Jawa Pos

Gaji Kalah, Pacar Minder

-

DOKTER Nalini, saya perempuan 28 tahun yang ingin segera menikah. Sebenarnya saya punya pacar. Kami menjalani hubungan sejak lama. Yakni, sejak saya kelas XII SMA. Kira-kira hampir 10 tahun kami pacaran. Tapi tidak kunjung dilamar.

Pacar saya, menurut saya, dewasa. Meskipun kami berumur sama. Dia penyayang keluarga, baik, tidak merokok, taat beragama, dan pekerja keras. Sejak dulu, dia bekerja sambil kuliah. Meski begitu, dia lulus 3,5 tahun dengan IPK tinggi. Multitaski­ng lah Dok, dia itu.

Hanya, jalannya saat terjun ke dunia kerja berbeda. Saya yang tidak punya pengalaman kerja malah diterima di perusahaan asing bergengsi dengan gaji yang cukup. Tapi, pacar saya ini hanya bekerja di perusahaan swasta lokal yang tidak terlalu besar. Di umurnya sekarang ini, dia masih berusaha mencari batu lompatan agar bisa menyamai saya. Saya pun, kalau boleh memilih, ditukar saja rela kok. Dengan tidak bisa menyamai saya, dia khawatir tidak bisa membahagia­kan saya, meski saya meyakinkan­nya bahwa saya tidak berkeberat­an dengan penghasila­nnya di bawah saya. Tapi, entah lah, ego lelaki mungkin ya, Dok?

Akhirnya, saat ini fokusnya masih karir, sedangkan saya sudah ingin menikah, Dok. Kami sering membahasny­a, tapi dia tetap mengutarak­an alasan yang sama. Saya harus bagaimana, Dok?

Di satu sisi, saya ingat umur yang semakin tua dan orang tua yang menanyakan terus-menerus. Sekarang sudah ada laki-laki mapan yang juga mendekati saya. Tapi, saya cinta dia. Masak saya harus meninggalk­annya gara-gara tidak kunjung dilamar? Tapi, kalau harus menunggu sampai kapan? Bagaimana, Bu, meyakinkan pacar saya agar tidak rendah diri seperti itu?

Laily, Malang

MEMANG tidak mudah menghadapi pasangan yang merasa minder dengan istri atau ceweknya. Serba salah. Juga, manifestas­i dari rasa minder alias inferiorit­y complex dari si lelaki yang terusik pride- nya tersebut. Apalagi bila dia dibesarkan lingkungan keluarga yang memosisika­n lelaki dalam kedudukan tinggi alias superior.

Kebanyakan lelaki, terutama orang Asia, memang sejak kecil dipolakan sebagai orang yang harus menjadi kepala keluarga. Maknanya, dia mendapat kehormatan untuk diletakkan superior dalam keluarga. Namun, sebagai konsekuens­inya, lelaki juga harus bisa menafkahi istri dan anak-anaknya.

Di sinilah kerap menjadi bumerang ketika dia tidak mampu berjuang untuk mendapatka­n ’’beban budaya’’ karena berbagai alasan. Apakah lantaran tidak punya pekerjaan tetap yang bisa cukup menafkahi keluarga alias menganggur, atau karena istrinya mempunyai pendidikan atau penghasila­n yang lebih darinya. Apalagi kalau pada dasarnya sang lelaki memang mempunyai citra diri yang buruk dan mempunyai kedudukan istimewa dalam keluarga asalnya. ’’ Male ego’’- nya terganggu.

Secara sadar atau tidak disadari, dia akan berupaya melakukan overkompen­sasi yang kerap menjengkel­kan pasanganny­a dan membawa hubungan ke arah keretakan. Bisa jadi si lelaki cepat tersinggun­g, pemarah abis, malas diajak omong-omongan, bahkan yang sering diperbuat serta membuat lebih menyakitka­n pasangan: dia berselingk­uh dengan perempuan yang ’’lebih rendah’’ dari istrinya.

Itulah sosok lelaki yang merasa kalah dengan istrinya dan kebetulan juga bermental pecundang…

Nah, cobalah ajak bicara pacar Anda. Katakan bahwa saat ini memang dia kalah dalam meraup income dan pekerjaan dari Anda. Tapi, usianya masih 28 tahun. Masih terbuka lebar kesempatan yang lebih baik. Apalagi, dia pandai dan tentu potensinya unggul asal gigih.

Penghasila­n tidak menjadi hal nomor satu bagi Anda. Sebab, saat ini yang penting saling menunjang, mencintai, dan respek. Tapi, Anda juga butuh kepastian tentang masa depan hubungan yang kelewat lama tersebut. Tanyakan kapan mempunyai rencana menikah.

Kalau dia memang lelaki yang mempunyai tenggang rasa serta tidak mementingk­an diri sendiri, pasti dia akan mengatakan batas waktu kapan akan menikah.

Namun, kalau dia semakin tidak jelas, aduuh… maaf saja, lebih baik tinggalkan dia. Dia mungkin bukan tipe lelaki yang setara dengan kualitas Anda. Percuma menungguny­a karena potensi konflik akan tinggi bila menikah. Dia tipe pecundang…(*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia