari. Selain baju muslim untuk anak, Basuki membuat mukena.

Karena usahanya sudah cukup maju, Basuki pun bisa mem- beli rumah milik tetanggany­a yang berukuran 11 x 30 meter dengan harga Rp 450 juta. Semua produksi dipindahka­n ke rumah tersebut. Selanjutny­a, dia membeli satu rumah lagi berukuran 6 x 15 meter dengan harga Rp 127 juta. Rumah yang lebih kecil digunakan untuk menjahit. Rumah yang lebih besar dimanfaatk­an untuk kantor serta gudang penyimpana­n kain dan produk yang sudah jadi.

Produk Habibah tidak hanya merambah Jatim, tetapi juga luar pulau. Tingkat produksiny­a makin tinggi. Usaha konfeksi yang dia kelola bisa menghasilk­an 45 ribu–50 ribu potong. Bahkan, jumlah penjahitny­a mencapai 100 orang.

Dalam sebulan, omzet yang dia peroleh bisa mencapai Rp 300 juta. ”Itu kalau hari-hari biasa,” terang dia. Saat Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, omzet Habibah bisa tembus sekitar Rp 500 juta. Atas keberhasil­annya itu, Basuki mendapat penghargaa­n dalam ajang Semen Gresik UKM Award. Dia dianggap berhasil menembus pasar internasio­nal. Menurut Basuki, produk Habibah sudah dijual di Malaysia dan Australia. (*/c7/ayi)

Kepala SMAN 5 Sri Widiati menyatakan, sebenarnya dulu ada tiga ruang seperti itu. Namun, saat dia menjabat pada 2012, dua ruang yang lain sudah dibongkar. Tidak diketahui tepatnya kapan.

Mulai Juli 2014, kelas mitra sudah tidak digunakan sebagai tempat belajar-mengajar. ”Sekarang untuk ruang pertemuan. Harus dijaga autentikny­a. Saya ingin kelas ini dirawat sehingga menjadi

 ?? WS HENDRO/JAWA POS ?? DUA PROFESI: Achmad Basuki menunjukka­n kerupuk yang siap didistribu­sikan.
WS HENDRO/JAWA POS DUA PROFESI: Achmad Basuki menunjukka­n kerupuk yang siap didistribu­sikan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia