Potensi Jadi Pusat Farmasi Dunia
Seimbangkan Arus Ekspor dan Impor
JAKARTA – Industri farmasi nasional dibayangi masih timpangnya neraca perdagangan. Pemerintah kini sedang bekerja keras untuk menyeimbangkan arus ekspor dan impor produk industri tersebut.
Salah satu upayanya, perusahaan farmasi global yang beroperasi di Indonesia harus meningkatkan investasi dan melakukan ekspansi produksi. Pabrikan farmasi multinasional didesak untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi berorientasi ekspor.
Menteri Perindustrian Saleh Husin menuturkan, ekspansi menjadi andalan untuk meningkatkan kinerja industri farmasi nasional. Hal itu dapat menambah devisa melalui ekspor produk farmasi sekaligus memperluas lapangan kerja. ”Perusahaan global yang beroperasi di sini harus bisa membuat Indonesia jadi basis produksi untuk ekspor,” kata dia saat meresmikan perluasan gudang pabrik PT Bayer Indonesia di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, kemarin (27/5).
Saleh juga mengincar target agar Indonesia secara bertahap membatasi peredaran obatobatan dan multivitamin impor di dalam negeri. Dia menyatakan bahwa prospek bisnis farmasi di tanah air terbilang cemerlang. ”Pada kuartal I 2015, industri farmasi, kimia, dan obat tradisional menjadi juara. Pertumbuhannya paling tinggi, yaitu 9,1 persen,” ujarnya.
Presiden Direktur Bayer Indonesia Ashraf Al-Ouf menegaskan, pihaknya berkomitmen turut memacu industri farmasi. ”Kami melihat Indonesia sebagai pasar yang penting sekaligus lokasi fasilitas utama untuk mengekspor produk kami ke seluruh dunia,” tutur dia.
Pabrik itu telah mengekspor ke 26 negara. Bayer juga menargetkan memperluas negara tujuan ekspor hingga menjadi 58 negara dalam 2–3 tahun mendatang.
Soal investasi, Bayer menggelontorkan euro 60 juta dalam beberapa tahun terakhir dan bertambah euro 8,1 juta pada tahun ini sehingga mampu menyerap tenaga kerja 1.300 karyawan.
Bila dibandingkan dengan peManfaatkan Pasar Bebas riode yang sama tahun lalu, kiSebagaimana disebut dalam nerjanya juga melesat dua kali Peraturan Pemerintah (PP) No lipat. Sebab, sepanjang tiga bulan 14 Tahun 2015 tentang Rencana pertama 2014, sektor itu hanya Induk Pembangunan Industri tumbuh 4,6 persen. Pada 2014, Nasional (RIPIN) 2015–2035, sektor nilai ekspor produk farmasi farmasi termasuk salah satu industri mencapai USD 532 juta atau naik andalan. PP tersebut merupakan 16,98 persen dari 2013 yang turunan dari UU No 3 Tahun 2014 sebesar USD 455 juta. Sayangnya, tentang Perindustrian. produk farmasi di dalam negeri Sebagai industri penggerak utama masih dikuasai produk impor. perekonomian alias Buktinya, nilai impor tahun lalu Menteri Perindustrian Saleh Husin melaju lebih besar daripada berharap farmasi memacu peekspor, yakni mencapai USD 959 nguasaan teknologi dan peningjuta atau naik 6,68 persen dari katan penggunaan produk dalam 2013 yang hanya USD 899 juta. negeri. ”Isu penting lainnya adalah
Saleh Husin mengakui, di tengah mengurangi ketergantungan kondisi tersebut, langkah proterhadap bahan baku impor karena dusen farmasi yang agresif mehingga saat ini 90 persen bahan ningkatkan investasi patut dibaku obat masih dari luar negeri,” apresiasi. Apalagi, pabrik Bayert kata Saleh. Salah satu strateginya, di Cimanggis itu membuat multimemanfaatkan berlakunya Masyavitamin dan obat-obatan yang rakat Ekonomi ASEAN (MEA) 75 persen produksinya diekspor. 2015. (wir/c14/c23/agm)