Jawa Pos

Suamiku Penganggur

-

Ibu Nalini, saya adalah perempuan 29 tahun, ibu satu anak. Saat ini saya bingung harus bersikap bagaimana. Secara finansial, penghasila­n saya lebih tinggi dari suami.

Semula, saya tidak mempermasa­lahkan hal tersebut karena saya pikir saya bekerja juga untuk membantu mencukupi kebutuhan hidup. Namun, akhir-akhir ini, sejak suami tidak bekerja, dia sering meminta uang untuk kesenangan sendiri. Alasannya, dia jenuh karena tidak bekerja. Bahkan, saya sampai harus berutang untuk membeli kebutuhan anak kami. Sementara itu, tidak ada usaha dari dia untuk mencari pekerjaan baru.

Saya sudah berusaha memberikan informasi pekerjaan, namun diabaikan. Saya merasa dalam dirinya tidak ada rasa tanggung jawab terhadap anak dan istri. Bahkan, selama tinggal dengan orang tua, tidak ada inisiatif dari dia untuk membayar tagihan-tagihan bulanan, sedangkan orang tuanya sudah tidak bekerja.

Mohon saran dan bantuan bagaimana saya harus bersikap atau bisa menggerakk­an hatinya agar memahami tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

Asri

SERBASALAH, yaaa... Sulit bagi seorang istri yang suaminya jobless alias penganggur. Dibantu salah, diminta bekerja juga salah. Apalagi bila kepribadia­n istrinya tipe seorang ’’ caretaker’’ yang cepat mengambil alih tanggung jawab karena berbagai alasan. Secara tidak sadar, si istri membiarkan dan permisif terhadap sikap suami yang cepat menyerah serta tidak tangkas menjemput masalah tersebut.

Mungkin karena istrinya bermaksud membantu suami untuk sementara, sebelum suami mendapat pekerjaan kembali. Atau, istri menganggap tanggung jawab mesti dipikul berdua sebagai sepasang suami istri yang saling mencintai.

Namun, sering istri akan terkejut-kejut melihat respons suami yang makin tidak berbuat sesuatu, kian cuek, malas, bahkan suka menyalah-nyalahkan istri apa pun yang diperbuat sang istri. Padahal, sebenarnya si istri tulus ingin mendorong suami cepat berusaha bangkit dan tidak mau kalah dengan sang istri. Keliru karena apa pun yang dikerjakan istri, ternyata si istri sedang berhadapan dengan seorang lelaki yang pride- nya lagi ambruk.

Jangankan istri mendorong keras atau memaksa agar suami bekerja lagi serta menafkahi anak dan istri sebagai kewajiban budayanya sebagai suami. Istri diam dan membantu dengan tulus saja juga jadi salah kok.

Begitulah kondisi lelaki yang pride- nya jatuh serta tidak mampu bangkit lagi. Seharian di rumah, lebih banyak tidur, malas-malasan, kendati badannya sehat. Kerjaannya nonton TV, tidak mau membantu pekerjaan istri yang sedang bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seperti tidak mempunyai rencana jelas. Kalau diajak bicara soal masalahnya sering menghindar atau malah menyalah-nyalahkan orang lain, termasuk istri. Nyinyir dan nyebelin, yaaa...?

Saya yakin, sebagai istri, Anda tentu sedang menghadapi konflik batin saat ini. Rasa simpati, belas kasihan, dan marah teradukadu­k jadi satu. Ketiadaan pekerjaan, penganggur­an, dan PHK memang lambat tapi pasti akan menimbulka­n ketegangan serta konflik perkawinan.

Bicaralah terbuka dan jujur kepada suami. Apa yang Anda rasakan, apa yang Anda harapkan, kemudian persilakan dia untuk berbicara yang sama. Bisa jadi suami lantas mogok bicara, malah menghindar, atau bahkan ngamuk. Maka, Anda mesti jadi moderator yang menguasai arena.

Katakan, ’’Ini masalah kita, bukan sekadar masalahmu atau aku. Ini keluarga kita dan ada anak-anak serta keluargamu. Aku akan menghargai­mu apa pun usaha kamu asal di jalan yang benar. Dan aku tetap mendukungm­u, menghormat­imu, serta membantumu.’’

Lihat reaksinya beberapa hari ke depan. Bila suami tetap mogok bahkan ngambek, sudah waktunya Anda minta bantuan orang yang dihormati suami, sebaiknya sesama laki-laki, untuk bicara dengannya.

Namun, bila suami kian tidak bisa dipahami, kian malas, dan mengganggu kebahagiaa­n Anda serta anak-anak, beri batas waktu sampai kapan Anda dapat bertoleran­si dengan keadaan ini. Selanjutny­a terserah Anda...

A real man is measured on the number of time he stands up after falling. He should be a man ! Yaaa.. dia harus jadi lelaki. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia