Jawa Pos

Jangan Berharap Keajaiban

-

BARCELONA – Bayern Muenchen tidak pernah meraih hasil maksimal di leg pertama fase knockout Liga Champions musim ini. Saat menghadapi Shakhtar Donetsk pada leg pertama babak 16 besar di Lviv (17/2), mereka hanya bermain imbang tanpa gol. Namun, Bayern masih bisa lolos setelah pada kedua di Allianz Arena (11/3) memetik kemenangan telak 7-0.

Hambatan kembali menghadang Bayern saat melawan FC Por to di leg pertama perempat final lalu (15/4). Pasukan Pep Guardiola dipaksa menyerah dengan skor 1-3. Tapi, Bayern bisa lolos dari lubang jarum setelah menghajar Por to dengan skor telak 6-1 pada leg kedua perempat final di Allianz Arena (21/4)

Nah, hasil mengecewak­an kembali diraih Phillip Lahm dkk ketika melawat ke Camp Nou pada leg pertama semifinal Liga Champions kemarin. Die Roten –julukan Bayern– dipaksa menyerah dengan skor telak 0-3 (0-0) oleh Barcelona. Hasil itu memang belum menutup peluang Bayern untuk lolos ke final. Apalagi, mereka sudah kenyang pengalaman untuk membalik keadaan di Allianz Arena. Tapi, Barcelona jelas tak sebanding dengan Shakhtar ataupun Porto. So, sulit berharap ada keajaiban di Allianz Arena pada leg kedua semifinal pekan depan (12/5). Sebab, untuk bisa lolos ke final, Bayern harus menang dengan selisih empat gol!

”Anda tak bisa mengharapk­an kami bisa melakukan hal yang sama terhadap Porto, saat melawan Barcelona di leg kedua nanti. Tapi, sebelas pemain di lapangan akan berjuang keras hingga detik terakhir. Kami harus bermain bersama sebagai sebuah tim,” papar winger Bayern Thomas Mueller kepada Reuters.

Kehancuran Bayern tak lepas dari performa ciamik Lionel Messi yang mencetak dua gol ke gawang Manuel Neuer. Yakni, pada menit ke-77 dan 80. Gol ketiga dari Neymar pada menit ke90 pun juga berasal dari assistsnya. Whoscored mencatat, trio MSN (Messi, Luis Suarez, dan Neymar) menjadi kunci utama dalam kemenangan itu. Sebanyak 13 di antara 15 kali shots Barcelona dihasilkan trio MSN.

Kemenangan telak kemarin membuat beban Barca –julukan Barcelona– lebih ringan. Mereka cukup bermain seri untuk mengamanka­n tiket final. Namun, entrenador Barcelona Luis Enrique mengingatk­an timnya bahwa tugas belum tuntas.

”Untuk leg kedua, kami tidak akan mengacu dari hasil di leg pertama ini. Sebaliknya, kami akan melawat ke Muenchen untuk mencari kemenangan,” koar Enrique kepada Marca. ”Kami punya tiga pemain (trio MSN) dengan kualitas menakjubka­n, terutama setelah gol pertama. Kami mendominas­i pada 10 menit terakhir,’’ tuturnya.

Kecemerlan­gan trio MSN itu sekaligus menyingkir­kan stigma bahwa Barca selalu dapat mengakhiri laga dengan keunggulan ball possession seperti permainan ala tiki-taka selama ini. Faktanya, Bayern justru lebih mendominas­i penguasaan bola dengan 53 persen.

Opta mencatat, penguasaan bola yang hanya 47 persen itu terjadi untuk kali pertama dalam ajang Liga Champions sejak 2006. Barca kali terakhir mencatatka­n penguasaan bola di bawah 50 persen saat memenangi duel melawan Werder Bremen pada 6 Desember 2006 di Camp Nou.

Gelandang Barca Andres Iniesta sepakat bahwa ball possession bukan lagi penentu kemenangan. ”Di luar kegagalan dalam ball possession, kami selalu mencoba untuk mendominas­i, tapi penyelesai­an akhir ka mi lah yang menentukan hasil akhir,” tandas Iniesta.

Bagi Bayern, itu adalah keka- lahan kali ketiga secara beruntun. Sebelumnya mereka menelan kekalahan dalam dua laga domestik. Yakni, ditumbangk­an Borussia Dortmund via adu tendangan penalti (29/4) di semifinal DFB Pokal dan kalah 0-2 dari Bayer Leverkusen dalam lanjutan Bundesliga (2/5).

Guardiola menilai, gol pertama Messi adalah awal kehancuran timnya. ”Dalam plan saya sebelumnya, saya ingin mendominas­i penguasaan bola dan membiarkan Barca terus berlari. Tapi, nyatanya, itu tidak berjalan, Barcelona lebih baik daripada kami,” beber Guardiola seperti dikutip Inside Futbol. (ren/c10/bas)

 ?? METRO ?? KELEWATAN: Jerome Boateng yang digambarka­n sudah meninggal.
METRO KELEWATAN: Jerome Boateng yang digambarka­n sudah meninggal.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia