ElektronikTas Branded Bebas PPnBM
Dorong Daya Beli Konsumen
JAKARTA – Pemerintah mulai menertibkan sumber-sumber penerimaan pajak yang kurang efektif. Salah satu sumber penerimaan pajak yang bakal direvisi adalah produk yang masuk dalam kategori pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Sebelumnya, barang-barang elektronik dan aksesori mewah bermerek masuk dalam objek PPnBM.
Menkeu Bambang Brodjonegoro menyatakan, pemerintah bakal merevisi aturan PPnBM sehingga barang-barang nonotomotif tersebut tidak lagi masuk dalam aturan pengenaan PPnBM. Sebelumnya, hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ( PMK) Nomor 130/ PMK. 011/2013.
”Barang-barang mewah seperti elektronik, furnitur, mebel, dan aksesori (tas bermerek) itu PPnBMnya mau kita hapus. Pokoknya, barang konsumsi nonotomotif,” ungkap Bambang dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta kemarin (27/5).
Menurut mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal ( BKF) tersebut, barang-barang nonotomotif itu tidak lagi dikenai pajak karena potensi penerima annya yang relatif kecil. Padahal, biaya pengumpulannya cukup besar.
” Dari segi pe ne rimaan itu kecil, pengumpulannya susah. Banyak bocor lagi. Jadi, kita hapus saja,” paparnya.
Dia menilai, barang-barang tersebut sudah tidak layak dikategorikan sebagai barang mewah. Misalnya, TV yang sudah mengalami berbagai perubahan dalam produknya. ”Jika TV dianggap barang mewah, itu tidak mungkin. Lihat saja dulu dari TV gemuk sampai kurus, sudah ganti-ganti model,” jelasnya.
Dengan demikian, harga barangbarang nonotomotif tersebut nanti lebih murah dari sekarang. Hal itu setidaknya mampu mendorong daya beli masyarakat yang kini menurun. ”Nanti harganya lebih murah. Di sisi lain, itu bagus untuk mendorong konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Soal waktu pemberlakuannya, Bambang menyatakan bahwa revisi aturan tersebut akan termuat dalam PMK. Dia memastikan, PMK itu bisa diterbitkan dalam waktu dekat.
”Kalau itu (revisi PPnBM) bisa cepat karena cuma PMK,” katanya. Namun, dia menekankan, untuk otomotif, PPnBM masih tetap berlaku. ”Karena itu kan memang mahal,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga berencana menaikkan tingkat pendapatan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp 24,3 juta menjadi Rp 36 juta per tahun. Dengan begitu, gaji Rp 3 juta per bulan bebas pajak. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menuturkan, alasan PTKP tersebut naik karena pendapatan masyarakat secara umum meningkat. Itu tergambar pada kenaikan upah minimum provinsi (UMP).
UMP beberapa daerah bahkan mendekati Rp 3 juta per bulan. Tapi, di sisi lain, angka inflasi juga bergerak ke atas meski tahun ini diharapkan dapat ditekan pada level 4 persen plus minus 1 persen. ”Kenaikan PTKP dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Kemampuan masyarakat untuk konsumsi lebih bagus. Ini mendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi, ada multiplier effect,” imbuhnya. (ken/c22/oki)