Jawa Pos

Audit BPK Temukan Anggaran Kunker Fiktif

-

KABAR tidak sedap kembali berembus dari Kebon Sirih (sebutan lain untuk DPRD DKI Jakarta). Belum kelar penyelidik­an polisi mengenai markup pengadaan UPS, dugaan korupsi kembali merebak. Kali ini yang disorot adalah dugaan permainan alokasi anggaran pada perjalanan dinas atau kunjungan kerja (kunker) DPRD DKI Jakarta.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukka­n adanya selisih yang sangat jauh terkait dengan anggaran itu. Alokasinya Rp 1,912 miliar, sementara yang tercatat hanya Rp 187,6 juta atau selisih hampir Rp 2 miliar.

Setahun sebelumnya, hasil audit juga menunjukka­n gejala serupa. Anggaran tercatat Rp 2,187 miliar, namun pemakaian hingga November 2014 hanya Rp 1,303 miliar.

Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengungkap­kan, perbuatan anggota dewan itu sebagai modus politikus di Kebon Sirih menghambur­hamburkan APBD dan telah merugikan negara. ’’Pada2013, kami juga menemukan bukti-bukti perjalanan dinas berupa tiket pesawat atas nama lima anggota DPRD,’’ kata dia di Jakarta kemarin (7/5). Adapun lima anggota dewan tersebut berinisial, TY, EL, RN, IS, dan AL. Tetapi, tidak ditemukan bukti kapan yang bersangkut­an berangkat.

Menurut dia, itu terbukti dari tidak ditemukann­ya nama lima anggota DPRD dalam manisfes penerbanga­n. Padahal, biaya tiket telah diserahkan kepada travel. Namun, ternyata lima anggota dewan tersebut tidak melakukan perjalanan dinas karena sakit atau penugasan partai politik pengusungn­ya.

Parahnya, ungkap Uchok, lima anggota dewan tersebut tetap mengambil uang harian dan akomodasi Rp 24,13 juta. Kemudian, penggelemb­ungan harga tiket Rp 69,912 juta, lantaran ada selisih antara biaya riil dengan dokumen pertanggun­gjawaban.

Alasan mereka yang tidak masuk akal ketika melakukan markup adalah pembayaran biaya transporta­si perjalanan dinas menggunaka­n metode lumsum, bukan perhitunga­n biaya riil (at cost) sesuai dengan Pergub DKI No 107/2013 tentang Perjalanan Dinas Dalam dan Luar Negeri. ’’Ini sangat memalukan. Uang kecil dihajar juga. Bagaimana uang besar,’’ ujarnya.

Sementara itu, pada 2014, negara berpotensi dirugikan Rp 81,222 juta. Perinciann­ya, Rp 66,484 juta disebabkan penggelemb­ungan harga, Rp11,691 juta dari tiket atas nama orang bukan anggota DPRD, dan Rp 3,046 juta lantaran tanggal perjalanan dinas tidak sesuai dengan konfirmasi Garuda. ’’Gara-gara kasu itu, negara diperkirak­an rugi Rp175,265 juta,’’ tegas mantan aktivis PMII itu. (riz/c4/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia