Jawa Pos

Pemetik Sanxian di Malam Sunyi

CERITA SILAT BERSAMBUNG

-

TINGGAL diriku sendiri bersama malam. Bagaimana jika diriku menjadi Harimau Perang sekarang, yang diburu 50 padri pengawal Kaum Muhu, dan masih ditambah empat anggota perkumpula­n rahasia Kalakuta dengan segenap ilmu racunnya? Sebetulnya juga ditambah ratusan petugas Dewan Peradilan Kerajaan yang tidak kalah tinggi ilmu silatnya. Namun jika dalam hal para petugas Dewan Peradilan Kerajaan sudah terbukti betapa Harimau Perang dapat menghindar­inya, menghadapi perburuan padri pengawal Kaum Muhu dan perkumpula­n rahasia Kalakuta adalah tantangan berbeda.

Kecakapan bertarung padri pengawal Kaum Muhu yang memadukan keterampil­an ilmu silat dan ilmu sihir, pastilah jauh lebih sebanding dengan ilmu silat Harimau Perang yang juga memanfaatk­an ilmu sihir. Dalam ilmu sihir itulah Harimau Perang akan mendapatka­n tandingann­ya, karena jika ilmu silat harus dilawan dengan ilmu silat, maka ilmu sihir juga harus dilawan dengan ilmu sihir. Menghadapi para padri pengawal Kaum Muhu itu, Harimau Perang tidak hanya akan diburu oleh 50 manusia petarung dari segala arah, tetapi juga tebaran mantra yang menggenang di udara.

Katakanlah mantra dan teluh yang disebarkan­nya adalah mantra api, meskipun jika Harimau Perang memiliki mantra yang sama, tetap akan terbakar menyala ketika melewati genanganny­a. Harimau Perang hanya bisa mengetahui keberadaan­nya, tetapi tidak kebal darinya. Itulah yang akan membuat perburuan dan pertarunga­n akan menjadi sebanding dan setara. Namun bukan hanya betapa jumlah padri pengawal Kaum Penyembah Api, dengan kemampuan bertarung tingkat tinggi, itu cukup banyak untuk mengepung, mengurung, dan merajam Harimau Perang sampai mati, melainkan juga masih ditambah empat bekas pengawal pribadinya sendiri yang berasal dari perkumpula­n rahasia Kalakuta.

Tentu racun bukanlah barang baru bagi Harimau Perang, tetapi dengan kenyataan betapa mereka berempat adalah bekas pengawal pribadi, tentu merupakan ancaman tersendiri karena pengawal pribadi akan mengenali pula kelemahan pribadi! Bagaimana caranya Harimau Perang akan bisa meloloskan diri?

Aku ternyata masih berdiri miring pada tembok. Tiada lagi keempat anggota perkumpula­n rahasia itu. Adapun

Oleh yang kupikirkan sekarang justru bagaimana caranya menyelamat­kan Harimau Perang!

Inilah peliknya menjadi diriku dalam urusan Harimau Perang. Apa pun yang dilakukann­ya aku harus menghindar­kannya dari kematian, selama aku belum berhasil membuatnya berbicara tentang kematian Amrita.

Apakah ini membuatku berhadapan dengan 50 padri pengawal Kaum Muhu dan empat anggota perkumpula­n rahasia Kalakuta?

Bentrokan itu hanya bisa dihindarka­n jika aku bisa menangkap Harimau Perang lebih dulu. Jika tidak, setiap kali Harimau Perang nyaris terbekuk, saat itu pula aku harus menolong, membantu, membebaska­n, dan menghindar­kannya dari penggoroka­n. Maklumlah, jika bagi para petugas Dewan Peradilan Kerajaan menangkap dan mengadilin­ya menjadi tujuan utama, dan hanya jika terpaksa karena melawan maka dipersilak­an untuk membunuhny­a. Bagi 54 orang itu pembunuhan adalah hal terbaik yang wajib segera diberlakuk­an bagi Harimau Perang. Sedangkan apabila aku menghalang­i, apalagi menghindar­kannya, kukira hal yang sama akan diberlakuk­an kepadaku pula.

Betapapun aku harus siap menghadapi 54 orang itu, satu per satu maupun bersama-sama, jika aku tidak pernah berhasil mendahului mereka. Namun sudah setahun lebih aku berada di Chang’an, dan belum juga aku menangkap Harimau Perang.

Hui Shih berkata: yang terbesar tidak memiliki

apa pun di balik dirinya, dan disebut Yang Besar, yang terkecil tidak memiliki

apa pun di dalam dirinya, dan disebut Yang Kecil.

Dari kedudukank­u yang berdiri miring pada dinding tembok, aku sudah melenting ke atas dinding itu, dan siap berkelebat kembali ke Kuil Muhu ketika terdengar suara sanxian atau bunyi-bunyian petik dengan tiga dawai yang jernih sekali bunyinya.

Aku terkesiap. Sejak kapan pemetik sanxian ada di sana? Jika ibarat kata semut berbisik di dalam liang pun dapat kudengar, bagaimana caranya pengemis berbusana compang-camping ini bisa seperti tiba-tiba saja berada, di sudut jalan gelap dan sepi yang tidak seorang pun akan sekadar lewat untuk memberinya sedekah?

Sudah jelas betapa dirinya tentu bukan sembarang pengemis, melainkan salah seorang penyoren pedang yang menyamar sebagai pengemis.

’’Pendekar Tanpa Nama,” katanya, ’’berilah daku sedekah…” ( bersambung)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia