Islah Dulu, Hak Pencalonan Menyusul
Dua Kubu Golkar Siap Teken Kesepakatan Politik Kerja Sama
JAKARTA – Dua kubu Partai Golongan Karya siap menjalin kesepakatan islah sementara. Kesepakatan politik itu dilakukan murni demi partisipasi Partai Golkar dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie untuk sementara mengesampingkan proses hukum yang akan berlangsung.
Hal tersebut disampaikan Yoris Raweyai, wakil ketua umum Partai Golkar kubu Agung, setelah menggelar pleno di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, tadi malam (27/5). Pleno selama lebih dari tiga jam itu menghasilkan kesepakatan bahwa kedua kubu akan menandatangani kerja sama demi partisipasi Partai Golkar di pilkada serentak 2015. ”Ini bukan islah, tapi kerja sama dua kubu demi menyemangati daerah,” jelas Yorrys terkait hasil pleno.
Menurut dia, kesepakatan kerja sama dengan kubu Ical –sapaan akrab Aburizal– tidak terlepas dari sikap negarawan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Mantan ketua umum Partai Golkar itu berhasil merancang empat poin kerja sama dua kubu Partai Golkar agar tidak tercipta sejarah kelam, yakni Partai Golkar tidak bisa ikut pilkada.
”Kami sepakat penandatanganan akan dilakukan pada Jumat atau Sabtu pekan ini, di sini (kantor DPP Partai Golkar, Red). Semua pengurus kedua pihak akan menyaksikan,” kata Yoris.
Empat poin kesepakatan itu adalah, pertama, kedua kubu setuju mendahulukan kepentingan Golkar ke depan. Kedua, membentuk tim bersama untuk proses penjaringan calon kepala daerah di pilkada. Ketiga, kriteria calon disepakati kedua kubu. Keempat, surat dukungan kepada calon kepala daerah yang diserahkan ke KPU ditandatangani DPP Partai Golkar yang sah.
Yoris menyatakan, ada sedikit salah persepsi terhadap poin keempat. Kubu Ical mengklaim pihak yang berhak menandatangani pencalonan kepala daerah adalah kubunya berdasar UU Pilkada, Peraturan KPU, dan putusan PTUN yang membatalkan SK Menkum HAM kubu Agung. Menurut Yoris, poin keempat itu belum memastikan kubu mana yang berhak menandatangani surat pencalonan kepala daerah Partai Golkar.
”Kita harus bedakan, ini adalah kesepakatan politik. Siapa ketua umum dan sekretaris jenderal yang tanda tangan, tunggu 26 Juli nanti (masa pendaftaran calon di KPU, Red),” kata Yoris.
Hal yang pasti dari kerja sama, lanjut Yoris, adalah terbentuknya tim bersama. Kedua kubu menetapkan tiga orang untuk menjadi panitia. Enam orang itu bertugas meyakinkan daerah agar bisa menjaring calon kepala daerah. ”Enam orang tersebut juga yang akan membentuk tim sampai ke daerah sekaligus menjelaskan kesepakatan parsial ini,” jelasnya.
Sembari tim enam memproses pencalonan di pilkada, Yoris menegaskan bahwa proses hukum akan tetap berlanjut. Kedua kubu sepakat mengesampingkan proses hukum sambil secara bersama-sama melakukan penjaringan calon kepala daerah. ”Proses banding dan judicial review silakan tetap berlangsung,” tandasnya.
Di tempat terpisah, JK menjelaskan bahwa kesepakatan islah antara dua kubu saat ini bersifat parsial. Artinya, islah hanya berlaku sementara demi kepentingan Partai Golkar bisa mengajukan calon dalam pilkada tahun ini. ”Mudah-mudahan semua lancar,” katanya.
JK menyebutkan, finalisasi islah masih akan menunggu kedatangan Aburizal Bakrie yang saat ini sedang berada di luar negeri. JK akan mempertemukan Ical dengan Agung untuk meresmikan kesepakatan islah yang sudah dirumuskan. ”Nanti Jumat ketemu,” ucapnya.
Di tempat terpisah, pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva menyarankan agar kasus Golkar dan PPP bisa menjadi pelajaran dalam memperbaiki UU Parpol. Klausul mengenai pembentukan, tugas, dan fungsi mahkamah partai harus diperbaiki dan ditata ulang. Sebab, posisi mahkamah partai sangat sentral dalam sebuah parpol.
DitemuiusaiseminarkepemiluandiJakarta kemarin, Hamdan mengkritik ketidaksiapan parpol dalam mengimplementasikan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Khusunya, dalam memfungsikan mahkamah partai. Seharusnya, hakim di mahkamah partai dibentuk sedemikian rupa agar independen dan tidak memihak. ’’Kalau hakimnya mendukung salah satu pihak, akan tetap menjadi masalah,’’ ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Untuk berikutnya, dia menyarankan mahkamah partai harus diberdayakan. Apabila masih ragu, sebaiknya menggunakan jalur arbitrase. ”Masing-masing memilih dua hakim arbitrase, lalu satu orang lagi independen,” lanjutnya. Dengan cara itu, sengketa kepengurusan tetap bisa diputus di tingkat internal. Tidak perlu melibatkan pengadilan di luar. (bay/owi/byu/c10/fat)