Jawa Pos

Kendalikan Inflasi, Tirulah Jawa Timur

-

JAKARTA – Tingkat inflasi masih menjadi masalah besar bagi Indonesia. Pemerintah pun menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisi­pasi meningkatn­ya secara drastis harga barang dan jasa.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin langsung Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Jakarta kemarin (27/5). Dia menyatakan, pemerintah tengah berupaya merevitali­sasi Bulog agar tidak hanya menjadi alat stabilisas­i harga beras, tetapi juga kebutuhan pokok lain.

Namun, hal itu saja belum cukup. ”Pemda juga harus aktif dan serius dalam pengendali­an inflasi,” kata Jokowi.

Jika dibandingk­an dengan negara tetangga, inflasi Indonesia sangat tinggi yang mencapai 6,79 persen year-on-year (yoy). padahal, Filipina hanya 2,2 persen. Bahkan, Singapura minus 0,3 persen.

Rentetan dampak tingginya inflasi memang panjang. Jika harga barang dan jasa naik tinggi, daya beli masyarakat ter tekan sehingga konsumsi rumah tangga tidak akan meningkat. Padahal, konsumsi rumah tangga itulah yang selama ini menjadi motor utama pertumbuha­n ekonomi Indonesia

Bukan hanya itu. Inflasi tinggi juga akan membuat masyarakat yang sebelumnya berada tipis di atas garis kemiskinan menjadi di bawah kemiskinan. Akibatnya, jumlah penduduk miskin naik. Sementara itu, sektor perbankan akan sulit menurunkan suku bunga. Dampaknya, para pelaku usaha harus menanggung bunga kredit yang tinggi sehingga daya saingnya turun.

Karena itulah, Jokowi terus menekankan pentingnya pengendali­an inflasi karena ujung-ujungnya terkait erat dengan kesejahter­aan masyarakat dan pertumbuha­n ekonomi. Untuk itu, jika biasanya presiden hanya membuka Rakornas TPID, kemarin Jokowi terus ikut dan memimpin jalannya rapat.

Di hadapan bupati, wali kota, dan gubernur dari seluruh Indonesia, Jokowi kembali mendorong partisipas­i aktif daerah dalam pengendali­an inflasi. Caranya aktif memantau pergerakan harga bahan pokok dan segera melakukan operasi pasar jika ada gejala harga merangkak naik. ”Karena itu, pemda harus menganggar­kan dana untuk operasi pasar (dalam APBD),” jelasnya.

Jokowi menyebutka­n, pada 2014, ada daerah yang mencatat inflasi tertinggi seperti Kota Padang sebesar 11 persen dan kabupaten Merauke 12 persen. Namun, ada pula daerah dengan inflasi rendah seperti Manokwari yang hanya 5 persen. Untuk tahun ini, laporan dari berbagai daerah menunjukka­n inflasi cukup terkendali. ”Hampir setiap minggu, saya lihat kota dengan inflasi mana yang rendah dan tinggi. Hati-hati untuk daerahdaer­ah yang inflasinya tinggi.”

Menurut Jokowi, para kepala daerah harus mencermati faktor apa saja yang memicu inflasi di wilayahnya. Misalnya, apakah kurangnya pasokan atau memang keterbatas­an infrastruk­tur sehingga menghambat distribusi. ”Waspadai bahan pangan seperti beras, daging ayam, cabai, maupun bawang karena bobot inflasinya tinggi,” ujarnya.

Jokowi lantas memuji Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang memiliki inisiatif bagus dalam pengendali­an inflasi. Misalnya, memberikan subsidi untuk kendaraan pengangkut logistik sembako. ”Ini terobosan bagus yang bisa ditiru daerah lain,’’ katanya. Sebagai gambaran, inflasi di Jatim pada 2014 tercatat 7,7 persen, lebih rendah jika dibandingk­an dengan inflasi nasional yang mencapai 8,3 persen.

Sebelumnya, saat berbagi kisah sukses di Bank Indonesia (BI), Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, Jatim memiliki beberapa strategi untuk mengendali­kan inflasi. Salah satunya memberikan bantuan ongkos transporta­si kendaraan pengangkut sembako senilai Rp 9,5 miliar. ”Dengan strategi itu, kami bisa menekan lonjakan harga 36 produk dengan nilai total Rp 33 miliar,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Soekarwo, Pemprov Jatim mengembang­kan sistem informasi ketersedia­an 19 bahan pokok yang ditempatka­n di 190 pasar. Dengan sistem itu, pemerintah memantau pasokan bahan pangan sehingga bisa lang- sung melakukan tambahan pasokan atau operasi pasar saat terjadi kenaikan harga. ”Jadi, ada sistem peringatan dini untuk mencegah lonjakan inflasi,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardo­jo menuturkan, forum TPID kali ini cukup spesial. Dia mengatakan dari lima kali rapat TPID baru kali ini dihadiri dan dipimpin langsung presiden. ”Kami berterima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden. Seluruh jajaran akan bersinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta seluruh dunia. Semua akan mencari solusi,” papar Agus di Hotel Grand Sahid Jaya kemarin.

Agus melanjutka­n, dalam forum tersebut disepakati, seluruh kementeria­n akan bersinergi dengan pemda dan BI untuk merespons secara konsisten pengendali­an inflasi. Upaya pengendali­an tersebut, antara lain, terkait ketersedia­an pasokan, keterjangk­auan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang intensif di antara tiga pihak tersebut. ”Ditekankan juga, pemda diminta untuk bersinergi dan menindakla­njuti kegiatan pembanguna­n infrastruk­tur.”

Agus meyakini, sekalipun tengah terjadi perlambata­n ekonomi di Indonesia, jika TPID mampu bekerja maksimal, pihaknya optimistis mampu memitigasi risiko yang ada. Dengan demikian, target inflasi 4 persen plus minus 1 persen pada periode 2015–2016 bisa tercapai. ”Pada 2016–2017, juga akan diupayakan mencapai target itu. Bahkan, kita targetkan pada 2018 inflasinya bisa 3,5 persen,” imbuhnya. (owi/ken/c6/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia