Selamatkan Benteng Pendem
Terobosan Bupati Ngawi Budi Sulistyono (2-Habis) Tidak cuma getol dengan program penghijauan yang sudah menasional, Bupati Ngawi Budi Sulistyono juga berkomitmen dengan penyelamatan sejumlah cagar budaya. Yakni, Benteng Van den Bosh, rumah eks kepatihan,
BENTENG Van den Bosch santer terdengar di telinga masyarakat sejak 2012. Itu terjadi setelah bangunan cagar budaya peninggalan Belanda tersebut dibuka untuk umum. Sebelumnya, kompleks yang lebih dikenal dengan sebutan Benteng Pendem itu digunakan untuk markas Yon Armed 12 Kostrad dan gudang senjata. Sebagian juga dipakai untuk lokasi asimilasi narapidana Lapas Kelas II B Ngawi.
Lewat tangan dingin Bupati Ngawi Budi ”Kanang’’ Sulistyono, Benteng Pendem perlahan tapi pasti bisa dinikmati warga sipil. Memorandum of understanding (MoU) pengelolaan bangunan berukuran 165 meter x 80 meter dengan luas tanah 15 hektare itu tengah diproses dengan pihak TNI selaku pemilik aset. Bangunan tersebut memiliki sejarah penting bagi Ngawi khususnya dan Jawa Timur umumnya.
Benteng yang dibangun mulai 1839 hingga 1845 itu menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Ngawi sekitar abad ke-19. Dahulu kala Ngawi menjadi pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur, bangunan dengan arsitektur khas Eropa tersebut dijadikan pusat pertahanan Belanda untuk melindungi kedudukan dan fungsi strategis Ngawi. ’’Kalau melihat sejarahnya, pemerintah daerah memang wajib melindungi benteng ini (Benteng Pendem, Red),’’ kata pria yang akrab disapa Kanang itu.
Salah satu gebrakan nyata untuk memoles Benteng Pendem adalah pembuatan taman labirin. Taman sebelum pintu masuk utama itu kini tampak hijau dan menarik. Apalagi dilengkapi permainan anak.
MoU itu dimaksudkan untuk memuluskan rencana pemerintah pusat melakukan faceoff benteng yang dibangun 1839 tersebut. Kesanggupan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) disampaikan saat bertemu Kanang di Kota Batam beberapa waktu lalu. Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif Arief Yahya memberikan sinyal hijau untuk mengucurkan anggaran agar benteng tersebut dipugar seperti bentuk aslinya. Namun, itu tidak gratis. Dia diminta mempresentasikan keunggulan dan potensi benteng di kawasan pertemuan DAS Bengawan Solo dan Kali Madiun tersebut.
Kanang mengatakan, Benteng Van den Bosch bakal digarap dalam waktu dua tahun ini. Itu diharapkan dapat menunjang tahun kunjungan wisata yang dicanangkan 2017. Sebab, kata dia, pihaknya sudah menyiapkan anggaran Rp 20 miliar ditambah anggaran dari Kementerian Kebudayaan (Kemendikbud). ”Yang jelas, Kemenpar sudah siap. Nanti di sini tidak hanya dijadikan kawasan kunjungan, tapi juga museum senjata sebelum kemerdekaan sampai merdeka. Meski sebagian duplikat,’’ katanya.
Kanang mengakui, selain Kemenparekraf, Kemendikbud ikut cawe-cawe. Hal itu ditandai dengan kedatangan tim kepurbakalaan dan tim cagar budaya untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Sebab, benteng tersebut akan dipugar untuk dikembalikan sesuai bangunan asli dan fungsinya tanpa menambah bangunan baru. ”Yang jelas, kami butuh dukungan dari pusat. Bukan hanya support, tapi juga pendanaan untuk pengembangan Benteng Pendem. Sampai kapan pun saya perjuangkan,’’ urai mantan karyawan PT Inka Madiun itu.
Selain Benteng Pendem, pemerintah daerah kini tengah melakukan negosiasi untuk mendapatkan kompleks heritage eks Kepatihan. Kawasan yang pernah dihuni petinggi kepatihan (saat ini kabupaten) Patih Pringgokusumo itu dinilai memiliki sejarah penting bagi masyarakat Ngawi. Upaya pemerintah daerah saat ini tinggal menunggu proses negosiasi pembelian kompleks kuno tersebut. ’’Tahun ini untuk Kepatihan harus kita beli,’’ ungkapnya.
Kanang mengatakan, pihaknya sengaja memasukkan anggaran untuk upaya penyelamatan warisan budaya itu ke dalam APBD Ngawi 2015. Untuk penyelamatan kompleks eks Kepatihan, misalnya, pemkab menganggarkan bujet Rp 17 miliar di APBD. Duit tersebut digunakan untuk pembelian lahan lengkap dengan bangunan rumah di atasnya.
Dia menjelaskan, upaya ambil alih oleh pemerintah daerah bertujuan agar Kabupaten Ngawi bisa menjadi salah satu kota pusaka di Indonesia. Pihaknya berharap bangunan kuno peninggalan masa lalu yang memiliki nilai sejarah tinggi itu bisa menjadi kebanggaan daerah. ’’Kami mencoba untuk melestarikan peninggalan sejarah,’’ ujar pria asli Desa Watualang itu.( tyo/dip/ota/c6/tom)