Warga Komplain Dinding Retak
Pembangunan Apartemen Tahap Kedua tanpa Sosialisasi
SUKOMANUNGGAL – Di berbagai wilayah Surabaya kian banyak dibangun gedung bertingkat. Meski demikian, pembangunan itu menyisakan dampak buruk bagi warga yang tinggal di sekitarnya. Salah satunya rumah warga di Putat Gede.
Pekarangan rumah seluas sekitar 300 meter persegi itu dipenuhi sisasisa lumpur yang mengering. Jalan dan tanah di pekarangan rumahnya terlihat tidak rata. ”Waktu musim hujan April lalu, lumpurnya masuk ke pekarangan saya,” terang Endang Wahjuningsih Roeminto.
Rumah Endang berbatasan langsung dengan proyek apartemen di sisi timur. Terlebih pembangunan apartemen tahap kedua di HR Muhammad itu diyakini tanpa sosialisasi sebelumnya.
Menurut dia, proyek tersebut persis berbatasan dengan rumahnya. Hal itu berdampak pada kerugian materiil maupun nonmateriil. ” Tanah amblas semua. Rumah retak. Bahkan, saya dan warga ndak bisa tidur karena suara hammer- nya,” lanjut perempuan 62 tahun itu.
Saat Jawa Pos menyambangi rumahnya, debu dari material bangunan bertebaran di sekitar rumahnya. Bahkan, tembok pembatas rumahnya dengan proyek apartemen tersebut jadi miring dan nyaris roboh. Dia telah mengadukan hal itu kepada pemkot dan pengembang, PT Tanrise. ”Sudah ada kesepakatan untuk pasang sheet piles jika lahannya akan digali lagi. Tapi, kenyataannya tidak dikerjakan,” terangnya sambil mengeluarkan bukti kesepakatan pada 13 Juni 2013 itu.
Selain Endang, Ketua RW 2 Rahmadi mengungkapkan hal serupa. Pembangunan tahap kedua apartemen setinggi 30 lantai tersebut belum sekali pun disosialisasikan. ” Yang kami tahu itu hanya sosialisasi De’ Vasa (proyek tahap satu),” bebernya.
Dia menyebutkan, pengembang belum mengganti kerusakan akibat pembangunan kondotel tahap pertama. Tapi, pengembang malah mulai membangun gedung perkantoran yang merupakan tahap kedua. Dia menguraikan, 40 bangunan, termasuk fasum, rusak akibat pembangunan tahap pertama.
Itu pun hanya enam rumah yang diberi ganti rugi tanpa sepengetahuan pengurus RT. ”Warga saya hanya diberi ganti rugi Rp 1 juta nonmateriil saat di kantor kelurahan. Tapi, tidak ada pembicaraan soal gedung perkantoran Voza,” tegas pria 48 tahun itu.
Dia bersama warga meminta pertanggungjawaban pengembang. Bahkan, hal tersebut sudah tercium hingga ke Komisi C DPRD Kota Surabaya. Anggota dewan berencana meninjau lokasi dan mendengarkan keluhan warga Putat Gede.
Sementara itu, Kelapa Bidang Lingkungan Hidup Musdiq Ali menyatakan, pihaknya telah berkali-kali menjembatani pengembang dan warga. ”Sejak ada komplain, kami sudah coba berkoordinasi dan pantau pembangunan,” katanya.
Dia menyebutkan, pihaknya sama sekali tidak anti pembangunan. Namun, segala sesuatu harus sesuai prosedur. Meski begitu, dia mengaku tidak bisa memantau 100 persen di lapangan.
Terkait dengan pemasangan sheet piles, dia mengatakan akan mengonfirmasikan hal itu kepada pengembang. ”Kami hanya berperan di awal saat pembuatan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan),” jelasnya.
Direktur Keuangan PT Tanrise Ichsan Linarto saat dihubungi Jawa Pos belum bersedia menjelaskan kondisi di lapangan. Dia mengaku sedang antre periksa ke dokter gigi. Hingga berita ini diturunkan, Ichsan tidak memberikan jawaban via telepon. (bir/c6/nda)