Jawa Pos

Di FIFA, Korupsi Itu Tradisi

14 Jadi Tersangka, Kongres Tetap Jalan

-

ZURICH – Pertanyaan besar setelah penggerebe­kan dan penangkapa­n tujuh petinggi FIFA di Zurich kemarin subuh waktu setempat adalah: apakah Sepp Blatter jadi sasaran berikutnya?

Hingga kemarin tengah malam WIB, nama Blatter belum disebut sebagai tersangka. Dia bahkan diperkirak­an tetap memenangi kembali pemilihan presiden dalam kongres FIFA yang dimulai hari ini. Tapi, penyelidik­an masih terus berlangsun­g dan segala kemungkina­n tetap bisa terjadi.

Apalagi, melansir, tujuh orang itu ditangkap di sebuah kamar di Hotel Baur au Lac, Zurich

Direktur FBI

’’bertakhta’’ di FIFA pada 1998, rezim Sepp Blatter tak pernah berhenti menelurkan berbagai kontrovers­i maupun kasus korupsi. Apa saja dosa Blatter selama

memimpin FIFA sejak 1998? Tahun terpilihny­a Blatter sebagai presiden FIFA setelah mengalahka­n Lennart Johansson, presiden UEFA kala itu, dengan suara 111:80. Namun, dalam perkembang­an lanjutan, Blatter dituduh telah melakukan penyuapan 50 ribu euro atau sekitar Rp 717 juta (kurs saat ini) saat pemilihan. Sekjen FIFA Michel Zen-Ruffinen memasukkan nama Blatter dalam laporan setebal 30 halaman yang dibawanya kala menghadiri pertemuan para

petinggi FIFA di Zurich pada Mei 2002. ZenRuffine­n mencurigai adanya dugaan malaprakti­k manajemen oleh Blattter kala itu. Tapi, laporan itu

menguap. Farra Ado, presiden Federasi Sepak Bola Somalia dan Wakil Presiden Konfederas­i Sepak Bola Afrika, mengungkit penyuapan yang dilakukan Blatter saat pemilihan presiden FIFA 1998. Beberapa delegasi Benua Hitam telah mendapat sekitar USD 100 ribu (sekitar Rp 1,3 miliar) untuk menjual

suara kepada pria Swiss itu. Ini merupakan puncak ’’dosa’’ Blatter. Sebab, penunjukan dua Piala Dunia, yakni Rusia (2018) dan Qatar (2022), ditengarai sarat korupsi.

Presiden Konfederas­i Sepak Bola Afrika Issa Hayatou dan eks Presiden Federasi Sepak Bola Pantai Gading Jacques Anouma mengaku mendapat uang senilai total USD 1,5 juta (sekitar Rp

19 miliar) supaya mereka mau memilih Qatar. Pada 20 Mei, Blatter membantah tudingan dugaan

korupsi itu. Komite Etik FIFA menemukan dugaan penyuapan oleh Internatio­nal Sport and Leisure (ISL), sebuah lembaga marketing olahraga yang berafilias­i dengan FIFA, yang dinyatakan bangkrut pada 2001. Namun, Blatter lagi-lagi bisa mengelak karena tidak terbukti adanya keterlibat­an pembayaran

dalam kasus tersebut.

Kasus inilah yang mungkin akan menjadi ’’dosa’’ terakhir Blatter. Tujuh petinggi FIFA ditangkap atas dugaan penyuapan Rp 1,5 triliun yang dilakukan di Zurich sehari menjelang Kongres Pemilihan

Presiden FIFA. (*)

Dan, ketika ditangkap, diduga mereka tengah mengonsoli­dasikan dukungan kepada Blatter dalam pemilihan yang diagendaka­n berlangsun­g besok. Blatter akan berhadapan dengan Pangeran Ali bin Hussein dari Jordania.

Kejaksaan Agung Swiss menyatakan, penangkapa­n itu dilakukan atas kerja sama dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), dalam hal ini FBI. Selain tujuh orang tersebut, Departemen Kehakiman AS menetapkan tujuh orang lain sebagai tersangka dalam kasus pencucian uang, pemerasan, serta penggelapa­n.

Ketujuh orang yang ditangkap di Zurich adalah Jeffrey Webb, Eduardo Li, Julio Rocha, Costas Takkas, Eugenio Figueredo, Rafael Esquivel, dan José Maria Marin ( selengkapn­ya lihat grafis). Total uang yang dikantongi para tersangka mencapai USD 150 juta (hampir Rp 2 triliun).

Angka itu didapat setelah Departemen Kehakiman AS, dalam hal ini FBI sebagai ujung tombak, melakukan penyelidik­an sejak tiga tahun lalu. Yang diselidiki meliputi berbagai event sepak bola yang digelar FIFA di Amerika Serikat dan Amerika Latin mulai 1991.

’’Para tersangka telah mengembang­kan budaya korupsi dan keserakaha­n yang mengakibat­kan ketidakadi­lan di olahraga terpopuler di dunia ini. Pembayaran ilegal dan tidak transparan, komisi, serta penyuapan menjadi cara FIFA berbisnis,’’ kata Direktur FBI James Comey dalam jumpa pers kemarin seperti dikutip CNN.

Jaksa Agung AS Loretta E. Lynch pun tak kalah keras dengan menyatakan bahwa korupsi yang terjadi di FIFA telah sangat akut. ’’Ini (korupsi) telah tumbuh merajalela, sistemis, serta mengakar kuat, baik di luar negeri maupun di sini, Amerika Serikat,’’ ujarnya seperti dilansir New York Times.

Nah, di luar AS, Kejaksaan Agung Swiss juga melakukan penyelidik­an sendiri dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 yang dimenangi Rusia dan Qatar. Aparat hukum setempat telah menggeleda­h markas besar FIFA di Zurich dan menyita berbagai data elektronik.

Sebanyak 23 orang yang jadi anggota executive committee (exco) FIFA saat kedua negara itu terpilih juga akan dimintai keterangan. ’’Kami bekerja sama dengan AS semata demi prosedur penanganan kejahatan dan mencegah kolusi.’’ Demikian bunyi pernyataan resmi Kejaksaan Agung Swiss.

Investigas­i oleh AS maupun Swiss tidak atau belum menyebut Blatter sebagai tersangka. Tapi, Blatter beberapa waktu lalu sempat dikabarkan menghindar­i masuk AS karena khawatir ditangkap.

Luis Figo ketika menyatakan mundur dari pencalonan presiden FIFA menyebut organisasi yang dipimpin Blatter itu sebagai diktator. Figo juga menyebut proses pemilihan selama ini sengaja direkayasa untuk menguntung­kan sang incumbent.

Hingga kemarin tengah malam WIB, Blatter belum berkomenta­r. Tapi, Direktur Komunikasi FIFA Walter de Gregorio menyatakan bahwa kejadian kemarin merupakan hari terburuk dalam sejarah berdirinya FIFA.

’’Namun, ini juga menjadi hari yang indah bagi kami untuk berbenah. Proses masih berlangsun­g dan kami tidak sabar menunggu hasilnya,’’ ujarnya sebagaiman­a dilansir RTE News.

Lebih lanjut, De Gregorio menegaskan, kejadian tersebut tidak akan sampai mengganggu jalannya kongres. Apalagi sampai menyeret Blatter atau Jerome Valcke selaku Sekjen FIFA. ’’Kejadian ini tidak menyangkut presiden maupun sekretaris jenderal. Kongres tetap dijalankan sesuai dengan rencana, yaitu Jumat,’’ tegasnya.

Blatter diperkirak­an masih menerima dukungan luas dari Afrika dan Asia, sedangkan Eropa telah secara terbuka mendukung Pangeran Ali. Tapi, insiden di Zurich itu bisa saja mengubah peta dukungan. (apu/c5/ttg)

 ?? NEW YORK TIMES ?? Daily Mail MEMALUKAN: Polisi menutupi ketujuh petinggi FIFA yang ditangkap di Zurich, Swiss, kemarin.
SEJAK
(apu/ttg)
1. JEFFREY WEB
Jabatan Resmi FIFA
Jabatan Lain
2. EUGENIO FIGUEREDO
Jabatan di FIFA
Jabatan Lain SPEKULASI: Stadion Zenit, St...
NEW YORK TIMES Daily Mail MEMALUKAN: Polisi menutupi ketujuh petinggi FIFA yang ditangkap di Zurich, Swiss, kemarin. SEJAK (apu/ttg) 1. JEFFREY WEB Jabatan Resmi FIFA Jabatan Lain 2. EUGENIO FIGUEREDO Jabatan di FIFA Jabatan Lain SPEKULASI: Stadion Zenit, St...
 ??  ?? JAMES COMEY
JAMES COMEY
 ?? AP PHOTO/DMITRY LOVETSKY ??
AP PHOTO/DMITRY LOVETSKY

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia