Kembangkan Riset Bersama Pakar Swiss
Riset dalam bidang ilmu kesehatan menjadi salah satu utama Unair. Kerja sama internasional sudah digerakkan dalam sebagian besar riset demi kemajuan dunia kesehatan di Indonesia.
concern
SALAH seorang yang getol melakukan penelitian adalah Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS. Ketua Avian Influenza Research Center (AIRC) Unair tersebut menggunakan binatang ferret sebagai objek penelitian untuk menghasilkan formula dan vaksin. Terutama, menangkal penyakit saluran napas. Misalnya, flu, ebola, SARS ( MERS (
maupun TB (tuberkulosis). Sementara itu,
adalah bahan kimia yang ditambahkan ke vaksin untuk merangsang respons imun.
Jaringan riset tersebut terbilang luas. Nidom menceritakan, dalam melakukan riset itu, pihaknya bekerja sama dengan Universitas Lausanne (Swiss), Biofarma, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. yang digunakan dalam penelitian tersebut diimpor langsung dari New York, Amerika Serikat (AS). Dalam penelitian itu, Nidom mendapatkan dana Rp 3,3 miliar.
”Binatang ferret di sana sudah dikembangbiakkan. Selain itu, di AS, ada perusahaan yang mengembangkan ferret sebagai objek penelitian yang sudah mendapat pengakuan dari WHO,” ungkap laki-laki 56 tahun tersebut. Mengapa ferret? Ferret merupakan binatang yang paling peka terhadap virus influenza maupun penyakit pernapasan lain. Nidom menyediakan 50 ekor ferret untuk penelitian itu. Satu ekor ferret dibeli dengan harga Rp 10 juta. Ferret yang digunakan rata-rata berusia empat bulan dan berjenis kelamin betina.
Penelitian tersebut dilakukan sejak akhir April. Penelitian dibagi menjadi dua tahap. Sampai saat ini, penelitian tahap pertama sudah selesai. Riset dilanjutkan pada Juni mendatang. ”Akhir Mei ini, pihak Universitas Lausanne dan Biofarma akan datang ke Unair. Kami akan saling share pengetahuan dan kemampuan dalam pengem bangan riset,” ujar guru besar Fakultas Kedokteran Hewan ( FKH) Unair itu. Kunjungan tersebut diharapkan bisa menghasilkan bahan pertimbangan untuk penelitian tahap kedua.
Nidom menjelaskan, pada penelitian tahap pertama, digunakan 25 ekor ferret. Terbagi atas, 15 ferret utama dan sisanya sebagai cadangan. Pemantauan terus dilakukan terhadap hewan berbulu lebat itu. Pada tahap awal, Nidom melakukan anestesi pada ferret. Obat bius bertahan selama 30 menit. Saat melakukan anestesi, Nidom dkk mengambil darah ferret. Sekitar 3 cc darah diambil dari bagian saluran pernapasan. Darah itu digunakan sebagai perbandingan antara kondisi
sebelum dan setelah diberi
Selanjutnya, dilakukan uji dosis adjuvant. Formula adjuvant dicampur dengan virus flu burung yang paling ganas. ” Virus flu burung yang digunakan ini mampu membunuh manusia,” tegasnya.
Virus dimasukkan ke dalam tubuh ferret melalui hidung. Setelah virus dimasukkan, ternyata hanya sisa delapan ekor ferret yang masih hidup. ”Ada delapan ekor ferret sebagai objek penelitian yang berhasil. Kami meneliti organ-organ tubuh ferret yang berhasil hidup setelah pemasukan virus,” jelas Nidom.
Komposisi formula adjuvant dapat diketahui dari data-data perbandingan organ tubuh delapan ferret yang masih hidup setelah dan sebelum dimasuki virus flu burung. Hasil pada tahap pertama tersebut dilanjutkan sebagai bahan utama pada penelitian sesi kedua. ”Sesi pertama menghasilkan dosis adjuvant. Selanjutnya diuji coba untuk menghasilkan campuran dan vaksin dengan virus pernapasan lain,” katanya.
Vaksin tersebut sangat dibutuhkan saat musim haji maupun umrah. ”Vaksin ini juga dapat digunakan untuk jamaah yang akan berangkat haji atau ke Makkah,” jelas Nidom. (bri/c7/nda)