Jawa Pos

RI Masih Menjanjika­n di Mata Investor Asing

-

JAKARTA – Meski dirundung isu perlambata­n, perekonomi­an Indonesia masih cukup menjanjika­n di mata investor. Hal tersebut tampak dalam acara Institute of Internatio­nal Finance (IIF) yang dihadiri banyak eksekutif puncak dari perusahaan ternama. Mulai DBS, JP Morgan, Commonweal­th, Barclays, Deutsche Bank, Goldman Sachs, hingga BCA dan ANZ Indonesia.

Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Budi Gunadi Sadikin menuturkan, kehadiran para CEO tersebut membuktika­n bahwa masih ada optimistis terhadap perekonomi­an Indonesia meski pada triwulan pertama tahun ini capaian pertumbuha­n ekonomi hanya 4,71 persen.

’’Semua CEO ini datang karena sangat optimistis terhadap Indonesia. Sebab, kita adalah pilar di Asia,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (7/5). Keyakinan itu berlatar belakang banyaknya sektor yang bisa digarap dan berpeluang tumbuh tinggi ke depannya.

Misalnya, terkait dengan infrastruk­tur seperti bandar udara, kereta api, pelabuhan, dan lainlain. Dia menyebutka­n, pembiayaan bank masih sangat dibutuhkan. ’’Setiap tahun harus mencapai USD 80 juta untuk membangun infrastruk­tur,’’ ucapnya.

Dia juga mengingatk­an bahwa masih rendahnya akses masyarakat ke perbankan menjadi tantangan di Indonesia. ’’Pemilik telepon genggam lebih dari 200 juta orang, tetapi yang bisa mengakses perbankan hanya 60 juta orang,’’ jelasnya.

Sementara itu, pembanguna­n infrastruk­tur yang saat ini menjadi fokus pemerintah Indonesia memerlukan dana besar. Dengan demikian, sektor perbankan mesti berperan mendorong program pembanguna­n infrastruk­tur.

Lemahnya pertumbuha­n ekonomi tidak lepas dari perekonomi­an global yang lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Persoalan turunnya harga komoditas sejak tiga tahun terakhir ditambah melemahnya harga minyak dunia pada akhir tahun lalu disebutnya menjadi pemicu perlambata­n.

Dari faktor domestik, konsumsi rumah tangga cenderung stabil. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, konsumsi menjadi pendorong yang cukup besar untuk perekonomi­an dalam negeri. ’’Makanya, kita harus banyak konsumsi dalam negeri,’’ tuturnya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mendorong perkembang­an pasar hedging (lindung nilai) dengan cara menyosiali­sasikan- nya kepada regulator dan pelaku ekonomi. Diharapkan, semua mempunyai kesepahama­n. Dengan begitu, transaksi lindung nilai bisa dijalankan dengan penuh tanggung jawab, konsekuen, dan konsisten.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardo­jo mengungkap­kan, transaksi lindung nilai menjadi sebuah tuntutan di tengah tantangan ketidakpas­tian prospek ekonomi global yang mengakibat­kan nilai dolar Amerika Serikat cenderung menguat. Kondisi perekonomi­an global ke depan yang tidak pasti itu menuntut penguatan, terutama di mikro.

’’Lindung nilai ini adalah satu konsep relatif baru bagi Indonesia. Kita memahami, sejak krisis Asia 1997–1998, betul-betul risiko nilai tukar itu membawa kondisi yang fatal bagi perusahaan-perusahaan Indonesia,’’ ujar Agus di Jakarta kemarin (7/5). (dee/c20/c14/oki)

 ??  ??
 ?? IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? PROSPEKTIF: Wapres Jusuf Kalla (kanan) didampingi Executive Managing Director IIF Hung Tran (kiri) dan Budi G. Sadikin saat membuka Institute of Internatio­nal Finance (IIF) Asian Summit 2015 di Jakarta kemarin.
IMAM HUSEIN/JAWA POS PROSPEKTIF: Wapres Jusuf Kalla (kanan) didampingi Executive Managing Director IIF Hung Tran (kiri) dan Budi G. Sadikin saat membuka Institute of Internatio­nal Finance (IIF) Asian Summit 2015 di Jakarta kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia