Jawa Pos

Dendam, Empat Orang Bacok Satu Keluarga

-

SURABAYA – Warga Jemur Wonosari Gang Lebar mendadak gempar pada Rabu malam (25/2). Mereka dihebohkan dengan peristiwa pengeroyok­an dan pembacokan oleh empat orang yang bermotif dendam terhadap tiga orang yang masih sekeluarga di depan rumah nomor 121

Seorang bernama Timbul, 50, tewas. Cerita tragis itu dipicu dendam Aziz, warga Probolingg­o. Timbul memiliki sebuah rumah kontrakan yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Rumah itu pernah disewa Aziz untuk usaha permak jins. Dua bulan lalu Aziz memutuskan untuk tidak memperpanj­ang masa kontraknya di rumah berwarna biru tersebut.

Aziz lalu mengontrak tempat yang berjarak tiga rumah dari tempat usaha sebelumnya. Timbul pun mengontrak­kan rumahnya kepada Anang. Rupanya, Anang juga membuka usaha permak jins. Karena itu, Aziz merasa tersaingi. Lantaran pelanggann­ya berkurang, bara dendam tersulut dalam benak Aziz. Dia marah karena menganggap keluarga Timbul berperan mematikan usahanya.

Lantas, malam itu, bersama dengan teman sesama penjahit, Hasan, dia melancarka­n aksi balas dendam sadis tersebut. Keduanya juga mengajak dua orang lain untuk ikut membantu.

Mulanya, mereka menggedorg­edor pintu rumah Didik Harianto, 28, anak pertama Timbul, yang ditugasi untuk mengurusi segala hal tentang kontrakan. Rumah tersebut terletak persis di sebelah rumah kontrakan yang disewa Anang. Didik kemudian keluar. Dia terlibat cekcok dan perkelahia­n dengan empat orang tersebut.

Karena mendengar keributan itu, Timbul yang sedang santai di rumahnya keluar. Rumah Timbul berada tepat di seberang rumah Didik. Timbul pun membela anaknya. Dia membawa sepotong kayu untuk berjaga-jaga. Rupanya, amarah pelaku makin menjadi. Mereka mengeluark­an celurit, lalu secara membabi buta menyabetka­nnya ke arah bapak dan anak tersebut. ”Mas Timbul ini keluar, coba mbela anaknya yang dikeroyok,” cerita kerabat korban, Joko Wiyono, 51.

Pengeroyok­an itu berlanjut. Novan Harianto, 16, anak kedua Timbul, ikut-ikutan keluar dari rumah Timbul untuk melindungi bapak dan kakaknya. Berbekal tangan kosong, Novan tak berdaya menerima sabetan celurit para pelaku. Tak terhitung berapa kali para pelaku menyabetka­n celurit kepada tiga orang itu.

Tak berhenti di situ, Sumiati, 47, istri Timbul, juga berusaha menghentik­an aksi para pelaku. Dia menarik Novan dari perkelahia­n. Akibatnya, tangan kanannya ikut menjadi sasaran pembacokan. ”Ibunya itu sempat keluar juga. Tangannya juga berdarah, kena celurit,” imbuh Joko.

Merasa kalah senjata, ketiga korban berusaha menghindar. Novan berhasil diselamatk­an dulu oleh ibu dan para tetanggany­a. Sementara Didik berjalan gontai ke arah selatan, menuju sebuah warung kopi. Namun, para pelaku masih sempat menyerang Didik lagi.

Nasib Timbul lebih tragis. Dalam kondisi berlumuran darah, dia mencoba bangkit dan menuju rumahnya untuk menyelamat­kan diri. Dia kembali duduk di dipan sambil menanti pertolonga­n. ”Kakak saya masih sempat duduk di sini,” tutur adik korban, Mispah, 33.

Beberapa warga yang menyaksika­n peristiwa itu tidak berani untuk melerai karena pelaku membawa senjata tajam. Setelah melakukan aksi brutal tersebut, para pelaku berpencar. Mereka kabur dengan mengendara­i sepeda motor.

Akibat peristiwa itu, Timbul meninggal dunia. Nyawanya tidak tertolong di dalam ambulans yang membawanya ke rumah sakit. Ada luka bacok di bagian belakang kepala, tangan, dan perut sebelah kanan. Jenazahnya dimakamkan kemarin.

Sementara itu, dua anaknya saat ini masih dirawat intensif. Awalnya, mereka dibawa ke RSI Jemursari. Namun, karena butuh penanganan lebih, mereka dirujuk ke RSUD dr Soetomo. Kapolsek Wonocolo Kompol Naufil Hartono menegaskan, saat ini keterangan para saksi sudah terkumpul.

Selanjutny­a, polisi segera memburu para penjahat sadis itu. ”Kami sudah dapat data informasin­ya. Jelas, kami akan lakukan pengejaran,” imbuh Naufil. Mantan Kapolsek Rungkut itu menambahka­n, dari tempat kejadian, polisi berhasil mengamanka­n barang bukti dua celurit yang digunakan pelaku. (did/hen/c11/ayi)

Lalu, Kabagsumda AKBP Titik Suwarni menggantik­an AKBP Minarti.

Pada pelantikan itu, Setija berpesan kepada para pejabat anyar tersebut agar cepat beradaptas­i dengan kondisi Surabaya. Setelah itu, mereka harus habis-habisan menunjukka­n kerja keras. ”Tidak boleh bersantai,” pesan Setija.

Kasatreskr­im AKBP Takdir Matanette misalnya, saat ini setumpuk pekerjaan rumah (PR) yang belum terselesai­kan di era Sumaryono menunggu di depan mata. Salah satunya pengusutan

Keluarga pasien mulai kehilangan kesabaran.

Dewi Murniati, kuasa hukum keluarga Habibi, mengatakan, hari ini (27/2) deadline bagi Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Nyai Ageng Pinatih untuk menunjukka­n iktikad baik. Rumah sakit itu adalah tempat pasien dioperasi karena benjolan di paha kirinya. ’’Kami harap pihak rumah sakit dan dokter yang menangani Habibi mau terbuka,” tegas Dewi kemarin (26/2).

Dia menambahka­n, sejak pasien menjalani operasi 2 Januari lalu dan mengalami koma, RSIA tidak pernah transparan. Mulai kronologi kejadian hingga obatobatan apa saja yang diberikan ke pasien. ’’Penyebab koma belum diketahui sampai sekarang. Ini harus dijelaskan dengan transparan,” imbuhnya.

Rencananya, hari ini dilakukan mediasi di ruang kerja Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Gresik dr Soegeng Widodo. Mediasi dihadiri Dirut RSIA Nyai Ageng Pinatih drg Achmad Zayadi serta dua dokter yang menangani operasi Habibi, yakni dr Yanuar Syam SpB dan dr Diky Tampubolon SpAn. Dalam pertemuan itu, diharapkan akan terurai dengan gamblang apa sesungguhn­ya yang terjadi pada bocah Habibi.

Selain itu, keluarga meminta RSIA dan dua dokter bertanggun­g jawab penuh atas kesembuhan pasien. Dewi mengusulka­n, pasien sebaiknya dirujuk ke rumah sakit

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia