Tolak Rohingya, Warga Myanmar Turun ke Jalan
YANGON – Jalanan Kota Yangon, Myanmar, dipenuhi ratusan demonstran kemarin (27/5). Dalam aksi yang dipimpin 30 biksu itu, massa menyatakan penolakannya terhadap etnis Rohingya.
’’Jangan mengganggu negara kami. Tidak ada Rohingya di Myanmar,’’ teriak massa yang dipenuhi kemarahan. Sebagian besar di antara mereka menggunakan kaus bertulisan Manusia Perahu Bukan Warga Myanmar. Stop Menyalahkan Myanmar. Mereka bahkan membawa banner yang menuding bahwa para imigran tersebut adalah teroris dan ungkapan buruk lainnya.
Selama ini pemerintah maupun penduduk Myanmar memang tidak pernah mengakui warga muslim Rohingya sebagai penduduk. Mereka bersikukuh bahwa Rohingya adalah penduduk etnis Bengali dari Bangladesh. Padahal, banyak di antaranya yang lahir dan besar di Myanmar. Karena itulah, begitu dunia internasional menekan Myanmar agar bertanggung jawab terhadap banyaknya warga Rohingya yang melakukan eksodus baru-baru ini, mereka menjadi gerah dan marah. Pemimpin demo juga menegaskan bahwa sebagian besar imigran adalah warga Bangladesh yang mengaku-ngaku sebagai Rohingya.
’’Sebanyak 1,3 juta penduduk (Rohingya) itu tidak berasal dari negara kami. Saya tidak terima jika ada etnis Rohingya di sini,’’ ujar Kyaw Htet, 31, salah seorang demonstran. Kyaw Htet dan para demonstran lain bahkan menyerukan agar pemerintah dan penduduk lainnya tidak membantu etnis Rohingya yang menjadi manusia perahu.
’’Siapa pun yang membantu imigran Bengali ilegal adalah musuh kami,’’ teriak massa. Pengunjuk rasa juga meminta pemerintah Myanmar menggunakan kesempatan pertemuan negara-negara Asia Tenggara di Bangkok, Thailand, besok untuk menepis tekanan atas imigran tersebut.
Tidak hanya pemerintah Myanmar, di dunia internasional, peraih penghargaan nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, juga dikritik. Sebab, Suu Kyi tidak bersuara sama sekali terkait dengan isu krisis imigran Rohingya. Para pengamat menilai bahwa Suu Kyi takut penduduk Myanmar yang mayoritas Buddha tidak akan memilihnya pada pemilu November mendatang. (AFP/ Reuters/sha/c20/ami)