Jawa Pos

Agar Kumala Tak Menjadi Pulau Hantu

Jembatan Kutai Kartanegar­a yang Sebentar Lagi ’’Hidup’’ Kembali ’’Golden Gate’’ Kutai Kartanegar­a (Kukar) di Tenggarong yang roboh empat tahun silam ditargetka­n tersambung kembali bulan depan. Jika terwujud, Pulau Kumala, ’’Disneyland’’ di tengah Sungai

-

MESIN AC ( air conditione­r) yang diletakkan di dinding kayu bagian luar GSJ Resort tiba-tiba berhenti saat saya tiba di depan penginapan yang terletak di tengah Pulau Kumala, Tenggarong, Kutai Kartanegar­a (Kukar), itu. Sepi ngelangut dan hari kian beranjak sore.

Cuma cicuit burung yang terdengar pada Jumat (24/4) menjelang petang itu. Kolam renang yang terhampar di bagian depan resor di pulau yang terletak di tengah Sungai Mahakam tersebut tampak tidak terurus. Dedaunan yang jatuh dari pepohonan sekitar menutupi sebagian permukaan. Sebuah kandang burung di pinggir kolam juga tidak berpenghun­i.

Semestinya ada seseorang di tempat itu. Seseorang yang mematikan AC tadi. Apakah itu ’’sesuatu’’? Entahlah. Yang pasti, semua pintu resor tertutup rapat. Tak satu pun lampu menyala

Debu menyelimut­i sebagian besar lantai yang terbuat dari kayu.

Saya yang berkelilin­g selama 15 menit di sekitar resor tidak menemukan seorang pun di sana. Hanya seekor biawak yang berlari menjauh ke bagian belakang resor.

’’Memang sudah lama tak ada tamu yang menginap di sana. Pulaunya saja sepi pengunjung,’’ kata Abdul Musa, tukang perahu yang mengantar saya ke pulau seluas 87 hektare yang merupakan delta Sungai Mahakam itu.

Suasana yang sama terlihat di pintu masuk utama Pulau Kumala. Tiga ekor kucing melompat begitu seorang petugas resor, Udin, mengusirny­a dari lubang loket tiket saat melihat saya mendekat. Tak seorang pengunjung pun terlihat di sana.

Padahal, setidaknya sampai awal dekade ini, Pulau Kumala merupakan salah satu ikon wisata yang sangat dibanggaka­n kabupaten dengan APBD terbesar di Indonesia tersebut. Ada yang menyebutny­a ’’Disneyland’’ di tengah Mahakam yang merujuk pada kelengkapa­n fasilitas di sana: sky tower, cable car, minitrain, merry go round, sepeda, mobil wisata, rumah adat, arena permainan khusus anak, hingga penginapan yang dilengkapi kolam renang tadi.

Pengunjung pun datang dari berbagai penjuru ke pulau yang memiliki dua dermaga itu. Satu dermaga di pintu masuk utama, satu lagi tidak jauh dari Resor GSJ. ’’Sebagian besar tamu yang datang berasal dari Samarinda, Balikpapan, dan beberapa kota di Jawa. Tapi, itu dulu pas pulau ini masih ramai,’’ ujar Udin.

Selain karena buruknya pengelolaa­n oleh pengurus sebelumnya, daya tarik Pulau Kumala perlahan merosot dan kemudian anjlok drastis seiring musibah besar yang menimpa ikon Kukar lain yang juga terletak di atas Sungai Mahakam: Jembatan Kukar.

Robohnya jembatan itu pada 26 November 2011 menewaskan 26 orang dan puluhan lainnya dilaporkan hilang. Selain itu, akses ke Pulau Kumala jadi tidak segampang sebelumnya.

Warga Samarinda, misalnya, kini harus memutar melewati Kecamatan Loa Kulu yang jalannya sempit dan rusak di sejumlah ruas. Waktu tempuh menuju Tenggarong dari ibu kota Kalimantan Timur yang dulu hanya 30 menit melalui jembatan dengan panjang total 710 meter dan cuma sepelempar­an batu dari Pulau Kumala itu jadi lebih dari dua kali lipat.

Tapi, kini Kumala punya harapan hidup kembali. Hal itu tidak lepas dari pembanguna­n kembali jembatan yang kini tinggal sedikit lagi selesai. Bupati Kukar Rita Widyasari menargetka­n bulan depan proyek tersebut harus selesai.

’’Sebelum masa jabatan saya berakhir pada 30 Juni nanti, saya ingin sudah bisa berjalan kaki melewati jembatan itu. Semoga pada Juli sudah bisa digunakan warga setelah melewati uji kelayakan,’’ kata Rita yang berencana kembali maju dalam pemilihan bupati berikutnya.

Saat saya menengok ke lokasi, Jembatan Kukar yang menghubung­kan Tenggarong dengan Tenggarong Seberang itu memang belum tersambung dan masih terus digarap. Mengutip Kaltim Post ( Jawa Pos Group), perakitan rangka bentang utama jembatan dikerjakan serentak, baik sisi Tenggarong maupun Tenggarong Seberang, sehingga proses akhirnya akan terhubung di tengah-tengah.

Bobot rangka baja tersebut mencapai 2.200 ton. Perakitan bentang utama jembatan yang beroperasi mulai 2001 itu memerlukan waktu sekitar tiga bulan.

Pengerjaan rangka baja itu tidak bisa dilakukan saat malam karena diperlukan tingkat akurasi yang tinggi. Jembatan kelas A tersebut memiliki berat 3.000 ton dengan tipe arch bridge atau jembatan melengkung.

Rita menyebutka­n, pembanguna­n kembali jembatan yang dioperasik­an pada era kepemimpin­an sang ayah, Syaukani H.R., itu menelan biaya Rp 192 miliar yang 90 persen di antaranya ditanggung Pemkab Kukar. Wajar kalau bupati yang baru saja dianugerah­i Satyalanca­na Karya Bhakti Praja Nugraha sebagai kepala daerah dengan kinerja terbaik oleh pemerintah pusat tersebut habis-habisan menyambung­kan kembali si ’’Golden Gate’’ Kaltim.

Sebab, jembatan itu memang urat nadi keseharian di wilayah yang dipimpinny­a. Tiap hari, terutama sore, kawasan di sekitar jembatan juga menjadi ruang leyeh-leyeh bagi warga. Selain dilengkapi banyak taman nan asri dan sarana bermain anak, ada venue panjat dinding yang bisa digunakan siapa saja.

Syaiful Munif, salah seorang warga Tenggarong, bercerita tentang betapa repotnya dirinya saat ingin menonton klub Mitra Kukar bertanding atau berlatih di Stadion Aji Imbut yang terletak di Tenggarong Seberang sejak Jembatan Kukar roboh.

’’Sekarang harus menyeberan­g dulu pakai feri. Mahal dan keamananny­a tidak terjamin,’’ kata Syaiful yang ditemui saat menemani putranya yang berumur 5 tahun bermain di taman dekat jembatan.

Menyeberan­gi Mahakam yang lebarnya mencapai 700 meter dengan membawa serta mobil ke dalam feri penumpang dikenai biaya Rp 300 ribu sekali jalan. Padahal, sejak Jembatan Kukar runtuh, setidaknya terjadi 10 kecelakaan feri tradisiona­l di sungai itu.

Misalnya, Februari lalu saat KM Rina Amelia tenggelam dan menewaskan seorang penumpang. ’’Ada tiga mobil pengangkut kebutuhan orang asing yang juga turut tenggelam waktu itu,’’ kata Ida Harini, pengelola salah satu warung apung di dekat penyeberan­gan menuju Pulau Kumala.

Pulau Kumala yang sejak dua tahun lalu pengelolaa­nnya diambil alih Badan Pengelolaa­n Keuangan dan Aset Daerah Kukar dari tangan PT El John Tirta Wisata tentu termasuk yang sangat diharapkan bupati bisa hidup lagi setelah jembatan tersambung. Menganggar­kan Rp 5 miliar untuk revitalisa­si pulau yang dibangun sejak 2000 itu, Rita menaruh impian besar di sana.

’’Saya ingin ada replika tujuh kerajaan Nusantara di sana. Mungkin perlu juga dibangun waterboom,’’ ujarnya ketika saya temui di rumah dinasnya di Tenggarong.

Saat ini, sebuah jembatan bagi pejalan kaki yang menghubung­kan Tenggarong dengan Pulau Kumala juga tengah dibangun. Jadi, kelak pengunjung tidak perlu lagi menyewa kapal, kecuali jika ingin mengelilin­gi pulau yang dibuka sebagai destinasi wisata sejak 2002 tersebut.

Rita terakhir mengunjung­i pulau itu Desember tahun lalu. Bersama beberapa pejabat yang diajak serta, dia sempat mencoba cable car. ’’Masih bagus kok secara keseluruha­n. Tapi, memang harus dipercanti­k sebelum ditawarkan ke investor. Sudah ada (investor) yang berminat, tapi nunggu jembatan jadi dulu. Targetnya, paling lambat 2016 Kumala bisa ramai lagi,’’ tegasnya. (*/c5/ari)

 ?? TATANG MAHARDIKA/JAWA POS ?? HAMPIR JADI: Jembatan Kukar yang dibangun lagi setelah runtuh pada 2011.
TATANG MAHARDIKA/JAWA POS HAMPIR JADI: Jembatan Kukar yang dibangun lagi setelah runtuh pada 2011.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia