Uang Kuliah Dimoratorium, Rektor Kaget
Lama Studi S-1 Diperlonggar Menjadi Tujuh Tahun
JAKARTA – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengeluarkan kebijakan kontroversial. Tiba-tiba mereka menghentikan sementara (moratorium) penerapan uang kuliah tunggal (UKT). Kebijakan itu membuat sejumlah rektor kaget.
Salah satunya Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab. Dia merasa terkaget-kaget dengan kebijakan itu. Kebijakan moratorium UKT untuk mahasiswa baru tahun akademik 2015–2016 tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menristekdikti Nomor 01/M/SE/V/2015 tertanggal 20 Mei lalu.
Yang membuat Rochmat kaget, saat ini adalah masa pendaftaran mahasiswa baru. Bahkan, 9 Juni nanti calon mahasiswa yang lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN) menjalani proses daftar ulang. ’’Calon mahasiswa ini butuh kepastian berapa SPP yang mereka bayar nanti. Ini kok malah dihentikan,’’ kata dia.
Rochmat menuturkan, perubahan nominal biaya kuliah dengan skema UKT memang bisa direvisi. Tetapi, waktunya seharusnya jauhjauh hari sebelum masa pendaftaran mahasiswa baru. Sebab, tidak tertutup kemungkinan, ada siswa yang memilih prodi di kampus tertentu sekarang. Dengan kecanggihan teknologi informasi, seharusnya mahasiswa bisa efektif menjalani lama studi.
Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristekdikti Patdono Suwignjo menjelaskan kebijakan moratorium UKT. ’’Moratorium ini arahnya menuju perbaikan,’’ tandasnya.
Dosen ITS Surabaya itu menuturkan, Kemenristekdikti akan membahas revisi UKT tersebut secepatnya. Dengan demikian, proses yang sedang berjalan di kampus tidak sampai terganggu. Dia mengatakan sudah mengumpulkan para rektor. ’’Ada juga rektor yang biasa-biasa saja dengan moratorium UKT ini,’’ tandasnya.
Patdono menceritakan, moratorium UKT itu dipicu laporan para delegasi badan eksekutif mahasiswa (BEM) PTN. Mereka meminta dilibatkan dalam penetapan UKT. Tujuannya, mahasiswa yang kurang mampu benar-benar mendapatkan tarif UKT yang sesuai.
Skema tarif UKT itu membuat besaran SPP setiap mahasiswa berbeda-beda. Kelompok UKT paling murah ( satu), yakni Rp 0 sampai Rp 500 ribu per semester, diperuntukan minimal 5 persen mahasiswa miskin. Kemudian, dua UKT adalah Rp 500.001 hingga Rp 1 juta per semester, minimal untuk 5 persen mahasiswa hampir miskin. UKT berikutnya mencapai Rp 15 juta per semester yang diperuntukkan mahasiswa dari keluarga kaya. (wan/c10/end)