AS Bongkar Spionase Ekonomi
Tangkap Enam Warga Tiongkok
WASHINGTON – Ketegangan hubungan Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok tidak melulu dipicu masalah politik atau militer. Di sektor ekonomi pun, dua negara itu bersaing ketat. Kemarin (20/5) media Negeri Paman Sam mengumumkan penangkapan enam warga Tiongkok atas dugaan pencurian rahasia perusahaan.
Jaksa AS menuduh enam warga Tiongkok yang dua di antaranya berprofesi sebagai dosen itu mencuri teknologi rahasia dari perusahaan di Silicon Valley dan Massachusetts. Selanjutnya, teknologi tersebut mereka kembangkan untuk kepentingan perdagangan. Dari skema curang yang kabarnya berlangsung sejak 2006 tersebut, Beijing-lah yang meraup keuntungan terbanyak.
’’Skema metodis yang berkesinambungan ini umum dipraktikkan pihak asing untuk mengeksploitasi teknologi berharga dan sensitif milik AS,’’ kata David Johnson, salah seorang agen khusus FBI di Kota San Francisco. Dia menambahkan, dalam upaya tersebut, pihak asing selalu memanfaatkan warga mereka yang bekerja atau punya aktivitas rutin di AS.
Kemarin koran-koran AS mengidentifikasisalahseorangtersangka sebagai Hao Zhang. Pria yang tercatat sebagai dosen tetap pada Tianjin University itu ditangkap di Bandara Internasional Los Angeles akhir pekan lalu. Kepada polisi, dia mengaku baru saja menghadiri konferensi ilmiah di Tiongkok. Dalam berkas dakwaan setebal 32 halaman, jaksa menyebut lima tersangka lainnya masih berada di Negeri Panda.
Jaksa federal menyatakan, tiga di antara enam tersangka itu pernah menuntut ilmu di salah satu universitas di AS. Selain Hao, dua tersangka yang berstatus mahasiswa AS tersebut adalah Wei Pang dan Huisui Zhang. Ide jahat muncul di benak trio mahasiswa pascasarjana itu pada 2006. Tepatnya, setelah mereka menuntaskan studi pascasarjana di AS.
Pada 2006, Hao bekerja di Skyworks Solutions Inc yang bermarkas di Negara Bagian Massachusets. Sementara itu, Wei tercatat sebagai pegawai pada Avago Technologies yang berkantor di Kota San Jose alias jantung Silicon Valley, Negara Bagian California. Dua perusahaan itu adalah pemasok cip untuk iPhones milik Apple dan produsen-produsen alat komunikasi yang lain.
Dalam hitungan bulan setelah bekerja di Avago, Wei lantas mengirimkan e-mail kepada rekan- rekannya di Tiongkok tentang pekerjaan yang dia geluti itu. Khususnya, teknologi FBAR yang memampukan sebuah gadget memilah sinyal untuk kepentingan komunikasi si pengguna. ’’Di pasar telepon genggam saja, teknologi ini bernilai USD 1 miliar (sekitar Rp 13,11 triliun) per tahun,’’ paparnya dalam tersebut.
Komunikasi itu pun lantas berujung pada pembentukan perusahaan oleh enam sekawan tersebut. Dengan memanfaatkan akses Hao dan Wei, mereka pun memproduksi cip yang serupa dengan teknologi FBAR itu. ’’Mereka mencuri resep, kode rahasia, spesifikasi, penampilan, desain, dan dokumen-dokumen perusahaan lain yang masuk dalam kategori sangat rahasia,’’ terang jaksa federal dalam dakwaannya.
Senin (18/5), Hao hadir dalam brifing singkat di pengadilan Los Angeles. Sampai sekarang, dia masih mendekam di sel tahanan kepolisian setempat. ’’Pemerintah menganggap kasus pencurian rahasia perusahaan seperti ini sebagai kejahatan yang sangat serius,’’ tegas Jubir Departemen Pertahanan AS Jeff Rathke. Sebab, pencurian rahasia itu setara dengan spionase. Khususnya, spionase ekonomi. (AP/ AFP/BBC/hep/c23/ami)