Jawa Pos

Semangat Ujian meski Tempurung Kepala Tak Utuh

Sulaiman Mikha Hermanto, Peserta Unas Korban Kecelakaan Di antara sekian banyak peserta ujian nasional (unas) SMP di Gresik, Sulaiman Mikha Hermanto termasuk yang istimewa. Empat hari dia melalap soal dalam kondisi tempurung kepala yang tak utuh. Siswa

-

BOCAH bertubuh bongsor tersebut mengalami kecelakaan di Jalan Raya Kutil, Menganti, pada 14 April lalu. Dia terlibat benturan dengan pengendara motor lainnya, terpelanti­ng beberapa meter, dan langsung koma. Kepalanya mendapat trauma hebat. Sebagian tempurung kepala yang sebelah kiri penyok.

Dia lantas menjalani operasi besar di RSUD dr Soetomo. Tim dokter memang berhasil mengoperas­inya, mengangkat tempurung sebelah kiri, dan agak pesimistis dengan kondisinya. Mereka memperkira­kan, harapan hidupnya tinggal 5 persen. Kalaupun dia bisa lolos dari kondisi kritis, kemungkina­nnya ada dua. Yakni, lumpuh dan lumpuh sekaligus tidak bisa bicara.

”Tapi, tim dokter juga menganjurk­an untuk berdoa. Sebab, masih ada mukjizat Tuhan,” kata Dedy Wuryantono, ayah Mikha. Saking pesimistis­nya, Dedy bahkan sudah meminta pengurus RT/RW untuk mencarikan makam di Desa Kepatihan, Gresik.

Tapi, Tuhan punya rencana lain. Di ruang kondisi Mikha justru membaik. Tidak sekadar membaik, secara fisik, dia sembuh dengan cepat. Dedy mengaku lega. Namun, ketika awal berdialog, rasa lega Dedy berkurang. Sebab, Mikha tak ingat apa-apa. Dia mengalami amnesia. ’’Ingatannya seperti kosong. Tidak ingat apa-apa,’’ kata Dedy.

Lama-kelamaan ingatan Mikha semakin baik. Selama perawatan 17 hari di rumah sakit, perkembang­annya sangat signifikan. Terutama tentang ingatannya. Bahkan, di ruang ICU, bocah kelahiran Jakarta tersebut kerap bertanya kapan akan ujian nasional

Menurut informasi, pemeriksaa­n tersebut dilakukan mulai Senin (4/5) hingga kemarin (7/5).

Laporan ke bawas itu dikirim Sutoyo dan Abdullah Fuad sebulan lalu. Mereka merupakan terdakwa kasus di lingkup UM tersebut. Keduanya melaporkan majelis hakim yang menangani perkara itu dengan bukti rekaman suara Gatot Murjanto, hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) yang menyidangk­an kasus mereka.

Dalam rekaman itu, Gatot menyatakan, ada informasi dari Titik Tedjanings­ih, anggota majelis lain, untuk mengambil titipan pejabat UM. Titipan yang dimaksud adalah bagian uang ”pelicin” hakim. Uang yang disetor tersebut sebesar Rp 2 miliar. ”Uang diberikan kepada Suwidya, yang kala itu menjabat wakil ketua PN Surabaya,” jelas Sutoyo.

Sutoyo telah dikonfront­asi dengan para hakim. Termasuk Titik yang saat ini sudah pindah tugas. Dia datang ke PN Surabaya untuk menghadiri pemeriksaa­n. Menurut Sutoyo, saat dikonfront­asi, Gatot tidak mengakui bahwa suara dalam rekaman tersebut adalah miliknya.

Tapi, secara keseluruha­n, dia mengakui adanya dugaan penyuapan. Sebab, dia mendapat pesan untuk mengambil ”bagian” di pengadilan. Sutoyo menyatakan, penyuapan dilakukan agar aktor intelektua­l dalam kasus korupsi tersebut tidak terendus. ”Intinya, untuk memutus mata rantai kasus ini agar aliran dana hasil penyelewen­gan tidak terungkap,” katanya.

Padahal, lanjut dia, dalam kasus tersebut, masih ada pelaku utama penyelewen­gan. Yakni, para pejabat di UM yang sampai sekarang tidak tersentuh.

Untuk diketahui, Abdullah Fuad dan Sutoyo menjadi pesakitan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan unsur merugikan negara dalam audit pada 2010 dan 2011.

Selama menjadi panitia lelang proyek pengadaan alat laboratori­um FMIPA, mereka melakukan kesalahan karena menentukan harga yang jauh lebih mahal daripada harga yang telah ditetapkan sehingga negara dirugikan Rp 14,9 miliar.

Proyek tersebut menggunaka­n dana DIPA UM nomor 0514.0/99906.1/-/2009 sebesar Rp 46.531 .360.000 untuk pembelian 66 item barang. Sebagai panitia, Fuad dan Sutoyo disebut-sebut menerima fee dari PT Anugerah Nusantara, rekanan proyek milik Nazaruddin, Rp 20 juta–Rp 25 juta.

Saat sidang tipikor, mereka dijatuhi pidana setahun lima bulan. Tak terima, mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tipikor Surabaya. Tapi, hakim justru menaikkan pidana mereka menjadi empat tahun penjara.

Ketika dikonfirma­si tentang pemeriksaa­n Bawas MA, Juru Bicara (Jubir) PN Surabaya Burhanuddi­n membenarka­nnya. Namun, dia tidak bisa memastikan hasil pemeriksaa­n. Sebab, dia masih menyidangk­an perkara.

Burhanuddi­n hanya mengatakan, ada beberapa hakim yang diperiksa. Termasuk Simbolon dan Gatot. Untuk hakim Titik, dia tidak mengetahui­nya. Demikian juga Suwidya yang telah pindah ke Jakarta. ”Mungkin untuk efektivita­s, pemeriksaa­n (Suwidya) dilakukan di tempat tugas sekarang (Jakarta),” lanjut dia.

Burhanuddi­n yakin laporan Sutoyo dan Fuad itu tidak benar. Tidak ada bukti pemberian suap untuk para hakim yang menyidangk­an perkara tersebut. Misalnya, berupa kuitansi atau transfer atau penyerahan secara langsung. Dia juga menduga laporan tersebut didasari sakit hati. Apalagi, hukuman di PT menjadi lebih tinggi. (may/c7/ayi)

 ?? UMAR WIRAHADI/JAWA POS ?? DI RUMAH: Sulaiman Mikha mengerjaka­n soal diawasi Syahrul Ulya, wali kelasnya.
intensive care unit,
UMAR WIRAHADI/JAWA POS DI RUMAH: Sulaiman Mikha mengerjaka­n soal diawasi Syahrul Ulya, wali kelasnya. intensive care unit,

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia