Jawa Pos

Kata-Kata Jorok Laku, Kenapa Yang Baik Tidak

Risiko gagal bisnis bisa menghantam siapa saja. Tetapi, bagi Mukhlis Putra, gagal dalam memulai usaha justru merupakan pintu masuk menuju sukses. Dia berjuang. Muchlis Putra, Anak Muda yang Rintis Usaha sambil Dakwah

-

MUKHLIS Putra tidak bermodal nol. Lelaki yang karib disapa Putra itu merupakan sarjana manajemen Universita­s Airlangga (Unair). Dia juga berkali-kali ikut pelatihan sarjana pengusaha. Hasilnya lumayan. Pelatihan selama 17 hari di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Gresik tersebut memberinya pengalaman merencanak­an bisnis.

Tujuan pelatihan itu ialah mengentas penganggur­an, terutama dari kalangan sarjana. Pesertanya mencapai 160 orang. ’’Waktu itu (2013, Red) boleh pilih secara kelompok atau sendiri. Saya pilih sendiri saja,’’ ungkap lelaki 24 tahun tersebut.

Usaha pakaian ( clothing) pun menarik hati Putra. Segmen khusus incarannya adalah umat muslim. Di Gresik, di Jawa Timur, di Indonesia, jumlahnya begitu besar. Mereka mengenakan pakaian. Pakaian muslim pun dipilih.

Bukankah sudah banyak produsen pakaian muslim dan muslimah? Putra membenarka­n itu. Usaha baju koko, gamis, atau songkok, misalnya. Sudah banyak pesaing. Untuk memasarkan­nya, juga perlu ikut pameran di besar agar laku keras.

Putra lantas memilih kaus bernuansa muslim. Desainnya berbau keislaman. Dia ingat betapa booming- nya kauskaus produksi Surabaya, Bali, dan Jogjakarta. Dengan kata-kata kreatif atau ungkapan-ungkapan pelesetan, kaus tersebut begitu diminati. ’’Kalau (kaus) yang pakai kata-kata jorok begitu laku, kenapa kata-kata baik tidak,’’ jelasnya.

Putra pun mengeksplo­rasi ungkapan-ungkapan khas islami. Antara lain, Man Jadda Wajada, I Love My Hijab, Assalamual­aikum, dan berbagai ungkapan positif lain. Peminatnya ternyata banyak.

Sebenarnya bukan itu saja alasannya. Selama berkuliah, Putra juga familier dengan aktivitas dakwah. Sayangnya, ucap anak kedua di antara empat bersaudara tersebut, dirinya sering tidak percaya diri saat tampil di depan umum. Jadilah, kaus produksiny­a juga sebagai media dakwah. Artinya, bisnis plus berdakwa lewat kaus.

Mengawali usaha pada Januari 2014, bisnis Putra eksis hingga sekarang. Memang tidak mulus perjalanan­nya. ’’Sempat goyang ketika baru jalan delapan bulan,’’ tuturnya.

Dia ingat saat itu sudah buka stan di parkir bus Sunan Giri. Harapannya, kaus tersebut laris dibeli para wisatawan religi. Ternyata, ekspektasi­nya salah. ’’Orang ziarah tidak sama dengan orang wisata,’’ katanya. Mereka tidak terlalu berburu cenderamat­a.

Dalam kondisi limbung itu, cibiran pun datang bertubi-tubi. Banyak yang berkata: Tetangga dan teman-temannya pun memandang sebelah mata. Putra merespons hal tersebut dengan senyum. ’’Mengapa mesti malu. Toh dapat uang halal, bisa sambil berdakwah juga,’’ ujarnya.

Dua bulan kemudian atau bulan kesepuluh usahanya berjalan, dia nekat meminjam modal kepada orang tuanya. Yakni, hanya Rp 20 juta. Putra menyadari bahwa ada yang kurang pas dengan konsep usahanya. Awalnya, kaus-kaus itu dibidik untuk pasar menengah ke bawah. ’’Bulan kesepuluh tersebut saya ubah. Saya ganti kain, desain, dan warnanya,’’ terangnya.

Warnanya pun bervariasi dari hanya putih ke aneka warna. Desainnya makin kaya hingga sekitar 30 varian. Hasilnya luar biasa. Peminat kaus dakwah Putra pun terus membesar. Dia sudah mempunyai 30 agen di seluruh Indonesia. ’’Bagi saya, tidak ada kata gagal. Yang ada hanya proses belajar,’’ ungkapnya. (*/c20/roz)

 ?? ANDINA S. RAYAHU/JAWA POS ?? event-event HASIL GANDA: Muchlis Putra dan salah satu kaus produk
bisnis dan dakwahnya.
sarjana perguruan tinggi terkenal kok jualan baju.
ANDINA S. RAYAHU/JAWA POS event-event HASIL GANDA: Muchlis Putra dan salah satu kaus produk bisnis dan dakwahnya. sarjana perguruan tinggi terkenal kok jualan baju.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia