Satu Menyerah, Satu Menghilang
Jaksa Jemput Paksa Saksi Pembobolan BPR Delta Artha
SIDOARJO nya, lelaki bertopi hitam tersebut mengaku tidak tahu. ”Lagi keluar, Pak. Tapi, saya tidak tahu ke mana,” kata Nur.
Ketika didesak, Nur tetap bungkam. ”Bapak bisa kami tetapkan sebagai tersangka kalau menghalangi kami,” tegas Nusrim. Namun, Nur bergeming. Nusrim lantas meminjam handphone Nur untuk menghubungi Riska. Tapi, panggilan itu tidak dijawab. Beberapa kali Nusrim berusaha menghubungi, tapi hasilnya nihil.
Karena Nur tidak mau memberitahukan keberadaan anaknya, tim penyidik menelusuri posisi Riska lewat alat pelacak. Alat itu menunjukkan Riska berada di kawasan Cangkring, Sidokare. Petugas masuk ke gang-gang yang penuh rumah kos itu. Warga sekitar juga ditanyai, tapi Riska tidak ditemukan. ”Kami akan tetap mencarinya,” terang Nusrim.
Lelaki asal Sulawesi Tenggara itu menyatakan harus menjemput paksa saksi karena mereka mangkir dari panggilan. Dimyati misalnya. Dia sudah dipanggil empat kali, tapi tidak juga datang. Dimyati dianggap mengetahui kasus kredit fiktif yang diduga merugikan negara Rp 9,2 miliar tersebut. Begitu pula Riska. Dia diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Menurut Nusrim, sekarang masih dilakukan pemeriksaan terhadap Dimyati. Jika dalam pemeriksaan itu ditemukan bukti yang cukup kuat, bisa saja dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Sebelumnya, Kejari Sidoarjo menetapkan delapan tersangka kasus kredit fiktif di BPR Delta Artha Sidoarjo Pusat itu. Mereka adalah Luluq Frida Ishaq (LFI), Munawaroh, Atik Munjiati, dan Yunita. Lalu, Abdul Kholik dan Yuliani yang sama-sama mantan kepala UPTD Dispendik Tanggulangin, mantan Direktur Utama PT BPR Delta Artha Sidoarjo Pusat M. Amin, serta Dirut saat ini Ratna Wahyuningsih. (lum/c6/roz)