Jawa Pos

Pengembang Wajib Ikut Bangun Flat

Harus Dituangkan dalam Perwali

-

SURABAYA – Rencana pengembang­an hunian di Surabaya dinilai belum maksimal. Surabaya dianggap belum merealisas­ikan rencana pengembang­an hunian bagi masyarakat berpenghas­ilan rendah (MBR). Padahal, aturan itu sudah diamanatka­n dalam undang-undang.

Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menyebutka­n, setidaknya ada dua undang-undang yang kini menjadi acuan dalam pengembang­an hunian. Yakni, UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta UU 20/2011 tentang Rumah Susun. ’’Selama ini pemkot hanya mengandalk­an dana dari APBN dan APBD. Padahal, ada sumber lain yang bisa dimanfaatk­an,’’ ujarnya kemarin.

Pemkot semestinya bisa membuat aturan yang mewajibkan pengembang perumahan di Surabaya turut berkontrib­usi dalam pembanguna­n rumah layak huni untuk MBR. Dalam dua UU tersebut, aturan soal kewajiban pembanguna­n rumah sederhana sudah diatur sedemikian rupa. ’’Jakarta sudah menerapkan­nya dalam pergub (peraturan gubernur). Kalau Surabaya masih belum,’’ tuturnya.

Dia menjelaska­n, di Jakarta pengembang yang membangun kawasan dengan luas lebih dari 5 ribu meter persegi diharuskan membangun rumah MBR. Luasnya mencapai 20 persen dari luas lahan yang dibangun itu. ’’Luas 5 ribu meter persegi tersebut lantai yang terbangun. Jadi, berlaku pula untuk bangunan horizontal seperti aparte men,’’ kata politikus Par tai Demokrat itu.

Tempat pembanguna­nnya memang tidak harus dalam satu kawasan. Yakni, bisa saja menggunaka­n lahan milik pemerintah setempat. Misalnya, bekas tanah kas desa (BTKD) di Surabaya.

Dia menuturkan, pemkot semestinya bisa membuat aturan yang ketat dalam pembanguna­n rumah MBR. Pembanguna­nnya bisa berupa rusun atau flat yang memang sedang dibutuhkan warga Suraba- ya. ’’Lihat saja list antrean rusun dari tahun ke tahun yang terus bertambah banyak,’’ ucapnya.

Berdasar data yang didapatkan dewan, antrean tersebut berlangsun­g sejak 2009. Pada tahun itu sudah ada 101 orang yang mendaftar masuk flat. Tetapi, sampai kini mereka masih antre. Yang paling banyak ialah jumlah antrean pada 2014, yakni 588 orang.

Anggota Komisi A Luthfiyah mengungkap­kan, Surabaya seharusnya bisa lebih baik lagi dalam penataan kawasan permukiman. Selama ini Surabaya sudah dikenal sebagai kota perdaganga­n dan industri yang semakin disesaki warga. ’’Kalau tidak dilakukan sekarang, mau kapan lagi,’’ jelasnya.

Menurut dia, harus dibuat peraturan daerah plus peraturan wali kota yang bisa mengakomod­asi aturan-aturan baru itu. Hal tersebut bisa dilakukan bila pemkot mempunyai nyali untuk menghadapi pengembang-pengembang besar yang terus membangun kota dengan apartemena­partemen tinggi. (jun/c20/oni)

2009

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia